PROSEDUR PENANGANAN PENDERITA SHOCK


PROSEDUR PENANGANAN PENDERITA SHOCK
Definisi
Shock adalah suatu syndroma klinis yang ditandai dengan adanya hipotensi, tacycardia, kulit yang dingin, pucat basah, hiperventilasi, perubahan status mental, penurunan produksi urine
Prosedur
PERSIAPAN
Alat :
Tensimeter
Disposable spuit
Kanula vena
Infusion set
Tabung oksigen beserta regulator dan flowmeter
Nasala prong atau masker beserta slang
Ambu bag
Obat ;
Adrenaline
Obat-obat simpatomimetik seperti : Ephedrine, Dopamin
Anti histamin : Delladryl
Corticosteroid
Cairan kristaloid : RL, PZ
Cairan koloid : Dextran, Expafusin

PENATALAKSANAAN
- Baringkan penderita dalam posisi shock yakni tidur terlentang dengan
tungkai lebih tinggi dari kepala pada alas yang keras
- Bebaskan jalan nafas
- Monitor pernafasan dan hemodinamika
- Berikan suplemen oksigen
- Berikan cairan infus dengan berpedoman pada :
Kadar hematokrit
Besarnya defisit cairan
Tipe defisit isotonic/ hipotonik/hipertonik.
Kausa shock.
- Monitor hemodinamika dan pernafasan
- Perawatan lanjutan/kausatif dilakukan bergantung pada kausanya
- Bila tidak membaik rujuk ke intitusi yang lebih tinggi

Ø Rumus Hematocrit adalah :
Hct : RBCV / TBV : RBCV /( PV + RBCV )
Dimana :
Hct : hematocrit TBV : total blood volume
RBCV : red blood cell volume PV : plasma volume

Ø Terapi Cairan pada Kegawatan Anak



CATATAN :
1. Kebutuhan rumatan dalam 24 jam
Berat Badan---- Kebutuhan
<> 20 kg -------1500cc+20cc/kg BB setiap kg kenaikan BB diatas 20 kg
11 – 20 kg -----1000cc+50cc/kg BB setiap kg kenaikan BB diatas 10 kg
> 20 kg ---------1000cc+20cc/kg BB setiap kg kenaikan BB diatas 20 kg
2. Cairan yang diberikan untuk :
Hipernatremia adalah D5 in 0,2 % Saline
Ketoasidosis Diabetik adalah cairan garam fisiologis 0,9 % Saline
3. Na Replacement :
Penggantian Na ekstraseluler yang hilang sebaiknya tidak diganti seluruhnya, cukup 2/3 dari defisit Na.
Kebutuhan Natrium = 0,6 x BB x delta Na
delta Na : selisih antara kadar Natrium serum yang diinginkan dan kadar Natium hasil pemeriksaan.
4. Koreksi Kalium :
Pemberian Kalium, kalau tidak ada tanda-tanda klinis kekurangan kalium sebaiknya ditunda sampai ada produksi urine.
Koreksi kekurangan kalium sebaiknya diberikan dalam periode 3 – 4 hari, dengan kecepatan pemberian tidak boleh lebih dari 3 mEq / kg BB/24 jam.

Kebutuhan Kalium = 0,4 x BB x delta K

delta K : selisih antara kadar Kalium serum yang diinginkan dengan kadar Kalium hasil pemeriksaan.

Beberapa keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi cairan pada anak :
1. Dehidrasi
Merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama dan paling sering disebabkan oleh karena diare.
Pengobatan adalah dengan penggantian cairan sesuai yang hilang.
2. Hipernatremia
Paling sering disebabkan oleh disre dengan kehilangan air lebih banyak dari solute atau karena sebab-sebab lain seperti high solute load atau pada penyakit-penyakit ginjal dimana terjadi gangguan fungsi konsentrasi urine.

Pengobatan :
1. Terapi shock dengan RL atau garam fisiologis (PZ) 20 ml/kg BB
2. Penggantian defisit dan pemberian cairan rumatan yang diberikan dalam 48 jam. Cairan yang diberikan adalah cairan renfah Na yaitu D5 in 0,2 % Saline.
Kecepatan pemberian Natrium sebaiknya sekitar 0,5 – 1 mEq/l/jam.
Contoh :
Bayi 10 bulan, berat badan 10 kg dengan dehidrasi berat dan shock, maka cairan yang diberikan adalah :
Terapi shock 200 ml diberikan dalam ½ - 1 jam, dilanjutkan
Terapi defisit (80 ml x 10 kg) + Terapi rumatan dalam 48 (2 x 24) jam (100 ml x 10kg x 2) = 2800 ml yang diberikan dalam 48 jam.
Kalau sarana memungkinkan lakukan pemantauan kadar natrium darah setiap 2 – 4 jam.
Terapi terhadap penyebab hipernatremia.
3. Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik merupakan penyebab utama kematian pada anak dengan diabetes.
Pada ketoasidosis diabetik didapatkan hiperglikemia, ketoasidosis (didapatkan keton bodies dalam darah), gangguan kesadaran dan didapatkan keadaan hiperosmolar.
Tujuan pengobatan cairan adalah mengatasi gangguan hemodinamik dan memberikan terapi rumatan dan terapi defisit yang diberikan secara pelan-pelan yaitu dalam 36 – 48 jam supaya tidak terjadi perubahan osmolaritas yang terlalu cepat.
a. Terapi shock : RL / PZ 20 ml/kg BB
b. Terapi rumatan dan terapi defisit diberikan dalam 36 – 48 jam. Cairan yang diberikan adalah cairan isotonic tanpa glukosa yaitu garam fisiologis 0,9 % Saline + 30 – 40 mEq Kalium.
Jangan memberikan cairan hipotonik, sebab dapat menyebabkan oedema otak. Cairan yang mengandung glukosa (D5) bisa diberikan bila kadar gula darah sudah mencapai 200 – 300 mg%.
c. Terapi Insulin 0,05 – 0,1 U/kg BB bolus dilanjutkan 0,1 U/kg BB/jam. Dosis disesuaikan tergantung respon dan kadar glukosa darah.
d. Koreksi asidosis sebaiknya dilakukan hanya bila didapatkan asidosis berat dan diberikan dalam dosis kecil dan pelan-pelan. (0,5 – 1 mEq/ kg BB) dalam 10 menit.

4. Luka Bakar
Pada luka bakar tejadi kerusakan permeabilitas pembuluh darah yang terjadi dengan cepat. Kerusakan integritas pembuluh darah ini tidak segera kembali dalam 8 – 12 jam sesudah luka bakar, sehingga disini trjadi keluarnya cairan/plasma dari pembuluh darah yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi
Pada luka bakar juga terjadi hemolisis, sehingga bisa terjadi anemia dalam 4 – 7 hari pada luka bakar yang berat.
Tujuan terapi cairan dalam 24 jam pertama dari luka bakar adalah :
a. Untuk memperbaiki homeostasis cairan dan elektrolit
b. Mengurangi kerusakan fungsi organ dan terjadinya oedema.
1. Terapi pertama adalah mengatasi shock : RL / PZ 20 ml/kg BB, dilanjutkan
2. Terapi rumatan dan defisit yang diberikan dalam 48 jam.

Carvajal menghitung kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah :
Ø 2000 ml/m2/24 jam + 5000 ml/m2 luka bakar/24 jam.
Ø 50 % diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Contoh :
Seorang anak laki-laki 4 th dengan luas permukaan tubuh 0,68 m2 dan luka bakar 40 %, maka kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah :
2000 x 0,68 / 24 jam + 5000 x 40 % x 0,68 / 24 jam = 2720 ml / 24 jam.
8 jam pertama dibe erikan 1360 ml
16 jam berikutnya diberikan 1360 ml
Cairan yang diberikan adalah cairan isotonic yang mengandung albumin, laktat, bikarbonat, dan karbohidrat. ( RL + Dextran ).

