Tampilkan postingan dengan label Keperawatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keperawatan. Tampilkan semua postingan

MANAJEMEN LAKTASI

A). Anatomi Payudara
Agar memahami tentang manajemen laktasi perlu terlebih dahulu memahami anatomi payudara dan fisiologi laktasi.
Dibedakan menurut struktur internal dan struktur external :
Struktur internal payudara terdiri dari : kulit, jaringan dibawah kulit dan korpus. Korpus terdiri dari : parenkim atau jaringan kelenjar dan stroma atau jaringan penunjang. Parenkim merupakan struktur yang terdiri dari :
  1. Saluran kelenjar : duktulus, duktus dan sinus laktiferus. Sinus laktiferus yaitu duktus yang melebar tempat ASI mengumpul (reservoir ASI), selanjutnya saluran mengecil dan bermuara pada puting. Ada 15-25 sinus laktiferus.
  2. Alveoli yang terdiri dari sel kelenjar yang memproduksi ASI.
Tiap duktus bercabang menjadi duktulus, tiap duktulus bercabang menjadi alveolus yang semuanya merupakan satu kesatuan kelenjar. Duktus membentuk lobus sedangkan duktus dan alveolus membentuk lobulus. Sinus duktus dan alveolus dilapisi epitel otot (myoepithel) yang dapat berkontraksi. Alveolus juga dikelilingi pembuluh darah yang membawa zat gizi kepada sel kelenjar untuk diproses sintesis menjadi ASI.
Stroma terdiri dari : jaringan ikat, jaringan lemak, pembuluh darah syaraf dan lymfa.
Struktur External payudara terdiri dari : puting dan areola yaitu bagian lebih hitam sekitar puting pada areola terdapat beberapa kelenjar montgomery yang mengeluarkan cairan untuk membuat puting lunak dan lentur ( Depkes RI, 2005)
B). Fisiologi Laktasi

Pada masa hamil, terjadi perubahan pada payudara, dimana ukuran payudara bertambah basar. Ini disebabkan proliferasi sel duktus laktiferus dan sel kelenjar pembuat ASI. Karena pengaruh hormon yang dibuat plasenta yaitu laktogen, prolaktin koriogonadotropin, estrogen dan progesteron. Pembesaran juga disebabkan oleh bertambanya pembuluh darah. Pada kehamilan lima bulan atau lebih, kadang-kadang dari ujung puting mulai keluar cairan yang disebut kolostrum. Sekresi cairan tersebut karena pengaruh hormon laktogen dari plasenta dan hormon prolaktin dari kelenjar hipofise. Produksi cairan tidak berlebihan karena meski selama hamil kadar prolaktin cukup tinggi pengaruhnya dihambat oleh estrogen. Setelah persalinan, dengan terlapasnya plasenta, kadar estrogen dan progesteron menurun, sedangkan prolaktin tetap tinggi. Karena tak ada hambatan oleh estrogen maka terjadi sekresi ASI. Pada saat mulai menyusui, maka dengan segera, rangsangan isapan bayi memacu lepasnya prolaktin dan hipofise yang memperlancar sekresi ASI( Depkes, 2005).
C). Komposisi ASI

Komposisi ASI sedemikian khususnya, sehingga komposisi ASI dari satu ibu dan ibu lainya berbeda. Pada kenyataanya komposisi ASI tidak tetap dan tidak sama dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Jenis-jenis ASI sesuai perkembangan bayi.


Langkah-langkah kegiatan Menejemen Laktasi menurut Depkes RI (2005) adalah :

a). Masa Kehamilan (Antenatal).
  1. Memberikan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai manfaat dan keunggulan ASI, manfaat menyusui bagi ibu, bayi dan keluarga serta cara pelaksanaan management laktasi.
  2. Menyakinkan ibu hamil agar ibu mau dan mampu menyusui bayinya.
  3. Melakukan pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara. Disamping itu, perlu pula dipantau kenaikan berat badan ibu hamil selama kehamilan.
  4. Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan sehari-hari termasuk mencegah kekurangan zat besi. Jumlah makanan sehari-hari perlu ditambah mulai kehamilan trimester ke-2 (minggu ke 13-26) menjadi 1-2 kali porsi dari jumlah makanan pada saat sebelum hamil untuk kebutuhan gizi ibu hamil.
  5. Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Penting pula perhatian keluarga terutama suami kepada istri yang sedang hamil untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya bahwa kehamilan merupakan anugerah dan tugas yang mulia.

b). Saat segera setelah bayi lahir.

  1. Dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, ibu dibantu dan dimotivasi agar mulai kontak dengan bayi (skin to skin contact) dan mulai menyusui bayi. Karena saat ini bayi dalam keadaan paling peka terhadap rangsangan, selanjutnya bayi akan mencari payudara ibu secara naluriah.
  2. Membantu kontak langsung ibu-bayi sedini mungkin untuk memberikan rasa aman dan kehangatan.

c). Masa Neonetus


  1. Bayi hanya diberi ASI saja atau ASI Eksklusif tanpa diberi minum apapun.
  2. Ibu selalu dekat dengan bayi atau di rawat gabung.
  3. Menyusui tanpa dijadwal atau setiap kali bayi meminta (on demand).
  4. Melaksanakan cara menyusui (meletakan dan melekatkan) yang baik dan benar.
  5. Bila bayi terpaksa dipisah dari ibu karena indikasi medik, bayi harus tetap mendapat ASI dengan cara memerah ASI untuk mempertahankan agar produksi ASI tetap lancar.
  6. Ibu nifas diberi kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) dalam waktu kurang dari 30 hari setelah melahirkan.

d). Masa menyusui selanjutnya (post neonatal).

  1. Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan atau minuman lainnya.
  2. Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan ibu menyusui sehari-hari. Ibu menyusui perlu makan 1½ kali lebih banyak dari biasanya (4-6 piring) dan minum minimal 10 gelas sehari.
  3. Cukup istirahat (tidur siang/berbaring 1-2 jam), menjaga ketenangan pikiran dan menghindari kelelahan fisik yang berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat.
  4. Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting untuk menunjang keberhasilan menyusui.
  5. Mengatasi bila ada masalah menyusui (payudara bengkak, bayi tidak mau menyusu, puting lecet, dll ).
  6. Memperhatikan kecukupan gizi makanan bayi, terutama setelah bayi berumur 6 bulan; selain ASI, berikan MP-ASI yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya secara bertahap.

PERILAKU KEKERASAN

Apa itu perilaku Kekerasan ?
  1. Menurut Maramis , 2005 Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan yang dapat timbul secara mendadak atau didahului tindakan ritualistik atau meditasi pada seseorang (pria) yang masuk dalam suatu kesadaran yang menurun atau perkabut (Trance Like State) tanpa dasar epilepsi
  2. Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000, p. 147).
  3. Perilaku kekerasan merupakan kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali baik secara verbal maupun tindakan dengan mencederai diri, orang lain dan merusak lingkungan (Depkes RI, 2007 p. 76).
  4. Resiko terhadap tindak kekerasan adalah keadaan dimana individu melakukan atau menyerang orang atau lingkungan (Carpenito 2000, p. 1433).
  5. Resiko menciderai diri yaitu suatu kegiatan yang dapat menimbulkan kematian baik secara langsung maupun tidak langsung yang sebenarnya dapat dicegah (Depkes RI, 2000, p. 192).
  6. Resiko menciderai diri adalah suatu risiko perbuatan dimana seseorang berperilaku pada dirinya dapat berupa fisik, emosi dan atau perbuatan seks yang berbahaya pada dirinya (Nanda, 2005, p. 203).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan yaitu suatu tindakan kekerasan yang dinyatakan baik verbal maupun non verbal yang ditujukan pada diri sendiri atau orang lain.

Rentang respon Marah?
Rentang respon marah menurut Keliat (2005, p. 21)


Dari rentang respon marah dapat berbentuk adaptif dan maladaptif
a. Asertif
Kemarahan yang diungkap pada orang lain dengan kata-kata yang tidak menyinggung sehingga memberikan kelegaan dan tidak menimbulkan masalah baru.
b. Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan karena tujuan tidak realistis atau hambatan dalam proses keinginan.
c. Pasif
Merupakan perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk mengungkapkan perasaannya sebagai (usaha untuk mempertahankan hak-haknya)
d. Agresif
Perilaku yang menyertai rasa marah dan merupakan dorongan mental untuk bertindak (dapat konstruktif atau destruktif) dan masih terkontrol.
e. Perilaku kekerasan
Merupakan respon terhadap kemarahan yang maladaptif ditandai dengan perasaan marah meluap-luap dan hostilitas yang kuat disertai hilangnya kontrol diri yang dapat merusak diri, orang lain dan lingkungan.