Referensi
1. Advanced Trauma Life Support Program Untuk Dokter, Cedera Kepala, Committee on Trauma American College of Surgeons, Terjemahan Komisi Trauma IKABI, 1997
2. Sutrisno Alibasjah, Trauma Abdomen, Kumpulan Makalah Pelatihan PPGD Bagi Dokter, JICA, RSUD Dr. Soetomo, Dinkesda Tk.I Jatim, 1999
3. A Latief Azis. Terapi Cairan Pada Kegawatan Anak, Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak No. 26, Surabaya. 1997.


PATHWAY EFUSI PLEURA

Pathway Efusi Pleura

Klik Pada Gambar Untuk melihat pathway


Tag: Pathways Efussi Pleura, Pathways Pleura effusion

PROSEDUR PERAWATAN PENDERITA COMBUSTIO


PROSEDUR
PERAWATAN PENDERITA COMBUSTIO DI INSTALASI GAWAT DARURAT

1. Tujuan
Prosedur ini dibuat dimaksudkan untuk mengatur tata cara melakukan perawatan penderita combustiodi IGD agar penderita dapat ditangani dengan baik tepat, cepat dan cermat dalam upaya :
- Mempercepat penyembuhan dan kosmetik
- Mencegah terjadinya infeksi, komplikasi,kontraktur dan kecacatan

2.Referensi
a. Djohansjah Marzoeki, M. Taufiek, M. Sjaifuddin Noer, Luka Bakar (Combustio) Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994
b.Advanced Trauma Life Support Program Untuk Dokter, Trauma Termal, Committee on Trauma American College of Surgeons, Terjemahan Komisi Trauma IKABI, 1997

3. Definisi
Combustio adalah luka yang disebabkan oleh trauma termis, listrik, bahan kimia, dan radiasi yang mengenai kulit maupun jaringan bawah kulit .

PATOFISIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh panas, arus listrik, ataupun bahan kimia.
Perubahan-perubahan yang terjadi akibat diatas adalah :
1.Cairan tubuh.
Tubuh akan kehilangan cairan antara ½ - 1 % blood volume untuk 1% luka bakar.
“Insensible water loss” akan meningkat.
2.Eritrosit pecah karena panas.
3.Ginjal dapat mengalami kegagalan fungsi.
4.Glandula tiroid lebih aktif.
5.Bisa terjadi tukak lambung (curling ulcer).

GEJALA KLINIS
Secara klinis, dalamnya luka bakar dapat ditentukan dalam 3 derajat :
1.Tingkat I : hanya mengenai epidermis
2.Tingkat II : dibagi lagi :
a. Superfisial : mengenai epidermis dan lapisan atas dari korium. Elemen-elemen epithelial yaitu dinding dari kelenjar keringat, lemak dan folikel rambut masih banyak. Karenanya penyembuhan akan mudah (dalam 1 – 2 minggu), tanpa terbentuknya sikatriks.
b. Dalam : sisa-sisa epithelial tinggal sedikit, penyembuhan lebih lama (3 – 4 minggu) dan disertai pembentukan jaringan hipertropis.
3.Tingkat III : Mengenai seluruh tebalnya kulit, atau mengenai juga lapisan dibawah kulit seperti subkutan, otot dan tulang.

Menentukan luasnya luka bakar dengan menggunakan rumus dari Wallace ----> “Rule of Nines” untuk orang dewasa, sedang untuk anak-anak “Modifikasi Rule of Nines”.
Dari luasnya dapat ditentukan :
- Luka bakar parah :
a.Tingkat II : 30%
b.Tingkat III : 10%
c.Luka bakar pada tangan, kaki dan muka.
d.Dengan adanya komplikasi pernapasan, fraktur dan kerusakan jaringan lunak yang luas.

- Luka bakar sedang :
a.Tingkat II : 15 – 30%
b.Tingkat III : 5 – 10% (kecuali mengenai muka, tangan dan genetalia).

- Luka bakar ringan :
a.Tingkat II : <> 20% ) pada tingkat II dan III harus diberikan
- Anak-anak > 15% ) cairan.
Cairan yang dipilih : Ringer Laktat berdasarkan rumus “Baxter”
- Pada dewasa -----------> 4cc/kgBB/%/24 jam.
- Pada anak-anak --------> 2cc/kgBB/% + kebutuhan cairan basal dengan perbandingan kristaloid : koloid = 17 : 3 (menurut Moncrief)
½ nya diberikan 8 jam pertama
½ nya diberikan 16 jam berikutnya.
Dalam hal ini semua yang paling penting ialah observasi produksi urine setiap jam.
• Bila ada tanda-tanda sepsis diberikan antibiotika sesuai hasil kultur, sebagai dasar diberikan Penisilin G, atau Sefalosporin Gen. I.
• Analgesik untuk mengurangi nyeri.
• Makanan tinggi kalori.
• Profilaksis tetanus diberikan toksoid, bila sebelumnya telah mendapat dasar imunisasi. Bila sebelumnya tidak mendapat imunisasi maka berikan “human immune globulin” 500 unit.

• Lukanya : diolesi krim silver sulfadiasin.
Untuk yang MRS -------> secara terbuka
Untuk poliklinik ---------> secara tertutup.

• Untuk luka bakar yang mengenai kaki/tangan melingkar jangan lupa melakukan fasiotomi.

• Tandur alih kulit dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2 minggu dengan diameter > 3 cm.

• Rehabilitasi.

• Untuk luka bakar listrik dan bahan kimia, prinsip perawatan sama pada luka bakar pada umumnya.

Untuk ASUHAN KEPERAWATAN COMBUSTIO Anda bisa KLIK DISINI

PATHWAY HIPOSPADIA

Klik Pada Gambar di bawah ini Untuk Melihat Pathway









Tag: Pathways Hipospadia, Pathways Hypospadia, Pathways Hipospadi



ASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA


REPAIR HIPOSPADIA

DEFINISI
HIPOSPADIA Kelainan congenital pada penis
OUE : - proximal dari Gland
- ventral
Chorde +/

Insidensi
* 1 : 300 / kelahiran bayi laki-laki
( Sweet , et.all.; 1974 )
* Perlu penanganan -->Cermat
-->Tepat
* Sehingga Komplikasi di minimalisir

C. ETIOPATOGENESIS
* Kausa pasti --> belum diketahui
--> multifaktor
* Faktor : 1. Genetik --> sangat berperan
2. Etnik & Geografis
3. Hormonal
4. Pencemaran Lingkungan
D. PATHWAY

E. KLASIFIKASI
Barcat (1973) ANTERIOR 65 % - 70 %
* Glandular
* Coronal
* Anterior Penil
- MIDDLE HYPOSPADIAS
* 10 %
* Middle Penile
- POSTERIOR HYPOSPADIAS
* 20 %
* Posterior Penil
* Penoscrotal
* Perineal

F. TERAPI
* Tujuan : - Anatomi
- Fungsi

* Yang perlu di pertimbangkan dalam repair hipospadia
1.Usia
2.Tipe Hipospadia
3.Ukuran Penis
4.Chordee +/-
* Pengalaman dan kepercayaan operator sangat menentukan tahapan dan keberhasilan operasi

* 2 hal pokok dalam repair hipospadia
1. Release chordee
2. Urethroplasty
* Waktu ideal
6 bulan 18 bulan
sebaiknya sebelum sekolah

HASIL :
- 63 Kasus ------> 17 kasus ( 28,98 % ) terjadi komplikasi
- 17 kasus(26,98%) KOMPLIKASI

Satu Tahap: 7 kasus (11,11 %)
Infeksi 1 kasus
Fistula 4 kasus
Striktura 2 kasus
Dua tahap: 10 kasus ( 15,87 % )
Infeksi 4 kasus
Fistula 4 kasus
Striktura 2 kasus

Kejadian komplikasi antara satu tahap& dua tahap peluangnya hampir sama (p>0.05)
Usia :  1 tahun –
1 – 5 tahun 11 kasus (17,46 %)
> 5 tahun 6 kasus (9,52 %)

Ternyata usia 1 – 5 tahun merupakan usia yang sukar dikendalikan emosionalnya sedangkan usia  1 tahun masih dalam asuhan ibunya karena belum bisa jalan sedangkan usia > 5 tahun merupakan usia yang sudah bisa diberi pengertian ( usia sekolah dasar ).
Komplikasi Penoscrotal 10 kasus (15,87 %)
Penil 7 kasus (11,11 %)

Semakin ke proksimal kelainan hipospadianya semakin sukar tehnik operasinya dan semakin besar kejadian komplikasinya.

KESIMPULAN
* Repair hipospadia antara satu tahap dengan dua tahap untuk terjadinya komplikasi tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05).
* Kejadian komplikasi pasca repair hipospadia yang paling banyak yaitu fistula urethrocutaneus(12,69%).
* Kepecayaan diri dan pengalaman operator menentukan tentang tahap dan keberhasilan operasi.
* Di sarankan penanganan hipospadia dilakukan dengan operasi satu tahap.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TINDAKAN URETHROPLASTY
A. DIAGNOSA
1.PRA OPERASI
Kecemasan/ansietas b/d kurangnya pengetahuan mengenai kondisi,prognosis, dan kebutuhan pengobatan
TUJUAN
Kecemasan/ansietas hilang/berkurang satelah dilakukan asuhan keperawatan dalam1X20 menit, dengan criteria hasi, klien akan :
a. mengutarakan proses penyakit/proses preoperasi dan harapan pasca operasi
b. melakukan prosedur yang diperlukan untuk menjelaskan alasan dari suatu tindakan
c. memulai perubahan gaya hidup yang dperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan
INTERVENSI
- Kaji tingkat pemahaman pasien
- Gunakan sumber-sumber pengajaran, sesuai keadaan
- Melaksanakan program pengajaran pra operasi individual
- Informasikan pasien/orang terdekat mengenai rencana perjalanan, komunikasi dokter/orang terdekat

RASIONAL
-Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran
-Media khusus akan dapat memenuhi kebutuhan pasian untuk belajar
-Meningkatkan pemahaman atau kontrol pasien dan memungkinkan partisipasi dalam perawatan pasca operasi
-Informasi logistik mengenai jadwal dan kamar operasi, mencegah keraguan dan kebingungan akan kesehatan pasian, dan prosedur yang akan dilakukan
B. DIAGNOSA
INTRA OPERASI
Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh b/d penggunaan obat/zat anerstesi
TUJUAN
Suhu tubuh dalam batas normal dan stabil setelah dlakukan asuhan keperawatan selama 1X30 menit, dengan criteria hasil. klien akan :
mempertahankan suhu tubuh dalam jangkauan normal
INTERVENSI
- Sediakan pengukuran suhu pada pasien dengan elevasi suhu operasi
- Catat elevasi suhu yang cepat/ demam tinggi menetap dan obati secara tepat per protocol
- Sediakan selimut penghangat pada saat saat darurat untuk anestesi
RASIONAL
- Irigasi dan pemajana permukaan kulit keudara mungkin dibutuhkan untuk menurunkan suhu
- Hipertermia malignan harus diobati dan dikenali dengan tepat untuk menghindari - komplikasi yang serius
- Anestesi inhalasi akan menekan hipotalamus, dan mengakibatkan regulasi suhu tubuh

C.DIAGNOSA
PASCA OPERASI
1.Tidak efektif pola nafas b/d neuromuscular, ketidakseimbangan perceptual/kognitif
TUJUAN
Setelah dlakukan tindakan keperawatan 1X30 menit, polanafas stabil efektif, dengan KH, klien akan:
Menetapakn pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya
INTERVENSI
- Pertahankan jalan udara klien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal oral
- Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan pada periode pasca operasi
RASIONAL
- Mencegah obstruksi jalan nafas
- Ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi, meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anestesi

2.Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal(perdarahan, muntah, dll)
TUJUAN
Volume cairan pasien dapat dipertahankan dalam batas normal setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24jam,dengan KH klien akan:
mendemonstrsikan keseinbangan cairan yang adekuat,TTV stabil,turgor kulit normal, membran mukosa lembab, Pengeluaran urine yang sesuai
INTERVENSI
- Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan
- Periksa pembalut, alat drein pada interval reguler
- Pantau suhu kulit,palpasi denyut perifer
RASIONAL
-Peningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan.
-Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia atau hemoragi. Pembengkakan local mungkin mengindikasikan formasi hematoma/p
erdarahan.
-Kulit yang dingin lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pemberian cairan tambahan
3.Gangguan rasa nyaman,nyeri akut b/d gangguan integritas kulit jaringan
TUJUAN
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri akan berkurang, dengan KH, klien akan :
- mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/ dihilangkan
- Tampak santai dapat beristirahat/tidur dan ikut serta dalam aktiftas sesuai kemampuan
INTERVENSI
- Evaluasi rasa sakut secara reguler, catat karakteristik, lokasi dan intensitas.
- Dorong penggunaan tehnik relaksasi
- Lakukan reposisi sesuai petunjuk
RASIONAL
- Sediakan informasi mengenai kebutuhan/evektivitas intervensi.
- Lepaskan tegangan emosional dan otot
- Memungkinkan mengurangi rsa sakit dan meningkatka serkulasi. Posisi semi-fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung arthritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.

DAFTAR PUSTAKA
- Barlow, Sheilla dan Weller, Barbara F.(1985) Pediatric Nursing. Jakarta : Engish Langue Book Society
- Carpenito, Linda Juall.(2001).Buku saku diagnosa keperawatan,Jakarta :EGC
- Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M.(1995) Pathofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Jakarta : EGC
- Rekso Prodjo, Soelarto.(1995) Ilmu Bedah.Jakarta :FKUI
- Suriadi dan Yuliani,Rita.(2001).Askep Pada Anak,edisi 1. Jakarta : Fajar Interpretama
- Smelzer, Suzane. (2002). Keperawatan Medikal Bedak,edisi 8.Jakarta : EGC
- www.medicastore.co.org

ASUHAN KEPERAWATAN VESIKOLITHIASIS


ASUHAN KEPERAWATAN VESIKOLITHIASIS
A. Pengertian
Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal (Long, 1996:322).
Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri ( Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027).
Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).
Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi (Smeltzer, 2002:1442). Long, (1996:318) menyatakan sumbatan saluran kemih yang bisa terjadi dimana saja pada bagian saluran dari mulai kaliks renal sampai meatus uretra. Hidronefrosis adalah pelebaran/dilatasi pelvis ginjal dan kaliks, disertai dengan atrofi parenkim ginjal, disebabkan oleh hambatan aliran kemih. Hambatan ini dapat berlangsung mendadak atau perlahan-lahan, dan dapat terjadi di semua aras (level) saluran kemih dari uretra sampai pelvis renalis (Wijaya dan Miranti, 2001:61).
Vesikolithotomi adalah alternatif untuk membuka dan mengambil batu yang ada di kandung kemih, sehingga pasien tersebut tidak mengalami ganguan pada aliran perkemihannya Franzoni D.F dan Decter R.M (http://www.medscape.com, 8 Juli 2006)Email ThisClose .

B. Etiologi
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah
1. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).

C. Pathofisiologi
Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi, pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2001:997).
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori (Soeparman, 2001:388):

1. Teori Supersaturasi
Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi kristal dan kemudian menjadi batu.

2. Teori Matriks
Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5 hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.

3. Teori Kurangnya Inhibitor
Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya kelarutan, sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat mukopolisakarida dan fosfat merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.

4. Teori Epistaxy
Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
5. Teori Kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.
D. Manifestasi Klinis
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).

Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.

Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal (http://www.medicastore.com, 26 Juni 2006) adalah:

1. Hematuri.
2. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
3. Demam.



PATHWAY VESIKOLITHIASIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENUMOTHORAX


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN PENUMOTHORAX


I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.