Apa Penyebab Perilaku Kekerasan ?
Menurut Depkes RI (2002, p. 149) :
1. Faktor Predisposisi / Pendukung
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.
a. Faktor Biologis
  • Instinctual drive theory (teori dorongan naluri). Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
  • Pyschomatis theory (teori psikomatik pengalaman marah). Adalah akibat respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor Psikologis
1) Frustration Aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu yang gagal/terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilau agresif karena perasaan frustasi akan berurang melalui perilaku kekerasan.
2) Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar. Hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas/situasi yang mendukung.
3) Exstensial theory (teori eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui berperilaku dekstruktif.
c. Faktor Sosial Kultural
1) “Social environment theory” (teori lingkungan sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah.
2) “Sosial learning theory” (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi.
2. Faktor Prespitasi / Pencetus
Stresor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik. Stresor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dari dalam. Contoh stressor dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain. Sedangkan stresor yang berasal dari dalam adalah putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik dan lain-lain. Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
3. Mekanisme koping
(Menurut Depkes RI 2000 : 152)
  • Represi : Menekan perasaan/pengalaman yang menyakitkan/konflik/ingatan dari kesadaran yang cenderung memerkuat mekanisme ego lainnya.
  • Supresi : Menekan erasaan/pengalaman yang menyakitkan dinginkannya sebagaimana yang pernah dikomunikasikan sebelumnya.
  • Deniel : Perilaku menolak realitas yang terjadi pada dirinya dengan berusaha mengatakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
  • Displacement : Mengalihkan emosi yang diarahkan pada benda/objek yang kurang tidak berdaya.
4. Perilaku
(Menurut Depkes RI 2002: 153)
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang / menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereasi terhadap sekresi ehineprin yang menyebaban tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urin dan saliva meningkat.
b. Menyatakan secara asertive (assertivenes)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asertif.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasaan / anak yang ditunjukkan pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Apa Gejala Atau Keluan Dari perilaku Kekerasan ?
Gambaran Perilaku kekerasan menurut Keliat, (2005, p. 27) adalah sebagai berikut :
  • Tanda-tanda yang menyertai marah yaitu : Muka merah, bicara kasar, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, klien sering memaksakan kehendak merampas makanan, memukul jika tidak senang.
  • Gejala yang muncul : Stress, mengungkapkan secara verbal, menuntut, menentang.
Gambaran Perilaku kekerasan menurut Akemat (2004, p. 45) adalah sebagai berikut :
1. Dimensi emosi
Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel, merasa kuat.
2. Dimensi fisik
Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan obat, TD meningkat.
3. Dimensi intelektual
Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan
4. Dimensi Spiritual
Kemahakuasaan, Kebijakan/kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral, kebejatan, kreatifitas terhambat.
5. Dimensi sosial
Menarik diri, Pengasingan, Agitasi, Penolaan, Kekerasan, Ejekan, Humor



Kepustakaan :
  1. Akemat. (2004). Pelatihan Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Jiwa. Semarang : RSJ dr. Amino gondo hutomo.
  2. Carpenito. L. J. ( 2000 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. (terjemahan). Jakarta : EGC.
  3. Carpenito. L.J. (1998). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik Klinik, Jakarta : EGC.
  4. Depkes RI. ( 2000 ). Buku Pedoman Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan
  5. Profesional (MPKP). Magelang : RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang.
  6. Depkes RI. ( 2002 ). Buku Pedoman Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan
  7. Profesional (MPKP). Magelang : RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang.
  8. Depkes RI. ( 2003 ) Buku Pedoman Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan
  9. Profesional (MPKP). Magelang : RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang.
  10. Depkes RI. ( 2007 ). Standart Asuhan Keperawatan Jiwa. Magelang RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang.
  11. Keliat. ( 1998 ). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (terjemahan). Jakarta EGC.
  12. Keliat. ( 2005 ). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (terjemahan). Jakarta EGC.
  13. Maramis. ( 2005 ). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airl¢ngga University Press.
  14. Nanda. ( 2005 ), Nursing Diagnosis And Definitions and Clarification. Philadhelpia.

KOMPRES HANGAT - PANAS

1. Definisi Kompres

Compres : a pad of cloth applied firmly to a part of the body; compres may be dry or wet, cold or warm (Smith, 1996).
Berdasarkan definisi di atas bahwa kompres dapat diberikan dalam keadaan kering atau basah dan dingin atau hangat. Kompres menggunakan media panas dapat berupa kantong air panas/botol berisi air panas, uap panas, lumpur panas, handuk panas, electric pads dan lain-lain.
2. Manfaat/efek Panas
Panas digunakan secara luas dalam pengobatan karena memiliki efek dan manfaat yang besar. Adapun manfaat/efek panas adalah (Gabriel, 1996) :
a. Efek Fisik
Panas dapat manyebabkan zat cair, padat dan gas mengalami pemuaian ke segala arah.
b. Efek Kimia
Panas dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Pada jaringan akan terjadi metabolisme seiring dengan peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh.
c. Efek Biologis
Panas dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah.
Secara fisilogis respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon dari panas inilah yang dipergunakan untuk keperluan terapi pada berbagai kondisi dan keadaan yang terjadi dalam tubuh.


3. Mekanisme Kerja Panas
Energi panas yang hilang atau masuk ke dalam tubuh melalui kulit dengan empat cara yaitu : secara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi (Gabriel, 1996).
Adapun prinsip kerja kompres hangat dengan mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah, sehingga akan terjadi penurunan ketegangan otot. Kompres ini dilakukan dengan menggunakan buli-buli panas yang dibungkus dengan kain, bersuhu 36°-38° C, yang ditempelkan langsung pada sisi kanan dan sisi kiri perut secara bergantian antara sisi perut kanan dan sisi perut kiri setiap 5 menit selama 20 menit. Air panas diganti setiap lima sampai sepuluh menit untuk mempertahankan suhu buli-buli panas tetap hangat. Kompres diberikan sampai nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang (Perry and Potter, 1993).

PROSES MENUA - AGING PROCESS

Menurut Vincent J. Cristofalo (1990) dalam Hardywinoto (2005), beberapa karakteristik tentang proses penuaan yang terjadi pada hewan menyusui dan manusia adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan kematian sejalan dengan peningkatan usia.
b. Terjadinya perubahan kimiawi dalam sel dan jaringan tubuh mengakibatkan massa tubuh berkurang, peningkatan lemak dan lipofuscin yang dikenal sebagai age pigment, serta perubahan di serat kolagen yang dikenal dengan cross-linking.
c. Terjadinya perubahan progresif dan merusak.
d. Menurunnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan di lingkungannya.
e. Meningkatnya kerentanan terhadap bebagai penyakit tertentu.
Teori biologis tentang proses menua dapat di bagi menjadi teori intrinsic dan ekstrinsik. Intrinsic berarti perubahan yang berkaitan dengan usia timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri, sedangkan teori ekstrinsik menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan oleh pengaruh lingkungan. Teori biologis dapat dibagi dalam :

1. Teori Genetik
Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan jalannya proses penuaan. Setiap spesies mempunyai jam biologis sendiri dan masing-masing spesies mempunyai batas usianya. Teori genetic mengakui adanya mutasi somatic (somatic mutation), yang mengakibatkan kegagalan atau kesalahan di dalam penggandaan deoxyribonucleic acid atau DNA. Sel tubuh sendiri membagi diri maksimal 50 kali (Hayflick limit) (Hardywinoto, 2005).
2. Teori Non Genetik
Teori ini merupakan teori ekstrinsik dan terdiri dari berbagai teori seperti :
a. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor dan rokok, zat pengawet makanan, radiasi, sinar ultraviolet mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Radikal bebas merupakan molekul, fragmen molekul atau atom dengan electron bebas tak berpasangan. Rasikal bebas ini terjadi dengan system metabolic, akibat polusi asap industri atau kendaraan bermotor, radiasi, pestisida, zat pengawet makanan, kerusakan sel atau sel mati pada penyakit seperti hepatitis dan kanker. Radikal bebas sangat aktif, sehingga zat ini mudah terikat dengan molekul lain dan fungsi molekul berubah. Radikal bebas dapat terikat pada DNA dan RNA pada inti sel, sehingga terbentuk protein yang abnormal dan menimbulkan gangguan fungsi sel. Radikal bebas cepat dirusak oleh enzyme di dalam tubuh seperti superoxide dismutase, catalase dan glutathione peroxidase. Radikal bebas yang terikat merusak sel dan mengganggu fungsi sel dan dapat menimbulkan penyakit, degenerasi sel serta mempercepat proses penuaan. Radikal bebas terdapat dalam bentuk peroxydase dan molekul yang terjadi akibat reaksinya dengan sel di dalam sel.
b. Teori Cross-link (Cross-link Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku pada proses penuaan.
c. Teori Kekebalan (Immunologic Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada jaringan limfoid mengakibatkan tidak adanya keseimbangan dalam sel T sehingga produksi antibodi dan kekebalan menurun. Pada lanjut usia fungsi kekebalan dan mekanisme pertahanan tubuh menurun sejalan dengan bertambahnya usia dan hal ini terkait dengan meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit infeksi tertentu seperti meningitis, tuberculosis, pneumonia pneumokokus, influenza, AIDS dan bakteriaemia. Sistem kekebalan terlaksana berkat berfungsi dengan baik jaringan kelenjar limfa, limpa, sumsum tulang, tonsil, kelenjar thymus dan kelenjar limfa yang terletak dekat saluran pencernaan makanan dan saluran pernafsan. Jaringan ini terdiri dari sekumpulan sel yang berfungsi mengatur kekebalan tubuh dan berdiferensiasi menjadi sel plasma, granulosit dan limfosit, yang terdiri dari sel B pembentuk immunoglobulin dan sel T (Thymus derived) yang berada di reticulo endothelial system. Sel T juga mempengaruhi sel-sel lainya seperti monocyte, makrophag untuk membunuh antigen dan sel NK (Natural Killer) yang berfungsi menghancurkan sel tumor dan mematikan kuman. Sel B membentuk immunoglobulin, yang terbagi dalam IgM, IgA, IgD, IgE, IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4.
d. Teori Fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri dari teori oksidasi stress (oxidative stress theory) dan teori dipakai aus (wear-and-tear theory) (Hardywinoto, 2005). Penyebab terjadinya stress oksidasi adalah penyakit seperti parkinson dan degenerasi basal ganglion lainnya, penyakit Alzheimer dan penyakit motoneuron, keadaan ini menimbulkan terjadinya toksin dan keracunan, seperti keracunan MPP 5-OHDA, nitric oxide dan amyloid toxicity. Mekanisme dipakai dan aus merupakan hal yang dialami oleh organisme. Proses perbaikan dan pergantian sel dimungkinkan bila pada lanjut usia tersedia daya dan sarana yang memang ada pada saat itu atau telah disiapkan jauh sebelumnya. Perbaikan juga dimungkinkan oleh reaktivasi stem cell untuk mengembalikan fungsi sel yang berkurang atau rusak (Hardywinoto, 2005).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK

Menurut Yusuf (2004) faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa adalah:
a. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang dari keluarga miskin mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasanaya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan perbedaan kecerdasan dan kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya) dan pada keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung rendah kurang terorganisasi dari pada kelas menengah keatas. Pembicaraan antar keluarga juga jarang-jarang karena kegiatannya berfokus pada pencarian pendapatan, sehingga perkembangan bahasa anak kurang diperhatikan (Hetzer & Reindorf dalam Hurlock 1996).
Menurut Gegas (1979) dan Peterson serta Rollins (1987) dalam (Friedman, 1998) menyatakan bahasa dan kemampuan linguistik amat berkembang dikalangan anak dari kelas menengah keatas. Ibu dari kelas bawah lebih mengandalkan penggunaan perintah atau komando, padahal ibu dari kelas menengah keatas cenderung menjelaskan alasan adanya suatu aturan, selain itu perilaku ibu dan teknik dipengaruhi oleh banyaknya stres dan ketegangan yang dialmai ibu, sumber-sumber yang digunakan untuk membantu konseling, dan mendukung mereka, juga sosialisasi mereka sndiri sebagai anak yang menggambarkan suatu kelas sosial dimana mereka berasal.
Menurut (Friedman, 1998) sosial ekonomi adalah tingkatan kelas sosial masyarakat dibidang ekonomi yang terbagi dalam:
  1. Kelas sosial rendah dengan kreteria hanya mampu mencukupi kebutuhan primer saja (sandang, pangan, papan)
  2. Kelas sosial ekonomi menengah dengan kreteria mampu mencukupi kebutuhan primer dan sekunder (kebutuhan akan hiburan, rekreasi, menonton film dan lain-lain)
  3. Kelas sosial ekonomi atas dengan kreteria mampu mencukupi kebutuhan primer, sekunder, tersier (kebutuhan akan barang mewah: perhiasan, mobil, vila dan lain-lain)
Menurut Bank Rakyat Indonesia (2004) pendapatan dikatakan tinggi apabila pendapatan >3 juta, pendapatan sedang antara 1-3 juta, dan pendapatan rendah < 1 juta.
b. Hubungan Keluarga
Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan ibu yang mengajar, melatih dan memberikan contoh bahasa kepada anak. Hubungan yang sehat antara ibu dengan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari ibunya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Hubungan yang tidak sehat itu bisa berupa sikap ibu yang keras/kasar, kurang kasih sayang, atau kurang perhatian untuk memberikan latihan dan contoh dalam berbahasa yang baik kepada anak, maka perkembangan bahasa anak cenderung akan mengalami stagnasi atau kelainan seperti: gagap dalam berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan kata-kata, merasa takt untuk mengungkapkan pendapat dan berkata yang kasar atau tidak sopan.
Menurut Hurlock (1996) lingkungan yang pertama dan utama masa anak adalah lingkungan keluarga, utamanya ibu. Hubungan antar keluarga mempunyai peran yang penting dalam menentukan pola, sikap, dan perilakunya kelak dalam hubungan dengan ibu. Meskipun pola ini akan berubah dengan semakin besarnya anak dan meluasnya lingkungan, tetapi pola intinya cenderung tetap. Inilah sebabnya mengapa hubungan keluarga yang dini merupakan unsur penting bagi perkembangan anak. Hubungan keluarga merupakan faktor penting dalam perkembangan individu. Ada tiga bukti yang menunjukkan hal tersebut:
1. Kurang kasih sayang
Anak yang dimasukkan kedalam suatu lembaga sehingga kurang mempunyai kesempatan yang wajar untuk mengungkapkan kasih sayang untuk dicintai oleh orang lain sehingga membuat anak menjadi pendiam, lesu, tidak responsif terhadap senyuman dan tidak berusaha untuk memperoleh kasih sayang, serta lebih lambat perkembangannya dari anak yang berada di lingkungan yang berbahagia.
2. Perilaku akrab
Hubungan anak dengan ibu atau pengganti ibu yang akrab, hangat dan memuaskan. Semua anak memerlukan perawatan yang terus menerus, sehingga anak merasa aman, puas dan ada hubungan keterikatan yang sangat erat yang merupakan dasar untuk mengadakan persahabatan dan menerima perilaku yang lebih baik.
3. Besarnya keluarga
Pengaruh besarnya keluarga terhadap awal perkembangan anak, dari anak keluarga besar yang jarak usia semua anak sangat kecil, mengalami sedikit hubungan langsung dengan ibunya karena ibunya terlalu sibuk. Anak yang kurang kasih sayang ibu, kurang kesempatan untuk mengembangkan keterikatan emosi, juga kekurangan perhatian dan rangsang mengakibatkan anak lesu dan pasif.
c. Faktor Kesehatan
Kesehatan merupakan faktor keluarga yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, tetutama pada bahasa awal kehidupannya. Apabila anak mengalami sakit terus-menerus maka anak tersebut akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasa anak secara formal.
d. Faktor Intelegensi
Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi normal atau diatas normal. Namun begitu, tidak semua anak yang mengalami kelambatan perkembangan bahasanya dikategorikan anak yang bodoh.
e. Jenis Kelamin (seks)
Pada tahu pertama usia anak tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria dan wanita. Namun mulai usia 2 tahun, anak wanita menunjukkan perkembangan yang lebih.

KEBUTUHAN DAN KEBIASAAN TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH

Anak usia prasekolah rata-rata tidur 11-13 jam sehari, yang termasuk atau tidak tidur siang. Pada usia ini ritual sebelum tidur seperti minum minuman hangat sebelum tidur, dongeng, menyanyi, menggosok gigi, dan mendengar musik masih berlangsung. Selain itu anak prasekolah membutuhkan benda-benda tertentu yang dapat memberikan rasa aman untuk dibawa tidur (Muscuri, 1996).
Kebutuhan tidur berubah-ubah dalam hubungan dengan dorongan pertumbuhan dan aktivitas. Banyak anak-anak usia prasekolah menunda waktu tidur dengan meminta yang lain seperti cerita, game, nonton televisi. Anak berusia 4-5 tahun yang lebih tua dapat mengalami kegelisahan dan irritable (cepat marah) jika kebutuhan tidur tidak tercapai. Tidur sebentar atau waktu tenang sepanjang hari mungkin diperlukan untuk memperbaiki kembali tingkat tenaga (Kozier et al, 1995).
Anak-Anak di dalam kelompok umur ini (usia prasekolah) masih memerlukan waktu tidur yang rutin. Orang tua dapat membantu anak-anak yang menunda waktu tidur dengan mengingatkan waktu tidur dengan mennggunakan pendekatan dan dilakukan secara terus menerus secara konsisten selama masa toddler. Anak-Anak usia prasekolah sering terbangun pada malam hari. Tidur anak prasekolah pada tahap REM 20%-30% lebih tinggi dibanding orang dewasa (Kozier et al, 2004).
Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda mengenai tidur dan perilaku sebelum tidur. Berdasarkan penelitian Beltramini & Hertzig (1983) mengenai tidur dan perilaku tidur anak usia prasekolah diantaranya yaitu rutinitas sebelum tidur, tidur dengan lampu menyala, membawa benda berharga atau penting, perilaku memanggil orang tua dan waktu yang diperlukan untuk tidur.
Rutinitas sebelum tidur pada anak usia prasekolah seperti meminta cerita, permainan/game misalnya main kuda-kudaan ataupun menonton telivisi. Waktu yang diperlukan untuk melakukan rutinitas sebelum tidur lebih dari 30 menit dan semakin meningkat pada usia prasekolah. Setiap orang mempunyai kebiasaan tidur yang berbeda-beda, ada orang yang senang tidur dengan lampu menyala dan adapula dengan lampu dimatikan. Anak usia prasekolah lebih suka tidur dengan lampu menyala (Beltramini & Hertzig, 1983).
Kebanyakan anak saat mulai tidur biasanya membawa suatu benda berharga atau penting untuk menemaninya tidur. Anak usia prasekolah lebih banyak membawa benda-benda seperti mainan, boneka, selimut ketika tidur dibandingkan anak usia lain. Biasanya anak juga berperilaku memanggil orang tua dikarenakan untuk meminta minum atau ciuman selamat malam dialami oleh anak pada semua usia, tetapi perilaku ini sebagian besar dilakukan oleh anak usia prasekolah (Beltramini & Hertzig, 1983).
Keteraturan dan lamanya tidur setiap orang berbeda-beda, karena tidur merupakan persoalan yang bersifat pribadi. Jumlah tidur yang diperlukan seseorang tidak berubah dengan pertambahan usia, tetapi pada umumnya semakin bertambah usia seseorang maka waktu tidur yang diperlukan semakin sedikit. Menurut Muscari (1996), kebutuhan tidur normal anak menurut usia yaitu Bayi baru lahir (umur 1 bulan-1 tahun) kebutuhan tidurnya 9-11 jam sehari, Toddler (umur 1 tahun-3 tahun) membutuhkan 12 jam sehari untuk tidur, pada anak prasekolah (umur 3 tahun-6 tahun) membutuhkan untuk tidur 11-13 jam dalam sehari, sedangkan pada anak usia sekolah (umur 6-12 tahun) membutuhkan tidur sekitar 8-9,5 jam sehari.


GANGGUAN TIDUR PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

KONSEP TIDUR

TAHAP -TAHAP TIDUR

GANGGUAN TIDUR PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

Menurut Mott et al (1990), anak prasekolah umumnya mengalami gangguan-gangguan tidur seperti mimpi buruk & takut gelap, teror malam hari & berjalan malam hari, dan sulit tidur.