B. Anatomi
1. Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
- Depan : Sternum dan tulang iga.
- Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
- Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
- Bawah : Diafragma
- Atas : Dasar leher.
Isi :
- Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru peserta pembungkus pleuranya.
- Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).

C. Patofisiologi
Mengenai rongga toraks sampai
rongga pleura, udara bisa masuk (pneumothorax)

Terjadi robekan Pembuluh Darah intercostal, pembuluh darah jaringan paru-paru.

Karena tekanan negative intrapleuraMaka udara luar akan terhisap masuk kerongga pleura (sucking wound)

Terjadi perdarahan :
(perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)

Tahanan perifer pembuluh paru naik
(aliran darah turun)

Oper penumothorax
Close pneumotoraks
Tension pneumotoraks

- Ringan kurang 300 cc ---- di punksi
- Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain
- Berat lebih 800 cc ------ torakotomi

Tek. Pleura meningkat terus

Mendesak paru-paru
(kompresi dan dekompresi),
pertukaran gas berkurang

Sesak napas yang progresif
(sukar bernapas/bernapas berat)
Bising napas berkurang/hilang
Bunyi napas sonor/hipersonor
Foto toraks gambaran udara lebih 1/4 dari rongga torak


- Sesak napas yang progresif
- Nyeri bernapas / pernafsan asimetris / adanya jejas atau trauma
- Nyeri bernapas
- Pekak dengan batas jelas/tak jelas.
- Bising napas tak terdenga
- Nadi cepat/lemah
- Anemis / pucat
- Poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan
WSD/Bullow Drainage
Terdapat luka pada WSD
Nyeri pada luka bila untuk bergerak
Ketidak efektifan pola pernapasan
Inefektif bersihan jalan napas

- Kerusakan integritas kulit
- Resiko terhadap infeksi
- Perubahan kenyamanan : Nyeri perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas fisik
- Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran mediatinum

D. Pemeriksaan Penunjang :
a. Photo toraks (pengembangan paru-paru).
b. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).


E. Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.

2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
- Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.

d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
? Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
? Latihan napas dalam.
? Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
? Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
? Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
? Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.

F. Pemeriksaan penunjang
a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b. Diagnosis fisik :
> Bila pneumotoraks <> Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
> Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
> Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
G. Terapi :
a. Antibiotika.
b. Analgetika.
c. Expectorant.

H. Komplikasi
1. Tension Penumototrax
2. Penumotoraks Bilateral
3. Emfiema

II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian :
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
? Sesak napas
? Nyeri, batuk-batuk.
? Terdapat retraksi klavikula/dada.
? Pengambangan paru tidak simetris.
? Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
? Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup)
? Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
? Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
? Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
? Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2. Sistem Kardiovaskuler :
? Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
? Takhikardia, lemah
? Pucat, Hb turun /normal.
? Hipotensi.

3. Sistem Persyarafan :
? Tidak ada kelainan.

4. Sistem Perkemihan.
? Tidak ada kelainan.

5. Sistem Pencernaan :
? Tidak ada kelainan.

6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
? Kemampuan sendi terbatas.
? Ada luka bekas tusukan benda tajam.
? Terdapat kelemahan.
? Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7. Sistem Endokrine :
? Terjadi peningkatan metabolisme.
? Kelemahan.

8. Sistem Sosial / Interaksi.
? Tidak ada hambatan.

9. Spiritual :
? Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

C. Pemeriksaan Diagnostik :
? Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
? Pa Co2 kadang-kadang menurun.
? Pa O2 normal / menurun.
? Saturasi O2 menurun (biasanya).
? Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
? Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

I. Intevensi Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
? Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
? Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
? Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

INTERVENSI
RASIONAL
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
? Pemberian antibiotika.
? Pemberian analgetika.
? Fisioterapi dada.
? Konsul photo toraks.
a. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f. .
1) Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
? Menunjukkan batuk yang efektif.
? Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
? Klien nyaman.

INTERVENSI
RASIONAL
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
d. Lakukan pernapasan diafragma.
e. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
f. Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
h. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
i. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
j. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
? Pemberian expectoran.
? Pemberian antibiotika.
? Fisioterapi dada.
? Konsul photo toraks.
a. Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
c. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
d. Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e. Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
f. Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
g. Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
h. Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.
i. Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut
j. Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
? Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
? Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
? Pasien tidak gelisah.
INTERVENSI
RASIONAL
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.

b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
c. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
d. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
e. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.

f. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
g. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
a. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
b. Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.

c. Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
d. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.


e. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
f. Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
g. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPEREMESIS GRAVIDARUM
A. Pengertian
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi. (Rustam Mochtar, 1998)
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat timbul setiap saat dan bahkan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nausea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga terjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan. (Ben-Zion, MD, hal : 232)
Hiperemesis diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan. (Hellen Farrer, 1999, hal : 112)

B.Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadian adalah 3,5 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan : ( Rustan Mochtar, 1998 )
1.Faktor organik, yaitu karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat kehamilan serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan-perubahan ini serta adanya alergi, yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin.
2.Faktor Psikologik.
Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
3.Faktor endokrin lainnya : hipertiroid, diabetes, peningkatan kadar HCG dan lain-lain.

C.Patologi
Pada otopsi wanita meninggal karena hiperemesis gravidarum diperoleh keterangan bahwa terjadinya kelainan pada organ-organ tubuh adalah sebagai berikut
1.Hepar  pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak sentrilobuler tanpa nekrosis.
2.Jantung  jantung atrofi, menjadi lebih kecil dari biasa. Kadang kala dijumpai perdarahan sub-endokardial.
3.Otak  terdapat bercak-bercak perdarahan pada otak dan kelainan seperti pada ensepalopati Wirnicke.
4.Ginjal  ginjal tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli kontorti.

D.Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. Bila terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena okisidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik, dan aseton dalam darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu, dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Di samping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung ( sindroma mollary-weiss ), dengan akibat perdarahan gastrointestinal.

E.Tanda dan Gejala
Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan, bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi, apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
1.Tingkatan I (Ringan)
a.Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita.
b.Ibu merasa lemah.
c.Nafsu makan tidak ada.
d.Berat badan menurun.
e.Merasa nyeri pada epigastrium.
f.Nadi meningkat sekitar 100 per menit.
g.Tekanan darah menurun.
h.Turgor kulit berkurang.
i.Lidah mengering.
j.Mata cekung.
2.Tingkatan II (sedang)
a.Penderita tampak lebih lemah dan apatis.
b.Turgor kulit mulai jelek.
c.Lidah mengering dan tampak kotor.
d.Nadi kecil dan cepat.
e.Suhu badan naik ( dehidrasi ).
f.Mata mulai ikteris.
g.Berat badan turun dan mata cekung.
h.Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria, dan kontipasi.
i.Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria.
3.Tingkatan III ( Berat )
a.Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma).
b.Dehidrasi hebat.
c.Nadi kecil, cepat dan halus.
d.Suhu meningkat dan tensi turun.
e.Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenalsebagai ensepalopati Wernicke, dengan gejala nistagmus, diplopia, dan penurunan mental.
f.Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati.

F.Penanganan
1.Pencegahan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamiloan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologi. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :
a.Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan.
b.Ibu dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering.
c.Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.
d.Hindari makan yang berminyak dan berbau lemak.
e.Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas ataupun terlalu dingin.
f.Usahakan defekasi teratur.
2.Terapi obat-obatan
Apabila dengan cara di atas keluhan dan gejala tidak berkurang diperlukan pengobatan.
a.Tidak memberikan obat yang teratogen.
b.Sedetiva yang sering diberikan adalah Phenobarbital.
c.Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6.
d.Anthistaminika seperti dramamin, avomin.
e.Pada keadaan berat, antiemetik seperti disiklomin hidrokhloride atau khlorpromasin.
3.Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.
Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut :
a.Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah, dan peredaran udara baik. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar dan masuk. Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan.
b.Terapi psikologik
Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal, dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan khawatir. Yakinkan penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah atau konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
c.Terapi parental
Berikan cairan parental yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnyvitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intravena. Buat dalam daftar kontrol cairan yang masuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan seperti yang telah disebutkan di atas.
d.Terminasi kehamilan
Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterius, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi di lain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala irreversibel pada organ vital.

G. Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat mamuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit in dapat mengancam jiwa ibu dan janin.

I.Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1.Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Pengeluaran nutrisi yang berlebihan dan intake kurang.
Tujuan :
a.Menjelaskan komponen diet seimbang prenatal, memberi makanan yang mengandung vitamin, mineral, protein dan besi.
b.Mengikuti diet yang dianjurkan.
c.Mengkonsumsi suplemen zat besi / vitamin sesuai resep.
d.Menunjukkan penambahan berat badan yang sesuai ( biasanya 1,5 kg pada ahir trimester pertama )
Intervensi :
a.Tentukan keadekuatan kebiasaan asupan nutrisi dulu / sekarang dengan menggunakan batasan 24 jam. Perhatikan kondisi rambut, kulit dan kuku.
b.Dapatkan riwayat kesehatan ; cacat usia ( khususnya kurang dari 17 tahun, lebih dari 35 tahun).
c.Pastikan tingkat pengetahuan tentang kebutuhan diet.
d.Berikan informasi tertulis / verbal yang tepat tentang diet pranatal dan suplemen vitamin / zat besi setiap hari.
e.Evaluasi motivasi / sikap dengan mendengar keterangan klien dan meminta umpa balik tentang informasi yang di berikan.
f.Tanyakan keyakinan berkenaan dengan diet sesuai budaya dan hal – hal tabu selama kehamilan.
g.Perhatikan adanya pika/mengidam. Kaji pilihan bahwa bukan makanan dan itngkat moitvasi untuk memakannya.
h.Timbang berat badan klien ; pastikan berat badan pregravid biasanya. Berikan informasi tentang penambahan prenatal yang optimum.
i.Tinjau ulang frekuensi dan beratnya mual/muntah. Kesampingkan muntah pernisiosa (hiperemesis gravidarum)
j.Pantau kadar hemoglobin (Hb)/Hematokrit (Ht)
k.Tes urine terhadap aseton, albumin, dan glukosa.
l.Ukur pembesaran uterus.
m.Buat rujukan yang perlu sesuai idikasi ( misal pada ahli diet,pelayanan social )
n.Rujuk pada program makanan Wanita, Bayi, Anak – anak dengan tepat.
2.Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d kehilangan cairan.
Tujuan :
a.Mengidentifikasi dan melakukan tindakan untuk menurunkan frekuensi dan keparahan mual/muntah.
b.Mengkonsumsi cairan dengan jumlah yang sesuai setiap hari.
c.Mengidenifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala dehidrasi yang memerlukan tindakan.
Intervensi :
a.Auskultasi denyut jantung janin ( DJJ ).
b.Tenutkan frekuensi/ beratnya mual/muntah.
c.Tinjau ulang riwayat kemungkinan masalah medis lain (miasal; ulkus peptikum, gastritis, kolesistisis).
d.Anjurkan klien memperahankan masukan/keluaran, tes urin,dan penurunan bert badan setiap hari.
e.Kaji suhu dan turgor kulit, membrane mukosa, tekanan darah (TD), suhu, masukan/keluaran,daan berat jenis urine. Timbang berat badan klien daan banidngkan dengan standar.
f.Anjurkan penigkatan mauskan minian berkarbonat, makan enam kali sehari dengan jumlah yang sedikit, dan makanan tinggi karbohidrat (mis; popcorn,roti kering sebelum bangun tidur).
3.Gangguan citra diri b.d perubahan penampilan sekunder akibat kehamilan
Tujuan :
a.Membuat gambaran diri lebih nyata
b.Mengakui diri sebagai individu
c.Menerima tanggung jawab untuk tindakan sendiri.
Intervensi :
a.Buat hubungan terapeutik perawat/pasien
b.Tingkatkan Konsep diri tanpa penilaian moral
c.Biarkan pasien menggambarkan dirinya sendiri.
d.Nyatakan aturan dengan jelas tentang jadwal penimbangan,tetap melihat waktu makan dan minum obat, dan konsekuensi bila tak mengikuti aturan.
e.Beri respon terhadap kenyataan bila pasien membuat penyataan tidak relistis seperti “ saya meningkatkan berat badan ;jadi saya benar-benar tidak apa-apa “.
f.Sadari reaksi sendiri terhadap perilaku pasien. Hindari perdebatan.
g.Bantu pasien untuk melakuakn kontrol pada area selain dari makan/penurunan berat badan. Missal : manajemen aktivitas harian, pilihan kerja/kesenangan.
4.Intoleransi aktivitas b.d kelemahan tubuh, penurunan metabolisme sel.
Tujuan :
a.Melaporkan peningkatan rasa sejahtera/tingkat energi.
b.Mendemonstrasikan peningkatan aktivitas fisik yang dapat diukur.
Intervensi :
a.Pantau respon fisiologis terhadap aktivitas, missal ; perubahan TD atau frekuensi jantung/pernafasan.
b.Buat tujuan aktivitas realistis dengan pasien.
c.Rencanakan perawatan untuk memungkinkan periode istirahat.Jadwalkan aktivitas untuk periode bila pasien mempunyai banyak energi. Libatkan pasien/orang terdekat dalam perencanaan jadwal.
d.Dorong pasien untuk melakukan kapanpun mungkin, misal ; perawatan diri, bangin dari kursi, berjalan.
e.Beriakn latihan rentang gerak pasif/aktif pada pasien yang terbaring di tempat tidur.
f.Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah, singkirkan perabotan, bantu ambulasi.
g.Berikan O2 suplemen sesuai indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

- Doengoes, Marilyn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
- Wolf, weitzel,Fuerst.1984. Dasar – Dasar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Gunung Agung.
- Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar – Dasar Keperawatan Maternitas edisi 6. Jakarta : EGC
- Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obsteri jilid I. Jakarta : EGC.
- Arif, Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid I. Jakarta : Media Acculapius.
- Teber, Ben-Zian. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC
- Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta ; Tridasa Printer.



TRANSFUSI DARAH


PENGERTIAN :
Pemberian darah dari kantung darah kedalam tubuh melalui pembuluh vena
TUJUAN :
Melaksanakan fungsi kolaborasi dengan dokter.
INDIKASI :
1.Perdarahan akut sampai Hb<8gr% atau Ht < 30% 2.Klien dengan penyakit kelainan darah tertentu (misalnya anemia, leukemia) KOMPLIKASI: 1.Reaksi transfusi hemolitik a.Reaksi hemolitik ekstravaskuler b.Reaksi hemolitik intravaskuler 2.Infeksi a.Bakteri (stapilokok, citobakter) b.Virus (hepatitis, AIDS, CMV) c.Parasit (malaria) 3.Lain-lain Demam, urtikaria, anafilaksis, hiperkalemia, asidosis
PERSIAPAN ALAT :
Transfusi set
Cairan NaCl
Persediaian darah yang sesuai dengan golongan darah klien, sesuai dengan kebutuhan
Sarung tangan 1 pasang
Perlak dan pengalas
Penunjuk waktu
PROSEDUR KERJA DAN RASIONALISASI :
A.Tahap Pra interaksi
1.Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
Untuk menjamin ketepatan pasien, tindakan dan yang akan dilakukan
2.Mencuci tangan
Mengurangi transmisi mikro organisme
3.Menempatkan alat didekat pasien
Memudahkan untuk melakukan tindakan
B.Tahap Orientasi
1.Memberikan Salam
Sebagai pendekatan terapeutik
2.Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
Agar klien/keluarga mengerti tunjuan tindakan yang akan dilakukan
3.Menanyakan kesiapan klien sebelum tindakan dilakukan
Pasien siap terhadap prosedur tindakan
C.Tahap kerja
1.Melepaskan selang infuse dan flabote dan memindahkan ke kantung darah
2.Menghitung jumlah tetesan sesuai program
Mempertahankan kecepatan tetesan darah yang tepat
3.Memperhatikan reaksi pasien
Waspada terhadap reaksi alergi dari transfusi
D.Tahap Terminasi
1.Merapikan Pasien
Menciptakan suasana nyaman pasien
2.Berpamitan dengan klien
Klien mengetahui tindakan telah selesai di lakukan
3.Membersihkan alat
Mengurangi transmisi mikroorganisme
4.Mencuci tangan
Mengurangi transmisi mikroorganisme.
5.Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Mencatatkan pemberian transfusi sesuai pesanan dokter.

SEBAB-SEBAB MAHASISWA TIDAK DAPAT MASUK KULIAH 100%


Pada saat ini banyak sekali kita melihat mahasiswa atau mahasiswi yang tidak dapat mengikuti kuliah atau tidak dapat hadir 100% dalam berkuliah. Maka dari itu saya akan mencoba untuk membahasnya.

Mungkin saja mahasiswa yang tidak mengikuti perkuliahan, itu disebabkan oleh beberapa sebab, antara lain: tidak niatnya mahasiswa itu sendiri untuk mengikuti perkuliahan dan menganggap remeh kuliah, mungkin dia sampai membolos kuliah hanya sekedar nongkrong untuk ngopi dan kumpul-kumpul dengan teman-temannya saja. Padahal kuliah itu sangat penting sekali bagi kita semua, karena dengan berkuliah kita bisa mendapatkan keterampilan, ilmu pengetahuan dan menambah wawasan kita untuk berkecimpung didalam masyarakat luas atau bekerja. Selain itu pada zaman sekarang ini biaya untuk berkuliah tidaklah murah, banyak orang yang ingin sekali bisa berkuliah tetapi tidak mampu, karena terhambat dangan mahalnya biaya untuk kuliah.

Sebab yang lainnya yaitu bekerja sambil kuliah. Sekarang ini banyak sekali mahasiswa yang bekerja sambil kuliah hanya untuk menambah kekurangan pembayaran kuliah yang cukup mahal atau bisa juga untuk menambah wawasan, gelar, dan meningkatkan gelar bagi mereka yang sudah bekerja. Hal tersebut bisa menjadi salah satu faktor bagi mahasiswa yang tidak bisa mengikuti perkuliahan dengan maksimal, yang dikarenakan sulitnya mahasiswa tersebut untuk mengatur waktu antara bekerja dan kuliah.
Selain hal-hal tersebut yang bisa menyebabkan mahasiswa tidak bisa mengikuti kuliah 100% yaitu dikarenakan sakit.



Maka dari itu marilah kita semua sadar akan betapa pentingnya kuliah itu, dengan tidak lagi malas dan suka membolos kuliah, karena tidak semua orang beruntung seperti kita semua yang mampu untuk melanjutkan kuliah, yang disebabkan biaya kuliah yang cukup mahal. Karena itu kita harus banyak-banyak bersyukur bisa berkuliah. Semoga saja kita sebagai mahasiswa tidak menyia-nyiakan untuk mengikuti kuliah dikampus ini dan bisa mengikuti perkuliahan dengan maksimal, supaya besok kita semua bisa menjadi orang-orang yang sukses dan berguna bagi nusa dan bangsa. Amien…!

Lowongan Pekerjaan Ke jepang


DEPARTEMEN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN
PUSAT PEMBERDAYAAN PROFESI DAN TENAGA KESEHATAN LUAR NEGERI
(PUSPRONAKES LN)
PROGRAM PENEMPATAN PERAWAT INDONESIA KE JEPANG
ANGKATAN II TAHUN 2009


Departemen Kesehatan RI membuka kesempatan bagi Perawat Indonesia untuk bekerja sebagai Perawat di Jepang sebagai realisasi dari kesepakatan G to G dalam kerangka IJEPA (Indonesia Japan Economic Partnership Agreement). Kontrak kerja selama 3 (tahun). Total kuota 400 perawat (untuk tahun 2008-2009)
Angkatan I tahun 2008 berjumlah 104 orang perawat Indonesia telah tiba di Jepang pada tanggal 8 Agustus 2008 dan saat ini sedang mengikuti pelatihan bahasa dan budaya Jepang. Status sementara: candidate nurse .Selama masa kontrak kerja 3 tahun di Jepang para candidat nurse berhak mengikuti ujian RN Jepang (Kangoshi) yang diselenggarakan 1x setahun setiap bulan Februari. Bila lulus ujian maka berhak bekerja sebagai nurse dan kontrak kerjanya akan diperbaharui oleh pihak RS tempatnya bekerja.
Angkatan II direncanakan terpilih 296 perawat untuk ditempatkan ke Jepang tahun 2009. Pendaftaran ke :
PUSPRONAKES LN DEPKES RI
Jln. Wijaya Kusuma Raya No. 48 Cilandak Jakarta Selatan 12430
Telp 021-75914747 (pswt 115,117, 112 dan 102), Fax 021-75914740
Website : www.depkes.go.id, www.bppsdmk.depkes.go.id, www.Puspronakesln.org
e-mail : puspronakesln@yahoo.com

PATHWAY HEPATITIS

TERAPI CAIRAN(PEMASANGAN INFUSE)


Klik Disini Untuk Mendownload
PENGERTIAN :
Pemasangan infuse untuk pemberian obat/cairan melalui parentral.

TUJUAN :
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang menganung air, elektrolit, vitamin, protein lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral
2. Memperbaiki keseimbangan asam basa
3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
4. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
5. Memonitor tekan Vena Central (CVP)
6. Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan di istirahatkan.

INDIKASI:

1. Pada Keadaan emergency resusitasi jantung paru memungkinkan pemberian obat secara langsung kedalam intravena.
2. Untuk memberikan respon yang cepat terhadap pemberian obat(furosemid, digoxin)
3. Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah obat dalam jumlah besar secara terus-menerus melalui infuse (lidokain, xilokain)
4. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan dengan injeksi intramuskuler.
5. Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat di campur dalam satu botol.
6. Untuk memasukkan obat yang tidak dapat diberikan secara oral (missal :pada pasien koma) atau intra muskuler (missal : pasien dengan gangguan koagulasi)

KOMPLIKASI:

1. Infiltrasi (Ekstravasasi)
2. Tromboplebitis
3. Bakterimia
4. Emboli Udara
5. Perdarahan

PERALATAN :

* Larutan IV yang tepat
* Jarum/kateter untuk pungsi vena yang sesuai
* Perangkat pemberian (pilihan tergantung padatipe larutan dan kecepatan pemberian: Bayi an anak kecil memerlukan selang mikro drip, yang memberikan tetesan 60 tts/ menit)
* Torniket
* Sarung tangan sekali pakai
* Papan tangan
* Kassa 2 x 2 cm dan salep providon iodine; atau untuk balutan transparan, larutan providon iodine
* Plester yang telah dipotong dan siap digunakan
* Handuk untuk diletakkan dibawah tangan
* Tiang intra vena
* Pakaian khusus dengan kancing dilapisan bahu (Membuat pelepasan selang IV lebih mudah) Bila tersedia

PROSEDUR KERJA DAN RASIONALISASI :

1. Tahap Pra interaksi

1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada

Untuk menjamin ketepatan pasien, tindakan dan yang akan dilakukan

1. Mencuci tangan

Mengurangi transmisi mikro organisme

1. Menempatkan alat didekat pasien

Memudahkan untuk melakukan tindakan

1. Tahap Orientasi

1. Memberikan Salam

Sebagai pendekatan terapeutik

1. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien

Agar klien/keluarga mengerti tunjuan tindakan yang akan dilakukan

1. Menanyakan kesiapan klien sebelum tindakan dilakukan

Pasien siap terhadap prosedur tindakan

1. Tahap kerja

1. Atur peralatan disamping yang bebas dari kusut atau diatas meja tempat tidur.

Mengurangi resiko kontaminnasi dan kecelakaan

1. Buka kemasan steril dengan tehnik aseptic.

Mencegah kontaminasi pada objek steril.