a. Mimpi buruk dan takut gelap
Takut kegelapan dan kecemasan lainnya dapat menimbulkan mimpi buruk pada anak. Mimpi buruk umum terjadi pada anak prasekolah, karena pada usia ini imajinasi anak sedang aktif. Menurut Beltramini & Hertzig, (1983), Anak prasekolah mengalami mimpi buruk sedikitnya satu kali dalam dua minggu. Menurut Rosmayanti (2005), dalam psikologi perkembangan, ada dua macam mimpi buruk yaitu Nightmare dan Night terror.
Nightmare merupakan mimpi yang betul-betul buruk. Biasanya nightmare lebih sering dialami anak 5 tahun ke atas serta orang dewasa, dan umumnya terjadi menjelang pagi atau saat tidur akan berakhir. Karena kejadian yang dialami dalam mimpi sangat buruk, anak bisa mengingat dan mengalami ketakutan hingga berhari-hari. Akibatnya, anak bisa takut tidur atau takut tidur sendirian karena mimpi buruk itu selalu membayangi. Sedangkan Night terror merupakan reaksi anak akibat dari adanya mimpi buruk misalnya anak tiba-tiba terbangun kaget, berteriak dan tampak panik pada waktu mengalami mimpi. Night terror biasanya muncul saat anak baru 1 atau 2 jam tidur. Namun biasanya hal ini akan segera hilang saat melihat ibu/ayah ada di sisinya atau datang dan menenangkannya. Setelah itu, umumnya anak bisa kembali tidur seperti tak terjadi apa-apa. Setelah bangun tidur dia pun akan lupa dengan mimpinya itu (Anonim, 2005).
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan anak mengalami mimpi buruk yaitu makan kekenyangan, pengalaman insidentil, terlalu senang, kejadian traumatis dan fantasi anak (Anonim, 2005). Ketika anak makan kekenyangan, maka apabila anak tidur dengan hal tersebut maka anak tidak akan nyaman karena lambungnya masih terus bekerja keras untuk mencerna makanan. Perasaan tidak nyaman itulah yang dapat memicu mimpi buruk. Sedangkan Pengalaman Insidentil merupakan suatu kejadian yang dialami anak terutama yang tidak menyenangkan dimana hal ini akan menyebabkan anak mengalami mimpi buruk. Misalnya, sebelum tidur anak menyaksikan film horor, bertengkar dengan teman, dimarahi orang tuanya, atau melihat pertengkaran antara ayah dan ibunya. Bila kejadian tersebut membekas dalam pikirannya, maka dapat berujung pada mimpi buruk. Anak yang sebelum tidur terlalu Senang karena begitu semangat dalam bermain sambil tertawa-tawa sehingga dapat juga memicu timbulnya mimpi yang tidak menyenangkan saat tidur malam.
Kejadian traumatis juga dapat mempengaruhi kebutuhan tidur anak. Ketika anak yang melihat ibu/ayahnya mengalami kecelakaan atau meninggal dunia atau anak sendiri yang mengalami kecelakaan. Kejadian-kejadian tersebut dapat tersimpan lama di dalam otaknya sehingga anak sering dihantui oleh mimpi buruk. Kejadian traumatis yang cukup berat bahkan bisa mengakibatkan kondisi psikologis anak terganggu. Akibatnya, anak tidak hanya dihantui pada saat tidur tapi juga dalam keadaan terjaga. Mimpi buruk juga dapat terjadi karena adanya fantasi anak, dimana anak usia prasekolah memiliki fantasi yang sangat besar. Terkadang sesuatu yang bagi orang dewasa biasa-biasa saja, difantasikan menjadi sesuatu yang menakutkan. Misalnya, adegan di film-film kartun yang menggambarkan perilaku-perilaku kasar seperti binatang yang dipukul dengan palu besar hingga tubuhnya rusak lalu bisa kembali seperti semula dalam waktu singkat.

Bila anak berfantasi, adegan yang lucu bagi sebagian orang itu, bisa berubah menjadi adegan menakutkan dan terbawa-bawa ke alam mimpi anak. Hal ini terjadi karena anak belum mampu membedakan kejadian khayal dan kejadian sebenarnya (Anonim, 2005).

b. Teror malam hari dan berjalan malam hari
Menurut Mott et al (1990), selama teror malam hari anak merintih, menangis atau menjerit, Ketika orang tua masuk ke dalam kamar; anak sudah bangun, tampak bingung, merasa terganggu, takut. Biasanya anak segera dapat tidur kembali serta mengingat kejadian tersebut. Selain itu anak kadang ditemukan berjalan dengan bingung pada malam hari seperti mencari sesuatu. Setelah anak tenang maka anak akan kembali tidur. Episode ini bisa terjadi pada tahap non-REM dan umumnya pada siklus tidur awal dan juga terjadi menjelang pagi. Selama episode tersebut orang tua harus tetap berada di dekat anak untuk melindungi dari kemungkinan cedera, dan menyuruh anak untuk kembali tidur (Mott et al, 1990).

c. Sulit tidur
Anak usia prasekolah biasanya menolak untuk tidur dan suka menunda waktu tidur dengan cara memanjang waktu untuk melakukan rutinitas sebelum tidur misalnya berbicara, menyanyi, membaca cerita atau mendengarkan musik sehingga dapat membantu agar anak mudah untuk mulai tidur. Orang tua harus konsisten dengan jadwal tidur anak, membiarkan anak memilih yang rurtinitas yang sesuai tetapi tidak memberikan permintaan yang tidak terbatas sehingga anak akan mengalami kesulitan untuk tidur. Umumnya orang tua bisa membuat rencana mengenai ritual tidur anak (misalnya gosok gigi, mendengarkan cerita, ciuman selamat malam, dan mematikan lampu). Rutinitas anak harus diasosiasikan dengan tenang dan lembut sebelum pergi tidur (Mott et al, 1990).

d. Terbangun malam hari
Kejadian terbangun pada malam hari sedikitnya satu kali seminggu dan terbangun satu kali atau lebih setiap malam banyak dialami oleh anak prasekolah daripada anak usia lain. Kemungkinan anak bangun karena mengompol atau ingin buang air kecil. Anak membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk kembali tidur (Beltramini & Hertzig, 1983). Selanjutnya Kozier et al (1995) menyatakan bahwa buang air kecil sewaktu tidur biasanya terjadi pada anak yang berusia di atas 3 tahun sekitar 1-2 jam setelah anak tertidur.
Adapun masalah-masalah tidur yang umum terjadi pada anak adalah sulit tidur, masalah terbangun, gangguan siklus tidur bangun masalah tidur yang lain seperti mimpi buruk, teror malam hari, berjalan waktu tidur, merasa lelah sepanjang hari dan berbicara waktu tidur (Anonim, 2005).
Sulit tidur dapat diartikan sebagai kesulitan untuk memulai tidur pada anak. Anak biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur, menolak untuk tidur ataupun hanya mau tidur jika orangtua ikut berbaring bersama mereka. Masalah ini dialami oleh anak usia prasekolah sebanyak 16 %. Masalah terbangun merupakan suatu masalah yang terjadi ketika tidur anak terganggu setelah anak tertidur. Anak sering terbangun pada malam hari dan mengganggu orangtua mereka dengan cara menangis atau memanggil orangtua.Untuk gangguan siklus tidur bangun dapat ditandai dengan waktu bangun tidur anak yang terlalu awal (sebelum pukul 5 pagi). Sementara itu Alessandro & Huth (2005), mengidentifikasi masalah tidur lain yang umum dialami anak adalah mimpi buruk, teror malam hari, berjalan waktu tidur, merasa lelah sepanjang hari dan berbicara waktu tidur. Teror malam hari tidak sama dengan mimpi buruk. Mimpi buruk terjadi fase tidur Rapid Eye Movement (REM). Sedangkan teror malam hari terjadi sebelum memasuki fase tidur REM. Setelah mimpi buruk anak akan terbangun dengan ingatan yang menakutkan tentang mimpinya, sedangkan pada teror malam hari biasanya anak merasa takut tetapi tidak bisa mengingat penyebabnya (Alessandro & Huth, 2005).

KEBUTUHAN DAN KEBIASAAN TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH

KONSEP TIDUR

TAHAP -TAHAP TIDUR

Reference :
Anonim, (2005). Masalah-masalah tidur pada anak. From: http://www.google.com

Anonim, (2005). Sleep Disorder. From: http:// www.yahoo.com

Anonim, (2005). Sleep Problems in Young Children. From: http:// www.google.com

Haslam, David. (1998). Psikologi popular: Mengatasi anak sulit tidur. Jakarta: Arcan.
Beltramini, A.U., & Hertzig, M.E. (1983). Sleep and Bedtime Behavior in preshool-Aged Children. Pediatrics Vol. 71 no. 2 February 1983. New York.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder S. (2004). Fundamental of nursing concept, process, and practice. (7th ed). Canada: Upper Saddle River.
Mott, S., James, S., Sperhae, A. (1990). Nursing care of children and family. California: Addison Wesley Nursing.
Rosmayanti, (2005). Kebutuhan tidur pada bayi dan anak. Jakarta Selatan: Cikal Kemang from http://www.tabloid-nakita.com/ artikel. php3?edisi= 07325& rubrik=batita

POSES MENSTRUASI


Menstruasi atau haid adalah pendarahan periodik dan siklik dari rahim akibat runtuhnya jaringan endometrium. Proses terjadinya haid berlangsung dengan tahapan berikut:

a. Stadium menstruasi atau desquamasi
Pada saat stadium menstruasi, dari kandungan melalui vagina keluar darah haid disertai lapisan endometrium dan lendir dari servik. Darah yang keluar tidak membeku karena ada fermen yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan - potongan mukosa.
Bila haid banyak maka fermen tersebut tidak mencukupi sehingga timbul bekuaan -bekuan darah haid. Banyaknya perdarahan selama haid normalnya ± 50 cc. Pada stadium menstruasi endometrium menjadi tipis.

b. Stadium Post Menstruum atau Stadium Regenerasi

Stadium ini sejak hari ke 4 menstruasi dinamakan luka akibat endometrium yang dilepaskan berangsur - angsur ditutupi kembali oleh selaput lendir yang baru dari epitel-epitel kelenjar endometrium ± 0,5 mm.
c. Stadium inter Menstruum atau Stadium Prolifer
Stadium ini berangsur dari hari ke 5 haid sampai hari ke 14 dari hari pertama haid. Kelenjar-kelenjar tumbuh lebih cepat dari jaringan lain pada stadium ini tebalnya endometrium ± 3,5 mm.
d. Stadium Pre menstruasi atau Stadimn Sekresi
Pada stadium ini endometrium tebalnya tetap tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang dan berliku-Iiku serta mengeluarkan getah. Stadium sekresi berlangsnng dari hari ke 14 - 28.
Proses Menstruasi

KONTRASEPSI


Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas (Prawitohardjo, 2002).
Efektifitas (daya guna) suatu cara kontrasepsi dapat dinilai pada 2 tingkat, yaitu kemampuan suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diingini, apabila cara tersebut digunakan terus menerus dan sesuai petunjuk yang diberikan; kedua guna pemakaian, yaitu kemampuan suatu cara kontrasepsi dalan keadaan sehari-hari dimana pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pemakai tidak hati-hati, kurang taat pada peraturan, dan sebagainya (Prawiroharjo, 2002).

Macam-macam Metode Kontrasepsi
a. Metode Sederhana
1) Tanpa Alat
Pada metode ini ada 2 cara yakni dengan KB alamiah (metode kalender, metode suhu badan basal, metode lendir serviks, metode simpto termal) dan coitus interruptus
2) Dengan Alat
>Ada 2 metode yakni mekanis atau barrier (kondom pria dan barrier intra vaginal) dan kimiawi yakni dengan spermisid (vaginal cream, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal suppositoria, dan vaginal tablet).
3) Metode Modern
a) Kontrasepsi hormonal
Pada kontrasepsi hormonal ada tiga metode yakni per-oral (pil oral kombinasi, mini-pil, morning after pil), injeksi atau suntikan, sub-kutis: implant
b) Intra Uterine Devices (IUD)
c) Kontrasepsi mantap
Kontrasepsi mantap pada istri yakni tubektomi, sedangkan pada suami yakni vasektomi.
Tag : Kontrasepsi, Kondom, Sermisid, vaginal cream, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal suppositoria, vaginal tablet, Pil KB, IUD

BRONCHOGENIC CARCINOMA


Bronchogenic Carcinoma is a primary malignant tumor originating from lung airways.
In the literature always reported an increased incidence of lung cancer in a progressive, not only as a result of increased average age of humans and better diagnostic capability, but because it is more common carcinoma bronchogenic
Etiology
Such as cancer in general, the exact etiology of carcinoma bronchogenic still unknown, but it is expected that the long-term inhalation of carcinogenic materials is a major factor, without prejudice to possible predisposing role of family relations or ethnic / racial and immunologis status. Inhalation of carcinogenic materials is highlighted that many cigarettes.
Effect of cigarette:
The materials are carcinogens in tobacco smoke include: polomium 210 and 3.4 benzypyrene. The use of a filter is said to reduce the risk of bronchogenic carcinoma , but still remained higher than non-smokers.

In the long term ie, 10-20 years, smoking:
1-10 cigarettes / day increases the risk 15 times
20-30 cigarettes / day increases the risk 40-50 times
40-50 cigarettes / day increases the risk 70-80 times.

Industry Influence
The most widely associated with the carcinogen is asbestos, which otherwise increases the risk of cancer is 60-10 times. Following the industrial radioactive materials, miners uramium 4 times the population at risk in general. Exposure to this industry only visible effect after the 15-20 years.

Effect of Other Diseases
Tuberculosis been associated as lung carcinoma brinkogenik predisposing factors, through mechanisms hyperplasi - metaplasi - carcinoma in situ-carcinoma - bronkogenik as a result of scar tissue tuberculosis.

Effect of Genetic and immunological status
In 1954, Tokuhotu can prove that despite the influence of heredity rather than factors of environmental exposure, this provides an opinion that can be derived bronkogenik carcinoma. Research recently skewed that the factors involved with Aryl Hydrocarbon hydroxylase enzymes (AHH). Status immonologis patients are monitored from cellular mediated showed a correlation between the degree of cell differentiation, stage of disease, response to treatment and prognosis. Patients are generally not the energy to respond more quickly to treatment and died.

Classification by histopathology using ordinary light microscope (WHO, 1977).
1. Epidermois carcinoma (squamous cell carcinoma).
2. Adeno carcinoma
3. Undiferentiated small cell carcinoma (oat cell)
4. Large cell carcinoma undeferentiated.

Pathophysiology
Primary lung cancer usually histologinya classified by type, all have a natural history and response to the berbeda0beda pengibatan. Although there are more than a dozen types of primary lung cancer, but cancer bronkogenik, including the first four types of cells, represents 95% of all lung cancers.
Based on treatment options, the carcinoma bronchogenic usually divided into Small Cell Lung Cancer(SCLC) and Neoplasma Small Cell Lung Cancer (NSCLC).

Supporting Data
1. Radiological
a. Radiopaque mass in the lung
b. Airway obstruction with resultant atelectasis
c. Pneumonia
d. Enlarged hilar glands
e. Cavitation
f. Tumor Pancoast.Ca. Bronchogenic contained disuperior pulmonary sulcus, the superior lobe stale.
g. Abnormalities in the pleural
h. Bone disorders

2. Bronkografi
The picture is considered bronkografi patognomonik irregular stenosis is obstruction, stenosis rats and indented thumb.

3. Cytology
Representative sputum can be obtained through spontaneous cough, with the help of aerosols (20% propylene glycol in 10% NaCl solution. Warmed to approximately 45-50 C.) or through rinsing / sweep aspiration bronkial.Tatalaksana on Lung Cancer Detection Program at New York is as follows. Saliva and nasal discharge post removed first, then the patient asked to cough deeply, resulting sputum were fixed immediately, all of which are performed on 3 consecutive days, preferably in the morning.

4. Endoscopy
Includes examining laryngoscopy and bronchoscopy and bronchial washings, scrapings / sweep and biopsy. The objective examination of bronchoscopy (fiber optics) are:

a. Knowing the changes in the bronchus of lung cancer.
b. Retrieving material for cytological examination.
c. Noting the changes on the surface of tumor / mucosa to estimate the type of malignancy.
d. Assessing the success of therapy.
e. Determining operbilitas lung cancer.

5. Biopsy
Biopsy material can be obtained by means of percutaneous biopsy or open biopsy transbronkial. While the material can form a network of regional lymph tissue pleural or lung tissue.

6. Immunology
The existence of a negative correlation between cancer and imunologic reaction has been generally known. Impaired imunulogik especially visible in Cell mediated immunity that can be given through a bored delayed hypersensitivity reaction, tolerance to skin graft, the number of circulatory renadh T cells, and lymphocyte transformation in vitro is low. At this time more imunulogik examination acts as a prognostic factor rather than a diagnostic factor. Conclusion Correlation of skin test and response to sitostatica:
a. Less than 1.0 cm. : Prognosis is poor, widespread disease.
b. Less than 2.5 m. ; Better prognosis, limited disease, good response to chemotherapy


Clinical Staging
Based on TNM.
T = Tumor: N. : Nodules, namely the lymph nodes of M. : Metastases
 T:
T-0: No visible primary tumor
T-1: tumor diameter of less than 3 cm. Without the invasion of bronchus
T-2: tumor diameter more than 3 cm. Can be accompanied by atelectasis or pneumonitis, but is more than 2 cm. From Karina, and yet adaefusi pleura.
T-3: Tumor size with an invasion into the surrounding (thoracic wall, diaphragm or mediatinum) or have been near carina accompanied by pleural effusion.
N:
N-0: There was no propagation to regional lymph nodes.
N-1: There is a propagation to the ipsilateral hilar lymph nodes.
N-2: There is a spreading to the lymph limfemediastinum or contralateral
N-3: There ekstratorakal spreading to lymph nodes.
M. M-0: There is no distant metastases.
M-1: Already there are metastae far into other organs.
Based on TNM. Compiled phasing following clinics.
a. Carcinoma in situ: T-0, N-0, M-0, but positive sputum cytology for malignant cells.
c. Phase I. T-1, N-0, M-0, or T-2, N-0, M-0
d. Phase II. T-2, N-1,, M-0.
e. Stage III: when there are already T-3, N-2, or M-1.

Tag : Cancer bronchogenic, Lung Cancer, cancer lung airways, Small Cell Lung Cancer(SCLC), Neoplasma Small Cell Lung Cancer (NSCLC)

PENATALAKSANAAN ABORTUS


Abortus adalah istilah yang diberikan untuk semua kehamilan yang berakhir sebelum periode viabilitas janin, yaitu yang berakhir sebelum berat janin 500 gram. Bila berat badan tidak diketahui, maka perkiraan lama kehamilan kurang dari 20 minggu lengkap (139 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir normal yang dapat dipakai.
Penanganan abortus ditujukan untuk mengurangi resiko perdarahan.
USG dapat menentukan denyut jantung janin (> 5mm) dan membantu menentukan kelainan organik (anensefalus, NT >3mm), dan kemungkinan nir-mudigah / bligted ovum

Tinjauan teori selengkapnya Baca DI SINI

PROSEDUR / PROTAP
  1. Pada keadaan iminens, tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik (IA), namun dianjurkan untuk membatasi aktivitas. Upayakan untuk meminimalkan kemungkinan rangsangan prostaglandin. Tidak dianjurkan terapi dengan hormon Estrogen dan Progesteron. Dapat diindikasikan sirklase serviks pada trimester kedua untuk pasien dengan inkompentesi serviks.
  2. Perdarahan subkhorionik dengan janin normal sebagian besar akan berakhir dengan kehamilan normal. Sebaliknya pada nir-mudigah dianjurkan untuk evakuasi dengan obat misoprostol atau aspirasi.
  3. Pada keadaan insipiens, umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi janin, maka dapat diberikan misoprostol untuk mengeluarkan konsepsi, analgetik mungkin diberikan. Demikian juga, setelah janin lahir, kuretase mungkin diperlukan.
  4. Pada keadaan incompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar atau perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konseps segera diindikasikan untuk meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi dilakukan dengan aspirasi vakum,karena tidak memerlukan anestesi.
  5. Missed abortion sebaiknya dirawat di rumah sakit karena memerlukan kuretase dan ada kemungkinan perdarahan banyak serta risiko tranfusi.
  6. Prinsip penanganan terapi abortus septik
  • harus dikendalikan dengan antibiotik : Cefalosporin generasi II seperti Cefoperazone
  • Volume intravaskuler efektif harus dipertahankan untuk memberikan perfusi jaringan yang adekuat
  • Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim
Tag : Kehamilan, Hamil, abortus, Aborsi,terapi Estrogen, Terapi Progesteron, janin, Kuretase, Resiko abortus

Untuk Asuhan Keperawatan Abortus baca DI SINI

PENATALAKSANAAN HIDROCEPHALUS


Hidrochepalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal, disebabkan oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorbsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan cerebrospinalis.

PATOFISIOLOGI :
Hidrocephalus terjadi karena adanya gangguan absorbsi, obstruksi cairan cerebrospinalis dan / atau produksi yang berlebihan.

GEJALA KLINIS :
BAYI :
Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala :
  • Kepala makin membesar
  • Vena-vena kepala prominen
  • Ubun-ubun melebar dan tegang
  • Sutura melebar
  • Cracked-pot sign bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah semangka pada perkusi kepala.
  • Perkembangan motorik terlambat
  • Perkembangan mental terlambat
  • Tonus otot meningkat, hiperrefleksi ( refleks lutut/ achilles )
  • Cerebral cry ( pendek, nada tinggi, bergetar )
  • Nistagmus horizontal
  • Sunset phenomena , bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang supraorbita, sclera tampak di atas iris, sehingga iris seakan-akan matahari yang akan terbenam.

ANAK :
Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial:
  • Muntah proyektil
  • Nyeri kepala
  • Kejang
  • Kesadaran menurun
  • Papil edema pada funduscopy.

DIAGNOSA :
  • Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Ini penting untuk melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal.
  • Transiluminasi
  • X foto kepala : kranium membesar, atau sutura yang melebar.
  • USG.

DIAGNOSA BANDING :
  • Bayi sehat
  • Ciri keluarga
  • Megaencephali
  • Hidroencephali
  • Tumor otak
  • Cairan subdural

PENATALAKSANAAN :
  • Farmakologis
1. Mengurangi volume cairan cerebrospinal
Acetazolamide 10 mg/ kg BB/ 24 jam oral, 3 – 4 kali/ hari
Furosemide 1 mg/ kg BB/ 24 jam oral, 3 – 4 kali/ hari.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika sesuai kuman penyebab.
  • Pembedahan

KOMPLIKASI :
  • Herniasi cerebri
  • Kejang
  • Renjatan.

Asuhan Keperawatan Keperawatan Klik DISINI

Tag = Hidrichepalus, hidrosepalus, Hydrosephalus, askep hidrochephalus, asuhan keperawatan hidrochepalus

PENATALAKSANAAN TALASEMIA


Ilustrasi (Google)
PENGERTIAN
Talasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu : satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk, dengan akibat terjadi anemia hemolitik.

PATOFISIOLOGI :
Pada Talasemia beta, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Sebagai kompensasi dibuat rantai gamma dan delta, tetapi kompensasi ini tidak mencukupi, sehingga kadar hemoglobin turun.
Kurangnya rantai beta berakibat meningkatnya rantai alfa. Rantai alfa ini mengalami denaturasi dan presipitasi di dalam sel ( Heinz bodies ). Heinz bodies menimbulkan kerusakan pada membran sel yang menjadi lebih permeabel, sehingga sel mudah pecah, dan terjadi anemia hemolitik. Di dalam sumsum tulang, normoblas juga mengalami pembentukan inclusion bodies dan terjadi pengrusakan oleh sel-sel RES ( ineffective erythropoiesis ).
Kelebihan rantai alfa akan mengurangi stabilitas gugusan hem, dengan akibat timbulnya oksigen yang aktif, yang mengoksidasi hemoglobin dan membran sel, dan berakibat suatu hemolisis.
Keterangan ini berlaku juga untuk talasemia alfa.

GEJALA KLINIS :
Fasies mongoloid atau fasies Cooley.
Hepatosplenomegali
Ikterus atau sub-ikterus.
Tulang : osteoporosis, tampak struktur mozaik.
Tengkorak : tampak struktur hairs on end.
Jantung membesar karena anemia kronik.
Ginjal kadang-kadang juga membesar, disebabkan oleh hemopoiesis ekstrameduler.
Pertumbuhan terhambat, bahkan mungkin tidak dapat mencapai adolesensi karena adanya anemia kronik.
Kelainan hormonal, seperti diabetes mellitus, hipotiroidi, disfungsi gonid.

PEMERIKSAAN dan DIAGNOSA :
  • Darah tepi : hipokrom-mikrositer, anisopoikilositosis, polikromasia, sel target, normoblas, leptositosis, dan titik-titik basofil.
  • Retikulositosis
  • Resistensi ostomik meningkat.
  • Sumsum tulang : hiperplasi normoblastik.
  • Kadar besi serum dan timbunan besi dalam sumsum tulang meningkat.
  • Bilirubin bebas ( unconjugated ) serum meningkat.
  • Kadar Hb F meningkat pada talasemia beta mayor.
  • Kadar Hb A2 meningkat pada talasemia beta minor.
  • Dengan elektroforesis dan kromatografi kolom dapat ditentukan macam hemoglobin maupun rantai polipeptida.

DIAGNOSA BANDING :
Talasemia minor :
  • Anemia kurang besi
  • Anemia karena infeksi menahun
  • Anemia pada keracunan timah hitam ( Pb )
  • Anemia sideroblastik
  • Pyridoksin responsive anemia.

PENATALAKSANAAN :
Tranfusi sel darah merah padat ( PRC ) 10 ml/ kg BB/ kali.
Ada beberapa cara tranfusi :
Low tranfusion : tranfusi bila Hb < 6 gram/ dl. High tranfusion : Hb dipertahankan pada 10 gram/ dl. Super tranfusion : Hb dipertahankan pada 12 gram/ dl. Mencegah / menghambat proses hemosiderosis : Absorbsi Fe melalui usus dapat dikurangi dengan menganjurkan penderita banyak minum teh Sedangkan ekskresi Fe dapat ditingkatkan dengan pemberian Fe chelating agent yaitu Desferioxamin, dosis 25 mg/ kg BB/ hari, dan diberikan 5 hari dalam seminggu. Splenektomi : Indikasi splenektomi adalah bila ada tanda-tanda hipersplenisme atau bila limpa terlalu besar. Biasanya splenektomi dilakukan bila anak sudah berumur > 5 tahun.

Nasihat perkawinan dan diagnosa prakelahiran sangat penting untuk mencegah lahirnya talasemia mayor.Sedapat mungkin hindari perkawinan antara dua insan heterozigot, agar tidak terjadi bayi homozigot.

KOMPLIKASI :
  • Hemisiderosis
  • Hipersplenisme
  • Patah tulang
  • Payah jantung.
Untuk Askep/Asuhan Keperawatan Talasemia Baca Di SINI
Tag : Thalasemia, Talasemia, anemia hemolitik, Kelainan hormonal, Kelebihan rantai alfa, Protap Thalasemia, Protap Talasemia

PENATALAKSANAAN OTITIS EKSTERNA DIFUSA


BATASAN
Otitis eksterna difusa ialah infeksi pada kulit Meatus Akustikus Eksternus (MAE).

ETIOLOGI
Kuman penyebab terbanyak ialah Streptokokus, Stafilokokus, tetapi dapat pula dari golongan jamur (Aspergilus atau Kandida).

PATOFISIOLOGI
Sebagai faktor predisposisi:
1. Faktor endogen :
Keadaan umum yang buruk akibat anemia, hipovitaminosis, diabetes mellitus, atau alergi
2. Faktor eksogen :
  • Trauma karena tindakan mengorek telinga.
  • Suasana lembab, panas, atau alkalis didalam MAE.
  • Udara yang lembab dan panas menyebabkan oedema pada stratum korneum kulit
  • MAE, sehingga menurunkan resistensi kulit terhadap infeksi.
  • Kelembaban kulit yang tinggi setelah berenang/mandi menyebabkan maserasi.
  • Bentuk MAE yang tidak lurus menyulitkan penguapan dan mengakibatkan kulit MAE lebih sering dalam keadaan lembab.
  • Keadaan-keadaan tersebut menimbulkan rasa gatal yang mendorong penderita mengorek telinga, sehingga trauma yang timbul akan memperhebat perjalanan infeksi.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
  • Rasa gatal sampai rasa nyeri di dalam liang telinga.
  • Telinga berair (otorea).
  • Pendengaran normal atau sedikit berkurang.

2. Pemeriksaan:
  • MAE terisi sekret serous (alergi), purulen (infeksi kuman), keabu-abuan atau kehitaman (jamur).
  • Kulit MAE oedema, hiperemi merata sampai ke membran timpani.

DIAGNOSIS BANDING
Otitis media

PENYULIT
  • Perikondritis
  • Dermatitis aurikularis
  • Erisipelas
TERAPI
  1. Membersihkan dan mengeringkan telinga setiap hari.
  2. Menghilangkan faktor predisposisi.
  3. Pemasangan tampon pita 1/2 cm X 5 cm yang dibasahi dengan larutan Burowi di dalam MAE. Tampon dibiarkan selama 24 jam, dan selalu ditetesi dengan larutan Burowi agar tetap basah.
  4. Sebagai pengganti larutan Burowi dapat dipakai tetes telinga yang mengandung antiseptik dan steroid.
  5. Pada infeksi jamur dapat digunakan tetes telinga yang mengandung Nistatin, atau larutan asam salisilat 1% dalam alkohol. (Jangan digunakan pada perforasi membran timpani ). Tetes telinga diberikan 3 kali sehari, selama satu minggu.
  6. Untuk menghilangkan rasa nyeri diberikan analgesik seperti Metampiron 500 mg, atau Asam mefenamat 250 mg.
Tag : MAE, Protap, Otitis media, OTITIS EKSTERNA DIFUSA, Askep OTITIS EKSTERNA DIFUSA, Otitis Media, larutan Burowi

MANAJEMEN HIPOVOLEMIA


Definisi : Menurunkan volume cairan ekstraseluler dan/ atau intraseluler dan mencegah komplikasi pada pasien yang mengalami kelebihan cairan.

Aktivitas :
Timbang berat badan setiap hari dan amati kecenderungannya
Monitor status hemodinamik, termasuk, CVP, MAP, PAP dan PCWP, jika ada
Monitor pola respirasi terhadap gejala kesukaran bernapas (misalnya, sesak napas, tachipnea, dan napas pendek)
Monitor fungsi ginjal (misalnya, kadar ureum dan kreatinin)
Monitor intake dan output
Monitor perubahan pada edema perifer
Monitor hasil laboratorium yang relevan terhadap adanya retensi cairan (misalnya, peningkatan berat jenis, peningkatan ureum, penurunan hematokrit dan peningkatan osmolalitas urine)
Tentukan laju tetesan cairan infus (atau tranfusi darah) secara tepat
Monitor efek terapeutik dari diuretik (misalnya, peningkatan output urine, penurunan CVP/ PCWP, dan penurunan suara napas tambahan)
Ajarkan pasien rasional penggunaan diuretik
Berikan obat unloading agents (misalnya, morfin, lasix, dan nitrogliserin)
Monitor kadar kalium setelah diuresis
Siapkan pasien untuk dialisis (misalnya, bantu pemasangan kateter untuk dialisis), secara tepat
Monitor perubahan berat badan sebelum dan setelah dialisis
Monitor respon hemodinamik terhadap dialisis
Monitor infus dan volime kembalian dari peironeal dialisis
Monitor kembalian dialisat peritoneal terhadap indikasi komplikasi (misalnya, infeksi, perdarahan berlebih dan bekuan), secara tepat
Tinggikan kepala tempat tidur untuk memperbaiki ventilasi, secara tepat
Pertahankan PEEP untuk pasien dengan edema pulmonal pada ventilasi mekanik, secara tepat
Gunakan closed-system suction untuk pasien dengan edema pulmonal pada ventilasi mekanik dengan PEEP, secara tepat
Ubah posisi pasien dengan edema dependen
Tingkatkan integritas kulit (misalnya, monitor area terhadap risiko kerusakan, ubah posisi, cegah penggeseran badan, cegah pencukuran, dan berikan nutrisi yang adekuat)
Monitor diuresis yang berlebihan
Observasi adanya indikasi dehidrasi (misalnya, turgor kulit buruk, pengisian kapiler yang lambat, pulsasi nadi lemah, haus berat, membran mukosa kering, penurunan output urine dan hipotensi)
Instruksikan pasien/ keluarga untuk menggunakan catatan pengeluaran urine
Instruksikan pasien dan atau keluarga untuk melakukan tindakan untuk mengatasi hipervolemia
Berikan diet yang tepat, sesuai indikasi
Tingkatkan body image dan harga diri yang positif , sebagai akibat retensi kelebihan cairan

BACAAN PENDUKUNG :
American Association of Critical Care Nurses. (1990). Outcome standards for nursing care of the critically ill. Laguna Niguel,CA:AACN
Askanazi,J.,Starker,P.,& Wissman,C.(1986). Fluid and electrolyte management in critically care. Boston : Butterworths.
Cullen,L.M.(1992).Interventions related to fluid and electrolyte balance.In G.M. Bulecheck & J.C. Mc Closkey (Eds.), Symposium on Nursing Interventions. Nursing Clinics of North America,27(2),569 – 598.
Horne,M., & Swearingen,P.(1992).Pocket guide to fluids and electrolytes (2nd ed.). St Louis : Mosby
Kinney,M., Packa,D., & Dunbar,S. (1993). AACN’s clinical reference for critical care nursing (pp. 193 – 236). New York : McGraw – Hill
Kokko,J., & Tannen, R.. (1990). Fluids and electrolytes (2nd ed.). Philadelphia : WB Saunders.
Stark,J. (1991). The renal system. In J. Alspach (Ed.), American Assoiation of Critical – Care Nurses Core Curriculum for Critical Care Nursing (4th ed) (pp. 472 – 608). Philadelphia : WB Saunders.

Tag : Pengertian hipovolemia, ureum, creatinine, kreatinin, Askep hipovolemia, edema perifer, efek terapi diuretik

ZAT GIZI YANG DIPERLUKAN IBU HAMIL

a. Energi
Tambahan energi pada wanita selama hamil yang diperlukan untuk komponen fetus maupun perubahan yang terdapat pada diri ibu yaitu sebesar 300 kkal. Kebutuhan energi untuk ibu hamil ini diperkirakan untuk penambahan berat janin, plasenta, jaringan tubuh ibu lain dan kenaikan metabolisme selama hamil (Paath, 2004)
b. Protein
Total protein 60 g/hari adalah dianjurkan. Jumlah ini mudah dipenuhi dengan diet rata-rata di Amerika serikat. Hal ini perlu untuk pertumbuhan normal dari janin, pembesaran uterus dan payudara, pembentukan sel darah dan protein sesuai dengan bertambahnya volume darah, dan produksi dari cairan amnion (Nadesul, 1997)

c. Zat Besi
Menurut Depkes RI (1997) kebutuhan zat besi pada wanita hamil, yaitu wanita memerlukan zat besi lebih dari laki-laki karena menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan, dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mg. Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan makin anemis. Sebagai gambaran berapa banyak kebutuhan zat besi selama kehamilan perhatikan bagian berikut :
Meningkatkan sel darah ibu : 500 mg Fe
Terdapat dalam plasenta : 300 mg Fe
Untuk darah janin : 100 mg Fe
Jumlah : 900 mg Fe
Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Nutrisi yang terkait untuk Fe atau tambah darah selama kehamilan yaitu 90 tablet.
Zat gizi yang dibutuhkan dalam pembentukan darah adalah zat besi atau Fe, asam folat, vitamin B12 dan protein. Untuk pemenuhan tubuh akan zat besi ini dianjurkan untuk makan makanan yang beraneka ragam (Darmanelly, 2005).
Massa dari sel darah merah mengembang sekitar 15% selama kehamilan, dan ini memerlukan kenaikan substansi zat besi dari ibu. Zat besi juga diperlukan untuk deposisi simpanan janin (Manuaba, 2001).
d. Seng
Absorbsi seng dihambat dengan masuknya zat besi dan asam folat dalam jumlah besar. Wanita yang memakan suplemen zat besi dan asam folat harus mengkonsumsi makanan yang kaya seng setiap hari (Moore1999).
e. Kalsium
Kebutuhan kalsium per hari meningkat pada klasifikasi fetalis ; RDA (Recommended Dietary Allowance) untuk wanita hamil adalah 1200 mg.
f. Asam folat
Masukan asam folat yang dianjurkan meningkat dari 180 gr pada wanita yang tidak hamil menjadi 400 gr pada kehamilan. Hal ini diperlukan baik untuk produksi sel darah merah ibu maupun sintesis DNA(Deoxyribonucleic Acid) pada janin (Manuaba, 2001).
Tag : Hamil, metabolisme selama hamil,  diet Ibu Hamil, kalsium, asam folat, Wanita Hamil, Gizi Hamil, zat besi untuk hamil, manfaat zat besi

KOMUNIKASI NON VERBAL

a. Pengertian
Komunikasi non verbal adalah setiap bentuk perilaku manusia yang langsung dapat diamati oleh orang lain dan yang mengandung informasi tertentu tentang pengirim atau pelakunya (Johnson, 1981). Komunikasi non verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan bicara dan tulisan (Intansari Nurjannah, 2001). Sebesar 90% dari arti komunikasi berasal dari komunikasi non verbal (Hunsaker cit. Leddy, 1998). Hal ini menunjukan pentingnya mempelajari komunikasi non verbal.
b. Fungsi komunikasi non verbal



Adapun fungsi komunikasi non verbal menurut Mark L.Knapp (1972) adalah (1) Repetisi-mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, setelah saya menjelaskan penolakan saya, saya menggelengkan kepala berkali-kali, (2) Subtitusi - menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya, tanpa sekata pun anda berkata. Anda dapat menunjukan persetujuan dengan mengangguk-angguk, (3) Kontradiksi – menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memuji prestasi kawan anda dengan mencibirkan bibir anda, (4) Komplemen-melengkapi dan memperkaya makna pesan non verbal. Misalnya, air muka anda menunjukan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata, (5) Aksentuasi – menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul mimbar.
c. Arti penting komunikasi non verbal



Menurut Dale G. Leathers (1976) yang dikutip oleh Jalaludin Rakhmat, menyebutkan enam alasan mengapa pesan nonverbal sangat penting.
Pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lain pun lebih banyak “membaca” pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal. Menurut Birdwhistell,”barangkali tidak lebih dari 30% sampai 35% makna sosial percakapan atau interaksi dilakukan dengan kata-kata.” Sisanya dilakukan dengan pesan nonverbal. Mehrabian, penulis The Silent Message, bahkan memperkirakan 93% dampak pesan diakibatkan oleh pesan nonverbal. Dalam konteks ini juga kita dapat memahami mengapa kalimat-kalimat yang tidak lengkap dalam percakapan masih dapat diberi arti. Anda maklum apa yang dimaksud oleh rekan anda ketika ia melukiskan kecantikan seorang wanita dengan kalimat yang tidak selesai, ”Pokoknya…….,” ketika anda melihat gerak kepala, tubuh dan tangannya.
Kedua, perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan verbal. Anda boleh menulis surat kepada pacar anda dan mengungkapkan gelora kerinduan anda. Anda akan tertegun, Anda tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu yang begitu mudah diungkapkan melalui pesan nonverbal. Bagaimana harus anda tuliskan dalam surat Anda getaran suara, tarikan napas, kesayuan mata, dan detak jantung? Meurut Mahrabian (1967), hanya 7% perasaan kasih sayang dapat dikomunikasikan dengan kata-kata. Selebihnya, 38% dikomunikasikan lewat suara, dan 55% dikomunikasikan melalui ungkapan wajah (senyum, kontak mata, dan sebagainya).
Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar. Sejak Zaman Prasejarah, wanita selalu mengatakan “tidak” dengan lambang verbal, tetapi pria jarang tertipu. Mereka tahu ketika “tidak” diucapkan, seluruh anggota tubuhnya mengatakan “ya”. Dalam situsi yang “double binding” – ketika pesan nonverbal bertentangan dengan pesan verbal – orang bersandar pada pesan nonverbal.
Keempat, pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah disebutkan bahwa pesan nonverbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen dan aksentuasi. Semua ini menambah kadar informasi dalam penyampaian pesan.
Kelima, pesan nonverbal merupakan cara berkomunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengunkapkan pikiran kita secara verbal daripada secara nonverbal.
Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan atau emosi secara tidak langsung. Sugesti disini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat). Sugesti paling efektif disampaikan melalui pesan nonverbal.

Tag : Komunikasi, komunikasi non verbal, komunikasi verbal, komunikasi interpersonal, fungsi metakomunikatif, Pesan nonverbal, Sugesti, pesan nonverbal

KOMUNIKASI VERBAL

a. Pengertian
Komunikasi yang dilakukan melalui kata-kata, bicara atau tertulis (Intansari Nurjannah, 2001). Meskipun yang paling mempengaruhi komunikasi adalah bahasa non verbal, kata adalah alat yang sangat
penting dalam komunikasi. Validasi tentang pengertian komunikasi verbal antara perawat dan pasien adalah penting. Menurut Leddy (1998), beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam berkomunikasi secara verbal adalah: Masalah teknik yaitu seberapa akurat komunikasi tersebut dapat mengirimkan simbol dari komunikasi tersebut. Masalah semantik yaitu seberapa tepat simbol dalam mengirimkan pesan yang dimaksud. Masalah pengaruh yaitu seberapa efektif arti yang diterima mempengaruhi tingkah laku.

b. Faktor-faktor penting dalam komunikasi verbal

Ellis dan Nowlis (1994) mengatakan beberapa hal penting dalam komunikasi verbal: penggunaan bahasa, perlu mempertimbangkan pendidikan klien,tingkat pengalaman dan kemahiran dalam berbahasa (bahasa Inggris, Indonesia, dll). Dalam penggunaan bahasa memerlukan kejelasan yaitu memilih kata yang jelas dan tidak mempunyai arti yang salah. Keringkasan yaitu pesan singkat dan tanpa penyimpangan untuk menghindari kebingungan tentang apa yang penting dan apa yang kurang penting. Kecepatan yaitu kecepatan bicara mempengaruhi komunikasi verbal. Seseorang yang dalam keadaan cemas atau sibuk biasanya akan lupa untuk berhenti berbicara dan pembicaraan dilakukan sangat cepat sehingga hal ini menyebabkan pendengar tidak dapat memproses pesan dan menyusun respon yang akan diberikan.Komunikasi verbal dengan kecepatan yang sesuai akan memberikan kesempatan bagi pembicara sendiri untuk berpikir jernih tentang apa yang diucapkan dan juga akan menyebabkan seseorang dapat menjadi pendengar yang efektif. Voice tone menunjukan gaya dari ekspresi yang digunakan dalam bicara dan dapat merubah arti dari kata.Pengaruh dari bicara dengan suara yang keras akan berbeda dengan suara yang lembut atau lemah.Suara yang keras menunjukan berbicara yang terburu-buru,tidak sabar,sindiran tajam dan marah.
Salah satu komunikasi verbal yang penting dalam keperawatan adalah wawancara. Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan data dari klien dalam tahap pengkajian. Wawancara adalah pola komunikasi yang mempunyai tujuan yang spesifik yaitu untuk mendapatkan riwayat kesehatan, mengidentifikasi kebutuhan kesehatan, faktor resiko, dan untuk menentukan perubahan spesifik dari tingkat kesehatan dan pola hidup. (Potter dan Perry, 1993). Pewawancara akan mendapatkan informasi tentang keadaan kesehatan klien, pola hidup, pola sakit, sistem dukungan, pola adaptasi, kekuatan dan keterbatasan.
Wawancara yang dilakukan perawat pada dasarnya tergantung pada situasi yang ada. Pada situasi emergensi, fokus wawancara perawat adalah mengenai trauma, faktor presipitasi serta alergi yang dimiliki klien.
Hal ini berbeda pada saat situasi rehabilitasi dimana fokus wawancara perawat adalah mengenai keadaan sakit dulu dan sekarang, strategi koping, dll. Dengan melihat hal ini adalah sangat tidak tepat bagi perawat bila klien dalam keadaan gawat, perawat menanyakan pada klien tentang riwayat genogram klien atau hobi klien. Kegiatan wawancara oleh perawat dapat menggunakan beberapa teknik wawancara.


Tag : komunikasi, komunikasi verbal, komunikasi perawat, Intansari Nurjannah, Wawancara, pengertian komunikasi,komunikasi non verbal, konsep komunikasi


PROSES PENYEMBUHAN LUKA

Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena trauma dari luar.(Djohansyah Marzoeki, 1991). Luka dibagi menjadi Luka terbuka : bila kulit rusak melampaui tebalnya kulit dan Luka tertutup : luka tidak melampaui tebalnya kulit.



Proses Pen
yembuhan Luka
Beberapa teori proses penyembuhan luka adalah sebagai berikut:
Menurut Kozier (1995) : Penyembuhan merupakan suatu sifat dari jaringan-jaringan yang hidup; hal ini juga diartikan sebagai pembentukan kembali (pembaharuan) dari jaringan-jaringan tersebut. Penyembuhan dapat dibagi dalam tiga fase: peradangan, proliferatif, dan maturasi (bernanah luka). Proses penyembuhan untuk luka akibat operasi akan dijelaskan di bawah ini.

a. Fase Peradangan
Fase peradangan akan segera dimulai setelah terjadinya luka dan akan berlangsung selama 3 sampai 4 hari. Ada dua proses utama yang terjadi selama fase peradangan ini : hemostatis dan phagositosis.
Hemostatis (penghentian pendarahan) diakibatkan oleh vasokontriksi dari pembuluh darah yang lebih besar pada area yang terpengaruh, penarikan kembali dari pembuluh-pembuluh darah yang luka, deposisi/endapan dari fibrin (jaringan penghubung), dan pembentukan gumpalan beku darah pada area tersebut. Gumpalan beku darah, terbentuk dari platelet darah (piringan kecil tanpa warna dari protoplasma yang ditemukan pada darah), menetapkan matriks dari fibrin yang akan menjadi kerangka kerja untuk perbaikan sel-sel. Suatu keropong juga terbentuk pda permukaan luka. Yang terdiri dari gumpalan-gumpalan serta jaringan-jaringan yang mati. Keropeng berguna untuk membantu hemostasis dan mencegah terjadinya kontaminasi pada luka oleh mikroorganisme. Di bawah keropeng, sel-sel epithelial bermigrasi ke dalam luka melalui pinggiran luka. Sel-sel epithelial sebagai penghalang antara tubuh dengan lingkungan, mencegah masuknya mikroorganisme.
Fase peradangan juga melibatkan respon-respon seluler dan vaskuler yang dimaksudkan untuk menghilangkan setiap substansi-substansi asing serta jaringan-jaringan yang mati. Aliran darah ke luka meningkat, membawa serta substansi serta nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan. Sebagai hasilnya luka akan terlihat memerah dan bengkak.
Selama migrasi sel, leukosit (khususnya netrophil) akan masuk ke dalam ruang interstitial. Kemudian akan digantikan makrofag selama 24 jam setelah luka, yang muncul dari monosit darah. Makrofag akan menelan puing-puing selular dan mikroorganisme dengan suatu proses yang dikenal sebagai phagositosis. Makrofag juga mengeluarkan suatu faktor angigenesis (AGF), yang merangsang pembentukan dari pucuk-puck epithelial pada ujung pembuluh darah yang mengalami luka. Jaringan kerja microcirculatory yang dihasilkan akan menopang proses penyembuhan luka. Saat ini makrofag dan AGF dipertimbangkan sebagai hal yang penting pada proses penyembuhan (Cooper 1990 p. 171). Respon terhadap peradangan ini sangat penting terhadap proses penyembuhan, dan mengukur bahwa penghalangan pada peradangan, seperti pengobatan dengan steroid, dapat menggantikan proses penyembuhan yang mengandung resiko. Selama tahapan ini pula, terbentuk suatu dinding tipis dari sel-sel epithelial di sepanjang luka.

b. Fase Proliferasi
Fase proliferatif (tahapan pertumbuhan sel dengan cepat), fase kedua dalam prose penyembuhan, memerlukan waktu 3 – hari sampai sekitar 21 hari setelah terjadinya luka. Fibroblast (sel-sel jaringan penghubung), yang mulai bermigrasi ke dalam luka sekitar 24 jam setelah terjadinya luka, mulai mengumpulkan dan menjadikan satu kolagen dan suatu substansi dasar yang disebut proteoglycan sekitar 5 hari setelah terjadinya luka. Kolagen merupakan suatu substansi protein yang berwarna keputih-putihan yang menambah daya rentang pada luka. Sat jumlah kolagen meningkat, maka daya rentang luka juga kan meningkat; oleh karena itu peluang bahwa luka akan semakin terbuka menjadi semakin menurun. Selama waktu tersebut, muncullah apa yang disebut sebagai pungung bukit penyembuhan” di bawah garis jahitan luka yang lengkap. Pada luka yang tidak dijahit, kolagen baru seringkali muncul. Pembuluh-pembukuh kapiler tumbuh disepanjang luka, meningkatkan aliran darah, yang juga membawa serta oksigen dan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan. Fibroblast akan bergerak dari aliran darah ke dalam wilayah luka, mengendapkan fibrin. Saat jaringan pembuluh kapiler berkembang, jaringan menjadi suatu benuk tembus cahaya yang berwarna kemerah-merahan. Jarinag tersebut, disebut sebagai jaringan granulsi, yang mudah pecah dan mudah mengalami pendarahan.

Saat sisi kulit dari luka tidak dijahit, wilayah luka tersebut harus ditutup dengan jaringan-jaringan granulasi. Saat jaringan granulasi matang, sel-sel epithelial marginal akan bermigrasi ke dalamnya, pertumbuhan sel yang cepat di sepanjang jaringan penghubung ini dipusatkan untuk menutup wilayah luka. Jika wilayah luka tidak tertutup oleh epithelisasi, wilayah luka tersebut akan ditutup dengan protein plasma yang mengering serta sel-sel yang telah mati. Hal ini disebut eschar. Pada awalnya, luka yang disembuhkan dengan tujuan sekunder merembes ke pengeringan serosanguineous. Kemudian jika tidak ditutup oleh sel-sel epithelial, maka akan ditutup dengan jaringan-jaringan fibrinous yang berwarna abu-abu dan berukuran tebal yang pada akhirnya berubah menjadi jaringan bekas luka yang padat yang tebal.

c. Fase Maturasi
Biasanya dimulai pada hari ke-21 dan muncul setengah tahun setelah perlukaan. Pembentukan fibroblas dilanjutkan dengan sintesis kolagen. Serabut kolagen yang merupakan serabut penting dalam ........ digabungkan ke dalam struktur yang lebih lengkap. Scar menjadi tipis, jaringan elastis berkurang, timbul garis putih.



Tag: pengertian luka, Konsep luka, definisi luka, penyembuhan luka, tahap penyembuhan luka, fase luka, perawatan luka