1. Periksa larutan. Pastikan zat aditif yang yang telah diresaepkan seperti kalium dan vitamin telah ditambahkan. Periksa larutan terhadap warna, kejernihan dan tanggal kadaluarsa.

Larutan IV adalah obat yang harus diperiksa hati-hatiuntuk mngurangi resiko kesalahan, kandungan partikel atau yang telah kadaluarsa untuk tidak digunakan.

1. Bila menggunakan larutan IV dalam botol, lepaskan penutup logam dan lempeng karet dan logam di bawah penutup. Untuk kantung larutan IV plastic lepaskan lapisan plastik diatas port selang IV.

Memungkinkan masuknya selang infuse kedalam larutan.

1. Buka set Infus , mempertahankan sterilitas pada kedua ujung.

Mencegah bakteri memasuki ke peralatan infus dan aliran darah.

1. Pasang klem rol sekitar 2-4 cm (1-2 inci) dibawah bilik drip dan pindahkan kem roll ke posisi off.

Jarak terdekat klem roll ke bilikdrip memungkinkan pengaturan kecepatan aliran lebih akurat. Memindahkan klem ke posisi off mencegah penetesan cairan pada klien,perawat, tempat tidur atau lantai.

1. Tusukkan set infuse kedalam botol atau kantung cairan.
- Lepaskan penutup pelindung kantung IV tanpa menyentuh lubangnya.
Mempertahankan kesterialan larutan.
- Lepaskan penutup pelindung dari paku penusuk selang, jangan menyentuh paku penusuk dan tusukan paku kedalam lubang kantung IV. Atau tusukkan penusuk ke penyumbat karet hitam dari botol. Bersihkan karet penyumbat dengan antiseptic sebelum memasukkan paku penusuk.
Mencegah kontaminasi larutan dari paku penusuk yang terkontaminasi

1. Isi Selang infuse
- Tekan bilik drip dan lepaskan, biarkan terisi 1/3 sampai ½ penuh.
Menciptakan efek penghisap cairan masuk ke ruang drip untuk mencegah udara masuk selang.
- Lepaskan pelindung jarum dan klem rol untuk memungkinkan cairan memenuhi bilik drip melalui selang ke adapter jarum. Kembalikan klem roll ke posisi off setelah selang terisi.
Mengeluarkan udara dari selang memungkinkan selang terisi oleh larutan.
Penutupan klem mencegah kehilangan cairan yang tak di sengaja.
- Pastikan selang bersih dari udara dan gelembung udara.

Gelembung udara yang besar dapat bertindak sebagai emboli. Buang udara dengan membiarkan cairan mengalir melalui selang sampai selang bebas udara. Tamping kelebihan udara pada bengkok dan buang

- Lepaskan pelindung jarum
Mepertahankan kesterilan system.
1. Pilih jarum IV yang tepat atau Over Needle Catheter (ONC)
Perlu untuk pungsi vena dan memasukkan cairan IV
1. Pilih tempat distal vena yang digunakan
Bila terjadi sklerosis atau kerusakan vena, tempat proksimal dari vena yang sama masih dapat digunakan.
1. Bila terjadi banyak rambut pada tempat penusukan guntinglah!

Mengurangi resiko kontaminasi dari bakteri pada rambut. Juga membantu mempertahankan keutuhan balutan dan membuat pelepasan plester menjadi kurang nyeri. Pencukuran dapat menyebabkan mikro abrasi dan mencetuskan infeksi.
1. Bila mungkin letakkan ekstermitas pada posisi dependen
Memungkinkan dilatasi vena dan visibilitas
1. Letakkan torniket 10 sampai 12 cm di atas penusukan. Torniqket harus menyumbat aliran vena, bukan arteri. Periksa adanya nadi distal
Tidak terdapatnya aliran arterial menghambat pengisian vena
1. Kenakan sarung tangan sekali pakai. Pelindung mata dan masker dapat digunakan untuk mencegah percikan darah pada membrane mukosa perawat.
Menurunkan pemajanan terhadap HIV, hepatitis dan organism yang ditularkan melalui darah
1. Letakkan ujung adapter jarum perangkat infuse dekat dengan kassa steril atau handuk.
Memungkinkan penghubungan infuse yang cepat, lancer pada jarum IV setelah penusukan vena.
1. Pilih vena yang terdilatasi baik. Metode-metode untuk membantu mendilatasi vena meliputi :
- Menggosok ekstermitas dari distal ke proksimal di bawah tempat vena yang di maksud.
Meningkatkan volume darah dalam vena di tempat pungsi vena
- Menggenggam dan melepaskan genggaman
Kontraksi otot meningkatkan jumlah darah pada ekstermitas

- Menepuk perlahan diatas vena
Membantu dilatasi vena
- Memasang kompres hangat pada ekstermitas, Misalnya dengan waslap hangat.
Meningkatkan suplai darah dan membantu dilatasi vena
Providone iodine merupakan antiefektif topical yang mengurangi bakteri permukaan kulit, sentuhan akan mengakibatkan perpindahan bakteri dari tangan perawat ke tempat pungsi. Providon iodine harus kering untuk mendapatkan manfaat yang efektif.
1. Lakukan pungsi vena. Tahan vena dengan meletakkan ibu jari di atas vena dan dengan meregangkan kulit berlawanan arah dengan arah penusukan 5-7.5 cm kearah distal tempat penusukan. Jarum kupu – kupu : pegang jarum pada sudut 20-30 derajat dengan bevel kearah atas distal terhadap tempat actual pungsi vena.ONC: tusuk dengan bevel menghadap keatas pada sudut 20-30 derajat sedikit kearah distal terhadap tempat actual pungsi vena.

Letakkan jarum parallel terhadap vena. Bila vena di pungsi, resiko tertusuknya dinding vena posterior dikurangi

1. Perhatikan keluarnya darah melalui selang jarum kupu-kupu atau bilik flashback ONC, yang menandakan bahwa jarum telah menusuk vena. Turunkan jarum sampai hamper menyentuh kulit. Dorong jarum kupu-kupu sampai hub menempel dengan tempat pungsi vena. Dorong kateter ONC 0,6 cm kedalam vena lalu lepaskan stiletnya. Dorong kateter sampai hub menempel dengan tempat pungsi vena. Jangan pernah mememasukkan kembali stilet bila telah melepaskannnya.

Penusukkan kembali stilet dapat menyebabkan kerusakan cateter dalam vena

1. Tahan kateter dengan satu tangan, lepaskan torneket dan lepaskan stilet dari ONC. Jangan menutu kembali stilet. Dengan cepat hubungkan adapter jarum dari perangkat pemberian ke hub dari ONC atau selang kupu-kupu. Jangan pernah menyentuh tempat masuk adapter jarum.

Memungkinkan aliran vena, mengurangi aliran balik darah dan memungkinkan hubungan dengan perangkat pemberian.Transmisi okupasional HIV dan Hepatitis Bpaling umum di sebabkan oleh cidera tusukan jarum. Penghubungan cepat perangkat infuse mempertahankan perangkat vena, kesterilan

1. Lepaskan klem roler untuk memulai infuse pada kecepatan untuk mempertahankan potensi aliran IV

Memungkinkan aliran vena dan mencegah pembekuan vena dan mencegah obstruksi aliran larutan IV.

1. Amankan kateter atau jarum IV (prosedur dapat berbeda, periksa kebijakan institusi)
- Pasang plester kecil (1,25 cm) di bawah kateter dengan sisi yang lengket menghadap keatas dan silangkan plester di atas kateter.
Mencegah pelepasan kateter dari vena secara tidak sengaja. Mencegah gerakan kedepan dan kebelakang yang dapat mengititasi vena dan menyebabkan bakteri kulit masuk ke dalam vena
- Bila digunakan balutan kassa, oleskan salep providon iodine diatas pungsi vena. Bila digunakan transparan, oleskan providon iodine diatas pungsi vena, biarkan larutan mongering.
Antiseptic germisida topical mengurangi bakteri pada kulit dan menurukan resiko infeksi local dan sistemik. Penggunaan larutan meningkatkan pelekatan balutan transparan.
- Pasang plester kedua tepat menyilang hub kateter
- Letakkan bantalan kassa 2 x 2 diatas tempat insersi dan hub kateter dan amankan plester2,5 cm atau pasang balutan transparan diatas tempat tusukan IV searah pertumbuhan rambut. Jangan menutup hubungan selang IV dengan hub kateter.
Balutan melindungi tempat tusukan dari kontaminasi bakteri. Hubungan antara perangkat pemberian dan hub jarum tidak tertutup oleh plester untuk memudahkan penggantian selang bila diperlukan.
1. Atur kecepatan aliran sampai tetesan tepat per menit.
Mempertahankan kecepatan aliran IV yang tepat.
1. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan aliran serta ukuran jarum pada balutan.
Mempertahankan kecepatan akses data seperti kapan pemasangan IV dan kapan penggantian balutan IV berikut diperlukan.
1. Tahap Terminasi
1. Merapikan Pasien
Menciptakan suasana nyaman pasien
1. Berpamitan dengan klien
Klien mengetahui tindakan telah selesai di lakukan
1. Membersihkan alat
Mengurangi transmisi mikroorganisme
1. Mencuci tangan
Mengurangi transmisi mikroorganisme.

1. Catat pada catatan perawat jenis larutan, letak insersi, kecepatan aliran, ukuran dan tipe kateter atau jarum, kapan infuse di mulai dan bagaimana toleransi klien terhadap prosedur. Mungkin digunakan lembar kerja terapi khusus parentral.

TEORI KEHILANGAN


Klik disini untuk Mendownload
KONSEP TEORI

Kehilangan adalah penarikan sesuatu dan atau seseorang stau situasi yang berharga / bernilai , baik sebagai pemisahan yang nyata maupun yang diantisipasi.

Jenis-jenis Kehilangan :

1. ACTUAL LOSS. Diakui orang lain dan sama-sama dirasakan bahwa hal tsb merupakan suatu bentuk kehilangan.misal : kehilangan anggota badan , kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
2. PERCEIVED LOSS. Dirasakan seseorang, tetapi tidak sama dirasakan orang lain. Misal : kehilangan masa muda, keuangan, lingkungan yang berharga .
3. PHICHICAL LOSS. Kehilangan secara fisik. misal : seseorang mengalami kecelakaan dan akibat luka yang parah tangan atau kaki harus diamputasi.
4. PSYKHOLOGIS LOSS. Kehilangan secara psykologis. Misal : orang yang cacat akibat kecelakaan membuatnya merasa tidak percaya diri.gambaran dirinya terganggu.
5. ANTICIPATORY LOSS. Kehilangan yang bisa dicegah. Misal : orang yang menderita penyakit ‘ terminal’. Respon emosi yang normal terhadap suatu yang hilang / akan hilang setelah beberapa saat disebut berduka / grief.

PARKES ( 1986 ) dan PARKES ET AL ( 1991 ),membatasi 4 tahap dari reaksi berduka karena kematian seseorang yang dicintai :

1. Mati Rasa Dan Mengingkari.

Orang yang baru saja mengalami kehilangan akan merasa tidak nyata,penghentia waktu,segera setelah kematian orang yang penting dalam kehidupan mereka. Perasaan ini digambarkan sebagai ‘mati rasa ‘.Ada kecenderungan untuk mengingkari kejadian dan keyakinan bahwa semuanya hanyalah mimpi buruk . Hal ini berlangsung beberapa hari sampai berminggu-minggu.
2. Kerinduan atau Pining.

Fase ini ditandai dengan adanya kebutuhan untuk menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal.Hal ini dinyatakan dalam mimpi orang yang kehilangan,dan orang seringkali mengatakan melihat orang yang sudah meninggal dalam keramaian.

3. Putus Asa dan Depresi.

Jika orang yang kehilangan akhirnya menyadari kenyataan tentang kematian ,ada perasaan putus asa yangbhebat dan kadang terjadi depresi. Periode ini adalah saat individu mengalami disorganisasi dalam batas tertentu dan merasa bahwa mereka tidak mampu melakukan tugas yang dimasa lalu dilakukan dengan sedikit kesulitan.

4. Penyembuhan dan Reorganiosasi.

Pada titik tertentu kebanyakan individu yang kehlangan menyadari bahwa hidup mereka harus berlanjut dan mereka harus mencari makna baru dari keberadaan mereka.

Tingkat penyembuhan dan jangka waktu bervariasi antarea orang yang satu dengan orang yang lain.

Tahapan berduka menurut KUBLER ROSS ( 1969 ).

DENIAL ( PENOLAKAN ).

* Klien mencoba untuk melupakan atau menutupi kenyataan.
* Pengalaman yang diterima berdampak shock dan tidakpercaya.
* Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang berkaitan dengan kematian, tetapi berbeda dengan tingkat emosi.

Denial merupakan defense mekanisme pertahanan diri terhadap rasa cemas.

ANGER ( BERONTAK DAN MARAH ).

* Berontak ,merasa Tuhan ‘ tidak adil ‘ atau tidak berperasaan terhadap kenyataan harus dihadapi.
* Marah kepada Sang Pencipta.
* Merupakan tahap tersulit yang dilalui keluarga.
* Kadang- kadang pasien rewel,mengkritik orangyang berhubungan
* Timbul berbagai pertanyaan : “ mengapa harus saya ? apa dosa saya ? “.

BERGAINING ( TAWAR MENAWAR ).

* Menuju tahap menerima. Pasien tawar menawar untuk berbuat baik jika diperpanjang hidupnya.
* Pasien menangis dan menyesal.( perawat perawat : diam,mendengarkan dan memberikan sentuhan terapeutik.)

DEPRESI

* Pasien sadar bahwa kematian tidak dapat ditolak.
* Bila depresi meningkat, pasien menjadi semakin lemah, kurus atau terjadi gangguan tanda-tanda vital.
* Pasien merasa sepi ,merasa bahwa semua orang meninggalkannya.
* Merasa tidak berguna.
* Tidak menolak faktor yang harus dihadapi.
* Fokus pikiran pada orang yang dicintai.”Apa yang akan terjadi dengan istri dan anak saya., bila saya sudah tiada…?

Peran Perawat :

* Pasien jangan ditinggal sendiri.
* Pintu kamar dibiarkan terbuka.

ACCEPTANCE ( MENERIMA)

* Masa depresi sudah berlalu.
* Takut ditinggal sendiri.
* Kadang ingin ditemani.

Peran Perawat :

* menemani pasien
* bila mungkin bicara dengan pasien.
* Tanyakan apa yang dibutuhkan.
* Apakah butuh pertolongan perawat.
* Pintu kamar jangan ditutup

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHILANGAN.

a. Perkembangan .

- Anak- anak.

* Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
* Belum menghambat perkembangan.
* Bisa mengalami regresi

- Orang Dewasa

Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup,tujuan hidup,

Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.

b. Keluarga.

Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.

c. Faktor Sosial Ekonomi.
Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi.Dan hal ini bisa mengganggu kelangsungan hidup.

d. Pengaruh Kultural.

Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras.

e. Agama.

Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.

f. Penyebab Kematian .

Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.

Kebutuhan Keluarga yang Berduka.

1. Harapan

* Perawatan yang terbaik sudah diberikan.
* Keyakinan bahwa mati adalah akhir penderitaan dan kesakitan.

2. Berpartisipasi.

* Memberi perawatan
* Sharing dengan staf perawatan.

3. Support

* Dengan support klien bisa melewati kemarahan, kesedihan, denial.
* Support bisa digunakan sebagai koping dengan perubahan yang terjadi.

4. Kebutuhan spiritual.

* Berdoa sesuai kepercayaan.
* Mendapatkan kekuatan dari Tuhan

DAFTAR PUSTAKA

Niven Neil, 2003, Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Profesional kesehatan Lain, edisi 2, EGC, Jakarta

Juall Lynda, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta