KEBUTUHAN DAN KEBIASAAN TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH

Anak usia prasekolah rata-rata tidur 11-13 jam sehari, yang termasuk atau tidak tidur siang. Pada usia ini ritual sebelum tidur seperti minum minuman hangat sebelum tidur, dongeng, menyanyi, menggosok gigi, dan mendengar musik masih berlangsung. Selain itu anak prasekolah membutuhkan benda-benda tertentu yang dapat memberikan rasa aman untuk dibawa tidur (Muscuri, 1996).
Kebutuhan tidur berubah-ubah dalam hubungan dengan dorongan pertumbuhan dan aktivitas. Banyak anak-anak usia prasekolah menunda waktu tidur dengan meminta yang lain seperti cerita, game, nonton televisi. Anak berusia 4-5 tahun yang lebih tua dapat mengalami kegelisahan dan irritable (cepat marah) jika kebutuhan tidur tidak tercapai. Tidur sebentar atau waktu tenang sepanjang hari mungkin diperlukan untuk memperbaiki kembali tingkat tenaga (Kozier et al, 1995).
Anak-Anak di dalam kelompok umur ini (usia prasekolah) masih memerlukan waktu tidur yang rutin. Orang tua dapat membantu anak-anak yang menunda waktu tidur dengan mengingatkan waktu tidur dengan mennggunakan pendekatan dan dilakukan secara terus menerus secara konsisten selama masa toddler. Anak-Anak usia prasekolah sering terbangun pada malam hari. Tidur anak prasekolah pada tahap REM 20%-30% lebih tinggi dibanding orang dewasa (Kozier et al, 2004).
Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda mengenai tidur dan perilaku sebelum tidur. Berdasarkan penelitian Beltramini & Hertzig (1983) mengenai tidur dan perilaku tidur anak usia prasekolah diantaranya yaitu rutinitas sebelum tidur, tidur dengan lampu menyala, membawa benda berharga atau penting, perilaku memanggil orang tua dan waktu yang diperlukan untuk tidur.
Rutinitas sebelum tidur pada anak usia prasekolah seperti meminta cerita, permainan/game misalnya main kuda-kudaan ataupun menonton telivisi. Waktu yang diperlukan untuk melakukan rutinitas sebelum tidur lebih dari 30 menit dan semakin meningkat pada usia prasekolah. Setiap orang mempunyai kebiasaan tidur yang berbeda-beda, ada orang yang senang tidur dengan lampu menyala dan adapula dengan lampu dimatikan. Anak usia prasekolah lebih suka tidur dengan lampu menyala (Beltramini & Hertzig, 1983).
Kebanyakan anak saat mulai tidur biasanya membawa suatu benda berharga atau penting untuk menemaninya tidur. Anak usia prasekolah lebih banyak membawa benda-benda seperti mainan, boneka, selimut ketika tidur dibandingkan anak usia lain. Biasanya anak juga berperilaku memanggil orang tua dikarenakan untuk meminta minum atau ciuman selamat malam dialami oleh anak pada semua usia, tetapi perilaku ini sebagian besar dilakukan oleh anak usia prasekolah (Beltramini & Hertzig, 1983).
Keteraturan dan lamanya tidur setiap orang berbeda-beda, karena tidur merupakan persoalan yang bersifat pribadi. Jumlah tidur yang diperlukan seseorang tidak berubah dengan pertambahan usia, tetapi pada umumnya semakin bertambah usia seseorang maka waktu tidur yang diperlukan semakin sedikit. Menurut Muscari (1996), kebutuhan tidur normal anak menurut usia yaitu Bayi baru lahir (umur 1 bulan-1 tahun) kebutuhan tidurnya 9-11 jam sehari, Toddler (umur 1 tahun-3 tahun) membutuhkan 12 jam sehari untuk tidur, pada anak prasekolah (umur 3 tahun-6 tahun) membutuhkan untuk tidur 11-13 jam dalam sehari, sedangkan pada anak usia sekolah (umur 6-12 tahun) membutuhkan tidur sekitar 8-9,5 jam sehari.


GANGGUAN TIDUR PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

KONSEP TIDUR

TAHAP -TAHAP TIDUR

GANGGUAN TIDUR PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

Menurut Mott et al (1990), anak prasekolah umumnya mengalami gangguan-gangguan tidur seperti mimpi buruk & takut gelap, teror malam hari & berjalan malam hari, dan sulit tidur.

a. Mimpi buruk dan takut gelap
Takut kegelapan dan kecemasan lainnya dapat menimbulkan mimpi buruk pada anak. Mimpi buruk umum terjadi pada anak prasekolah, karena pada usia ini imajinasi anak sedang aktif. Menurut Beltramini & Hertzig, (1983), Anak prasekolah mengalami mimpi buruk sedikitnya satu kali dalam dua minggu. Menurut Rosmayanti (2005), dalam psikologi perkembangan, ada dua macam mimpi buruk yaitu Nightmare dan Night terror.
Nightmare merupakan mimpi yang betul-betul buruk. Biasanya nightmare lebih sering dialami anak 5 tahun ke atas serta orang dewasa, dan umumnya terjadi menjelang pagi atau saat tidur akan berakhir. Karena kejadian yang dialami dalam mimpi sangat buruk, anak bisa mengingat dan mengalami ketakutan hingga berhari-hari. Akibatnya, anak bisa takut tidur atau takut tidur sendirian karena mimpi buruk itu selalu membayangi. Sedangkan Night terror merupakan reaksi anak akibat dari adanya mimpi buruk misalnya anak tiba-tiba terbangun kaget, berteriak dan tampak panik pada waktu mengalami mimpi. Night terror biasanya muncul saat anak baru 1 atau 2 jam tidur. Namun biasanya hal ini akan segera hilang saat melihat ibu/ayah ada di sisinya atau datang dan menenangkannya. Setelah itu, umumnya anak bisa kembali tidur seperti tak terjadi apa-apa. Setelah bangun tidur dia pun akan lupa dengan mimpinya itu (Anonim, 2005).
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan anak mengalami mimpi buruk yaitu makan kekenyangan, pengalaman insidentil, terlalu senang, kejadian traumatis dan fantasi anak (Anonim, 2005). Ketika anak makan kekenyangan, maka apabila anak tidur dengan hal tersebut maka anak tidak akan nyaman karena lambungnya masih terus bekerja keras untuk mencerna makanan. Perasaan tidak nyaman itulah yang dapat memicu mimpi buruk. Sedangkan Pengalaman Insidentil merupakan suatu kejadian yang dialami anak terutama yang tidak menyenangkan dimana hal ini akan menyebabkan anak mengalami mimpi buruk. Misalnya, sebelum tidur anak menyaksikan film horor, bertengkar dengan teman, dimarahi orang tuanya, atau melihat pertengkaran antara ayah dan ibunya. Bila kejadian tersebut membekas dalam pikirannya, maka dapat berujung pada mimpi buruk. Anak yang sebelum tidur terlalu Senang karena begitu semangat dalam bermain sambil tertawa-tawa sehingga dapat juga memicu timbulnya mimpi yang tidak menyenangkan saat tidur malam.
Kejadian traumatis juga dapat mempengaruhi kebutuhan tidur anak. Ketika anak yang melihat ibu/ayahnya mengalami kecelakaan atau meninggal dunia atau anak sendiri yang mengalami kecelakaan. Kejadian-kejadian tersebut dapat tersimpan lama di dalam otaknya sehingga anak sering dihantui oleh mimpi buruk. Kejadian traumatis yang cukup berat bahkan bisa mengakibatkan kondisi psikologis anak terganggu. Akibatnya, anak tidak hanya dihantui pada saat tidur tapi juga dalam keadaan terjaga. Mimpi buruk juga dapat terjadi karena adanya fantasi anak, dimana anak usia prasekolah memiliki fantasi yang sangat besar. Terkadang sesuatu yang bagi orang dewasa biasa-biasa saja, difantasikan menjadi sesuatu yang menakutkan. Misalnya, adegan di film-film kartun yang menggambarkan perilaku-perilaku kasar seperti binatang yang dipukul dengan palu besar hingga tubuhnya rusak lalu bisa kembali seperti semula dalam waktu singkat.

Bila anak berfantasi, adegan yang lucu bagi sebagian orang itu, bisa berubah menjadi adegan menakutkan dan terbawa-bawa ke alam mimpi anak. Hal ini terjadi karena anak belum mampu membedakan kejadian khayal dan kejadian sebenarnya (Anonim, 2005).

b. Teror malam hari dan berjalan malam hari
Menurut Mott et al (1990), selama teror malam hari anak merintih, menangis atau menjerit, Ketika orang tua masuk ke dalam kamar; anak sudah bangun, tampak bingung, merasa terganggu, takut. Biasanya anak segera dapat tidur kembali serta mengingat kejadian tersebut. Selain itu anak kadang ditemukan berjalan dengan bingung pada malam hari seperti mencari sesuatu. Setelah anak tenang maka anak akan kembali tidur. Episode ini bisa terjadi pada tahap non-REM dan umumnya pada siklus tidur awal dan juga terjadi menjelang pagi. Selama episode tersebut orang tua harus tetap berada di dekat anak untuk melindungi dari kemungkinan cedera, dan menyuruh anak untuk kembali tidur (Mott et al, 1990).

c. Sulit tidur
Anak usia prasekolah biasanya menolak untuk tidur dan suka menunda waktu tidur dengan cara memanjang waktu untuk melakukan rutinitas sebelum tidur misalnya berbicara, menyanyi, membaca cerita atau mendengarkan musik sehingga dapat membantu agar anak mudah untuk mulai tidur. Orang tua harus konsisten dengan jadwal tidur anak, membiarkan anak memilih yang rurtinitas yang sesuai tetapi tidak memberikan permintaan yang tidak terbatas sehingga anak akan mengalami kesulitan untuk tidur. Umumnya orang tua bisa membuat rencana mengenai ritual tidur anak (misalnya gosok gigi, mendengarkan cerita, ciuman selamat malam, dan mematikan lampu). Rutinitas anak harus diasosiasikan dengan tenang dan lembut sebelum pergi tidur (Mott et al, 1990).

d. Terbangun malam hari
Kejadian terbangun pada malam hari sedikitnya satu kali seminggu dan terbangun satu kali atau lebih setiap malam banyak dialami oleh anak prasekolah daripada anak usia lain. Kemungkinan anak bangun karena mengompol atau ingin buang air kecil. Anak membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk kembali tidur (Beltramini & Hertzig, 1983). Selanjutnya Kozier et al (1995) menyatakan bahwa buang air kecil sewaktu tidur biasanya terjadi pada anak yang berusia di atas 3 tahun sekitar 1-2 jam setelah anak tertidur.
Adapun masalah-masalah tidur yang umum terjadi pada anak adalah sulit tidur, masalah terbangun, gangguan siklus tidur bangun masalah tidur yang lain seperti mimpi buruk, teror malam hari, berjalan waktu tidur, merasa lelah sepanjang hari dan berbicara waktu tidur (Anonim, 2005).
Sulit tidur dapat diartikan sebagai kesulitan untuk memulai tidur pada anak. Anak biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur, menolak untuk tidur ataupun hanya mau tidur jika orangtua ikut berbaring bersama mereka. Masalah ini dialami oleh anak usia prasekolah sebanyak 16 %. Masalah terbangun merupakan suatu masalah yang terjadi ketika tidur anak terganggu setelah anak tertidur. Anak sering terbangun pada malam hari dan mengganggu orangtua mereka dengan cara menangis atau memanggil orangtua.Untuk gangguan siklus tidur bangun dapat ditandai dengan waktu bangun tidur anak yang terlalu awal (sebelum pukul 5 pagi). Sementara itu Alessandro & Huth (2005), mengidentifikasi masalah tidur lain yang umum dialami anak adalah mimpi buruk, teror malam hari, berjalan waktu tidur, merasa lelah sepanjang hari dan berbicara waktu tidur. Teror malam hari tidak sama dengan mimpi buruk. Mimpi buruk terjadi fase tidur Rapid Eye Movement (REM). Sedangkan teror malam hari terjadi sebelum memasuki fase tidur REM. Setelah mimpi buruk anak akan terbangun dengan ingatan yang menakutkan tentang mimpinya, sedangkan pada teror malam hari biasanya anak merasa takut tetapi tidak bisa mengingat penyebabnya (Alessandro & Huth, 2005).

KEBUTUHAN DAN KEBIASAAN TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH

KONSEP TIDUR

TAHAP -TAHAP TIDUR

Reference :
Anonim, (2005). Masalah-masalah tidur pada anak. From: http://www.google.com

Anonim, (2005). Sleep Disorder. From: http:// www.yahoo.com

Anonim, (2005). Sleep Problems in Young Children. From: http:// www.google.com

Haslam, David. (1998). Psikologi popular: Mengatasi anak sulit tidur. Jakarta: Arcan.
Beltramini, A.U., & Hertzig, M.E. (1983). Sleep and Bedtime Behavior in preshool-Aged Children. Pediatrics Vol. 71 no. 2 February 1983. New York.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder S. (2004). Fundamental of nursing concept, process, and practice. (7th ed). Canada: Upper Saddle River.
Mott, S., James, S., Sperhae, A. (1990). Nursing care of children and family. California: Addison Wesley Nursing.
Rosmayanti, (2005). Kebutuhan tidur pada bayi dan anak. Jakarta Selatan: Cikal Kemang from http://www.tabloid-nakita.com/ artikel. php3?edisi= 07325& rubrik=batita

POSES MENSTRUASI


Menstruasi atau haid adalah pendarahan periodik dan siklik dari rahim akibat runtuhnya jaringan endometrium. Proses terjadinya haid berlangsung dengan tahapan berikut:

a. Stadium menstruasi atau desquamasi
Pada saat stadium menstruasi, dari kandungan melalui vagina keluar darah haid disertai lapisan endometrium dan lendir dari servik. Darah yang keluar tidak membeku karena ada fermen yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan - potongan mukosa.
Bila haid banyak maka fermen tersebut tidak mencukupi sehingga timbul bekuaan -bekuan darah haid. Banyaknya perdarahan selama haid normalnya ± 50 cc. Pada stadium menstruasi endometrium menjadi tipis.

b. Stadium Post Menstruum atau Stadium Regenerasi

Stadium ini sejak hari ke 4 menstruasi dinamakan luka akibat endometrium yang dilepaskan berangsur - angsur ditutupi kembali oleh selaput lendir yang baru dari epitel-epitel kelenjar endometrium ± 0,5 mm.
c. Stadium inter Menstruum atau Stadium Prolifer
Stadium ini berangsur dari hari ke 5 haid sampai hari ke 14 dari hari pertama haid. Kelenjar-kelenjar tumbuh lebih cepat dari jaringan lain pada stadium ini tebalnya endometrium ± 3,5 mm.
d. Stadium Pre menstruasi atau Stadimn Sekresi
Pada stadium ini endometrium tebalnya tetap tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang dan berliku-Iiku serta mengeluarkan getah. Stadium sekresi berlangsnng dari hari ke 14 - 28.
Proses Menstruasi

MEDITASI DAN RELAKSASI


Menurut Smith (1975) dalam Prawitasari (2002) Istilah meditasi mengacu pada sekelompok latihan untuk membatasi pikiran dan perhatian. Sementara itu Walsh (1983) dalam Prawitasari (2002) meditasi merupakan tehnik atau metode latihan yang digunakan untuk melatih perhatian untuk dapat meningkatkan taraf kesadaran, yang selanjutnya dapat membawa proses-proses mental yang dapat terkontrol secara sadar.
Menurut Beech (1976) dalam Prawitasari (2002) relaksasi dapat diartikan sebagai partisipasi dalam aktifitas olah raga, menonton TV, dan rekreasi.Sebaliknya ketegangan ketegangan dapat menunjukkan suasana yang bermusuhan, perasaan-perasaan negatif terhadap individu dan sebagainya.
Definisi lain juga menjelaskan bahwa relaksasi bukanlah suatu pekerjaan, seperti membaca buku, menonton TV, atau minum alkohol. Relaksasi adalah keheningan total ; kemampuan untuk melampaui pikiran waktu, dan ruang dengan mencapai suatu moment bersifat kedamaian dan ketenangan batin, tepatnya moment yang ada diantara dua pikiran. Relaksasi hanya bisa terjadi pada saat pikiran dan tubuh hening, ketika ritme otak berubah dari sebuah beta awas ke sebuah ritme alpha rileks. Dalam keadaan itu, reaksi kimia dalam tubuh yang menyebabkan kegelisahan menurun dan aliran darah ke otot-otot juga menurun. Sebaliknya darah mengalir ke otak dan kulit yang akan memproduksi rasa hangat (Handoyo, 2004).

Tujuan Melakukan Relaksasi Melalui Meditasi

Relaksasi untuk meditasi bertujuan untuk melatih tubuh dengan mengatur irama pernafasan secara baik dan benar sehingga pemusatan pikiran dan penghayatan akan lebih cepat mempercepat penyembuhan dan menghilangkan stres (depresi) atau memelihara dan meningkatkan kesehatan. Proses relaksasi dapat memusatkan pikiran (imajinasi pikiran) sehingga pembuluh darah dapat menjadi lebih elastis. Pada saat ini sirkulasi/aliran darah akan lebih lancar sehingga tubuh menjadi rileks dan hangat, kerja jantung akan terasa lebih ringan yang tentunya berpengaruh terhadap kerja organ tubuh lainnya. Relaksasi juga dapat dikatakan sebagai meditasi penenangan dengan nafas yang dikonsentrasikan untuk tingkat pengembalian kondisi (kebugaran) tubuh menjadi lebih baik. Relaksasi akan mencapai ketenangan pikiran, perasaan, kejiwaan serta terbentuknya ketahanan mental selain ketahanan fisik. Relaksasi dengan olah nafas juga sebenarnya merupakan meditasi dengan memusatkan konsentrasi pada irama pernafasan yang teratur, dinamis, dan harmonis (Handoyo, 2004).
Tujuan orang melakukan meditasi cukup beragam, dalam tradisi keagamaan tertentu, meditasi digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kehidupan rohani, mendekatkan diri pada Tuhan atau mencapai mistik atau penyatuan mistik-transendental dengan Tuhan. Selanjutnya menurut Soegoro (1996) dalam Prawitasari (2002) tujuan meditasi adalah keadaan meditative yaitu suatu keadaan dimana seseorang dapat melihat dengan cara baru yang sangat berbeda dengan sebelumnya misalnya, dalam keadaan biasa kita sedang sibuk kita akan merasa tergesa-gesa dan tegang akan tetapi dalam kedaan meditative kita menjadi lebih tenang, lebih santai seolah-olah segala sesuatu berjalan tanpa ada tekanan apapun. Meditasi menghadirkan ketenangan dan kedamaian lahir dan batin.
Secara Psikologi, menurut Wals (1983) dalam Prawitasari (2002) ada tujuan akhir dari praktek meditasi yaitu pertama agar seseorang dapat memiliki insight yang paling dalam tentang proses mental di dalam dirinya, insight tentang kesadaran, identitas, realitas: kedua agar seseorang memperoleh perkembangan kesejahteraan psikologis dan kesadaran yang optimal.

Dasar Pikiran Metode Relaksasi

Di dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf pusat otonom adalah menggerak-gerakkan anggota badan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang otomatis, misalnya sistem digestif, proses kardiovaskuler, dan gairah seksual.
Sistem saraf otonom terdiri dari dua sub sistem yang kerjanya saling berlawanan, yaitu :
a. Sistem saraf simpatis yang bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu meningkatnya denyut jantung dan pernafasan, serta menyebabkan penyempitan pembuluh pembuluh darah tepi (peripheral) dan pembesaran pembuluh darah pusat, serta menurunkan temperatur kulit dan daya tahan kulit, dan juga akan menghambat proses digestif dan seksual.
b. Sistem saraf parasimpatis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem simpatis. Selama sistem-sistem berfungsi normal dalam keseimbangan, bertambahnya aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan efek sistem yang lain. Pada waktu orang mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf simpatis, sedangkan pada waktu rileks yang bekerja adalah sistem saraf parasimpatis. Dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas dengan pengolahan nafas, sehingga timbul Counting conditioning dan penghilangan (Bellack dan Hersen, 1977; Prawitasari, 1988).
Menurut Wolpe dan Jacobson (1982) dalam Prawitasari (2002) efek otonomis yang menyertai relaksasi dilawankan dengan ciri-ciri kecemasan dimana denyut nadi dan tekanan darah dapat dikurangi dengan relaksasi otot.

Kegunaan Meditasi Dengan Relaksasi

Menurut Prawitasari (2002) melaporkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari latihan relaksasi meditasi antara lain :
  • Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari stres yang berlebihan karena adanya stres. Penelitian Dewi (1998) menunjukkan bahwa relaksasi dapat menurunkan ketegangan pada siswa sekolah penerbangan.
  • Masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia dapat dilakukan dengan relaksasi. Penelitian Karyono (1994) menunjukkan bahwa relaksasi dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi.
  • Mengurangi tingkat kecemasan. Ada beberapa bukti bahwa individu dengan tingkat kecemasan yang tinggi dapat mengurangi efek psikologis yang positif melalui latihan relaksasi.
  • Pengukuran Elektro Kardiograph (EKG) pada para mediator menunjukkan adanya penurunan denyut jantung yang drastis. Bahkan para beberapa pelaku yoga mereka dapat mengatur detak jantung sendiri dengan sengaja.
  • Walsh (1983) dalam Prawitasari (2002) menyebutkan beberapa efek meditasi terhadap fisik. Antara lain bahwa meditasi dapat menurunkan kadar kolesterol dan cukup efektif untuk penderita asma dan hipertensi.
  • Manfaat dari olah nafas diantaranya yaitu : media mencegah penyakit, mengobati penyakit dalam tubuh salah satunya hipertensi, meningkatkan kemampuan fisik, meningkatkan keseimbangan tubuh dan pikiran, meningkatkan kepekaan dan pengendalian diri (Handoyo, 2003).

Cara Meditasi Dengan Relaksasi.

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk bermeditasi. Sebagian besar orang melakukan meditasi dengan cara posisi duduk di lantai dan kaki bersila. Secara tradisional bahkan dianjurkan untuk duduk dengan posisi padmasana (posisi bunga teratai). Dalam posisi ini kaki kanan diletakkan di atas paha kiri dan kaki kiri diletakkan di atas paha kanan. Sikap ini dianggap dapat menyebabkan konsentrasi lebih mendalam, karena dengan tumit yang memberi tekanan pada paha, maka fungsi pusat-pusat energi pada bagian tubuh sebelah bawah menjadi berhenti, sehingga energi yang biasa digunakan untuk mengaktifkan bagian tubuh bawah dapat diarahkan ke atas untuk mencapai konsentrasi yang lebih banyak. Esensi dari semua latihan adalah pemusatan perhatian. Untuk itu pada tahap awal latihan meditasi dibutuhkan sebuah stimulus yang sering disebut dengan objek meditasi. Tehnik meditasi dapat digunakan dengan menggunakan meditasi menghitung pernafasan, meditasi pernafasan, meditasi pernafasan (relaksasi), meditasi visual, dan meditasi dengan mengunakan mantra, meditasi dengan gelembung pikiran, meditasi suara.
Adapun intensitas waktu yang dilakukan untuk latihan paling sedikit 30 menit setiap hari, selama fase tengah dan lanjut dapat dilakukan 15-20 menit. Latihan dapat dilakukan dua atau tiga kali setiap seminggu. Jumlah pertemuan tergantung pada keadaan individu dan stressor yang dialami dalam kehidupannya (Prawitasari, 2002).
Menurut Handoyo (2004) ada beberapa langkah untuk meringankan beban psikis yang akan mempengaruhi sistem kardiovaskuler yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

  • Carilah waktu yang dapat membebaskan kita dari segala urusan.
  • Berdoalah kepada Tuhan Yang Maha Pengasih agar kita diberi kekuatan oleh-Nya.
  • Pilih ruangan yang tenang kemudian duduk dengan nyaman di atas lantai atau kursi dengan posisi badan tegak dan rileks.
  • Bernafaslah seperti biasa, pusatkan konsentrasi pada irama pernafasan. Jangan mengatur atau mempengaruhi nafas, serta rasakan saja aliran nafas yang keluar masuk melalui hidung.
  • Jika kita merasa irama nafas berubah menjadi cepat atau lebih lambat, ikuti saja, nafas akan kembali normal dengan sendirinya.
  • Jika pikiran merasa terganggu oleh kejadian-kejadian yang telah dialami, jangan ditahan, perlahan konsentrasikan kembali pada diri anda dengan nafas yang rileks.
  • Latihan relaksasi dengan meditasi ringan, lalu tarik nafas panjang dan hirup udara segar. Berlatih secara baik dapat menurunkan sensasi tubuh dari berlanjutnya keadaan kecemasan karena situasi stres.
  • Tahan sampai sekitar 30 detik dan lanjutkan kondisi rileks tersebut hingga kondisi berkembang selama 30 detik.
  • Setelah berlatih minimal 5 kali, kita akan dengan sendirinya merasakan penurunan ketegangan dan kecemasan.
  • Lanjutkan meditasi ini selama 10-15 menit, kemudian masih dalam keadaan duduk dan mata tertutup, secara berlahan-lahan buka mata dan biarkan indra kita merasakan suasana alam sekitar.

Persiapan-Persiapan dalam Latihan Relaksasi

Sebelum latihan relaksasi dilakukan perlu diperhatikan mengenai lingkungan fisik (Physical Setting) sehingga individu dapat berlatih tenang. Lingkungan fisik tersebut antara lain kondisi lingkungan harus tenang, segar dan nyaman, kursi (dapat menggunkan kursi malas, sofa atau kursi yang ada sandaranya), pakaian yang longgar, selain itu terapis juga harus memberitahu hal-hal yang perlu diperhatikan oleh individu dalam latihan relaksasi meditasi (Prawitasari 2002).

KONTRASEPSI


Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas (Prawitohardjo, 2002).
Efektifitas (daya guna) suatu cara kontrasepsi dapat dinilai pada 2 tingkat, yaitu kemampuan suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diingini, apabila cara tersebut digunakan terus menerus dan sesuai petunjuk yang diberikan; kedua guna pemakaian, yaitu kemampuan suatu cara kontrasepsi dalan keadaan sehari-hari dimana pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pemakai tidak hati-hati, kurang taat pada peraturan, dan sebagainya (Prawiroharjo, 2002).

Macam-macam Metode Kontrasepsi
a. Metode Sederhana
1) Tanpa Alat
Pada metode ini ada 2 cara yakni dengan KB alamiah (metode kalender, metode suhu badan basal, metode lendir serviks, metode simpto termal) dan coitus interruptus
2) Dengan Alat
>Ada 2 metode yakni mekanis atau barrier (kondom pria dan barrier intra vaginal) dan kimiawi yakni dengan spermisid (vaginal cream, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal suppositoria, dan vaginal tablet).
3) Metode Modern
a) Kontrasepsi hormonal
Pada kontrasepsi hormonal ada tiga metode yakni per-oral (pil oral kombinasi, mini-pil, morning after pil), injeksi atau suntikan, sub-kutis: implant
b) Intra Uterine Devices (IUD)
c) Kontrasepsi mantap
Kontrasepsi mantap pada istri yakni tubektomi, sedangkan pada suami yakni vasektomi.
Tag : Kontrasepsi, Kondom, Sermisid, vaginal cream, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal suppositoria, vaginal tablet, Pil KB, IUD

BRONCHOGENIC CARCINOMA


Bronchogenic Carcinoma is a primary malignant tumor originating from lung airways.
In the literature always reported an increased incidence of lung cancer in a progressive, not only as a result of increased average age of humans and better diagnostic capability, but because it is more common carcinoma bronchogenic
Etiology
Such as cancer in general, the exact etiology of carcinoma bronchogenic still unknown, but it is expected that the long-term inhalation of carcinogenic materials is a major factor, without prejudice to possible predisposing role of family relations or ethnic / racial and immunologis status. Inhalation of carcinogenic materials is highlighted that many cigarettes.
Effect of cigarette:
The materials are carcinogens in tobacco smoke include: polomium 210 and 3.4 benzypyrene. The use of a filter is said to reduce the risk of bronchogenic carcinoma , but still remained higher than non-smokers.

In the long term ie, 10-20 years, smoking:
1-10 cigarettes / day increases the risk 15 times
20-30 cigarettes / day increases the risk 40-50 times
40-50 cigarettes / day increases the risk 70-80 times.

Industry Influence
The most widely associated with the carcinogen is asbestos, which otherwise increases the risk of cancer is 60-10 times. Following the industrial radioactive materials, miners uramium 4 times the population at risk in general. Exposure to this industry only visible effect after the 15-20 years.

Effect of Other Diseases
Tuberculosis been associated as lung carcinoma brinkogenik predisposing factors, through mechanisms hyperplasi - metaplasi - carcinoma in situ-carcinoma - bronkogenik as a result of scar tissue tuberculosis.

Effect of Genetic and immunological status
In 1954, Tokuhotu can prove that despite the influence of heredity rather than factors of environmental exposure, this provides an opinion that can be derived bronkogenik carcinoma. Research recently skewed that the factors involved with Aryl Hydrocarbon hydroxylase enzymes (AHH). Status immonologis patients are monitored from cellular mediated showed a correlation between the degree of cell differentiation, stage of disease, response to treatment and prognosis. Patients are generally not the energy to respond more quickly to treatment and died.

Classification by histopathology using ordinary light microscope (WHO, 1977).
1. Epidermois carcinoma (squamous cell carcinoma).
2. Adeno carcinoma
3. Undiferentiated small cell carcinoma (oat cell)
4. Large cell carcinoma undeferentiated.

Pathophysiology
Primary lung cancer usually histologinya classified by type, all have a natural history and response to the berbeda0beda pengibatan. Although there are more than a dozen types of primary lung cancer, but cancer bronkogenik, including the first four types of cells, represents 95% of all lung cancers.
Based on treatment options, the carcinoma bronchogenic usually divided into Small Cell Lung Cancer(SCLC) and Neoplasma Small Cell Lung Cancer (NSCLC).

Supporting Data
1. Radiological
a. Radiopaque mass in the lung
b. Airway obstruction with resultant atelectasis
c. Pneumonia
d. Enlarged hilar glands
e. Cavitation
f. Tumor Pancoast.Ca. Bronchogenic contained disuperior pulmonary sulcus, the superior lobe stale.
g. Abnormalities in the pleural
h. Bone disorders

2. Bronkografi
The picture is considered bronkografi patognomonik irregular stenosis is obstruction, stenosis rats and indented thumb.

3. Cytology
Representative sputum can be obtained through spontaneous cough, with the help of aerosols (20% propylene glycol in 10% NaCl solution. Warmed to approximately 45-50 C.) or through rinsing / sweep aspiration bronkial.Tatalaksana on Lung Cancer Detection Program at New York is as follows. Saliva and nasal discharge post removed first, then the patient asked to cough deeply, resulting sputum were fixed immediately, all of which are performed on 3 consecutive days, preferably in the morning.

4. Endoscopy
Includes examining laryngoscopy and bronchoscopy and bronchial washings, scrapings / sweep and biopsy. The objective examination of bronchoscopy (fiber optics) are:

a. Knowing the changes in the bronchus of lung cancer.
b. Retrieving material for cytological examination.
c. Noting the changes on the surface of tumor / mucosa to estimate the type of malignancy.
d. Assessing the success of therapy.
e. Determining operbilitas lung cancer.

5. Biopsy
Biopsy material can be obtained by means of percutaneous biopsy or open biopsy transbronkial. While the material can form a network of regional lymph tissue pleural or lung tissue.

6. Immunology
The existence of a negative correlation between cancer and imunologic reaction has been generally known. Impaired imunulogik especially visible in Cell mediated immunity that can be given through a bored delayed hypersensitivity reaction, tolerance to skin graft, the number of circulatory renadh T cells, and lymphocyte transformation in vitro is low. At this time more imunulogik examination acts as a prognostic factor rather than a diagnostic factor. Conclusion Correlation of skin test and response to sitostatica:
a. Less than 1.0 cm. : Prognosis is poor, widespread disease.
b. Less than 2.5 m. ; Better prognosis, limited disease, good response to chemotherapy


Clinical Staging
Based on TNM.
T = Tumor: N. : Nodules, namely the lymph nodes of M. : Metastases
 T:
T-0: No visible primary tumor
T-1: tumor diameter of less than 3 cm. Without the invasion of bronchus
T-2: tumor diameter more than 3 cm. Can be accompanied by atelectasis or pneumonitis, but is more than 2 cm. From Karina, and yet adaefusi pleura.
T-3: Tumor size with an invasion into the surrounding (thoracic wall, diaphragm or mediatinum) or have been near carina accompanied by pleural effusion.
N:
N-0: There was no propagation to regional lymph nodes.
N-1: There is a propagation to the ipsilateral hilar lymph nodes.
N-2: There is a spreading to the lymph limfemediastinum or contralateral
N-3: There ekstratorakal spreading to lymph nodes.
M. M-0: There is no distant metastases.
M-1: Already there are metastae far into other organs.
Based on TNM. Compiled phasing following clinics.
a. Carcinoma in situ: T-0, N-0, M-0, but positive sputum cytology for malignant cells.
c. Phase I. T-1, N-0, M-0, or T-2, N-0, M-0
d. Phase II. T-2, N-1,, M-0.
e. Stage III: when there are already T-3, N-2, or M-1.

Tag : Cancer bronchogenic, Lung Cancer, cancer lung airways, Small Cell Lung Cancer(SCLC), Neoplasma Small Cell Lung Cancer (NSCLC)

PATHWAY CANCER OVARIUM

PATHWAY HERNIA

Proses terjadinya berbagai masalah keperawatan Pada pasien Hernia adalah sebagai berikut :

pathway hernia



Tag : Pathway Hernia, Pathways Hernia, Pathway keperawatan Hernia, Askep Hernia
Download pathway dalam format pdf : DI SINI
Askep Hernia Klik Di SINI

PATHWAY HARD HEART FAILURE (HHF)-OEDEMA PARU dan GAGAL NAFAS

Proses terjadinya berbagai masalah keperawatan Pada pasien dengan HHF , Oedema Paru dan Payah jantung lihat gambar di bawah ini :





PATHWAY NEFROTIK SYNDROM

PENATALAKSANAAN ABORTUS


Abortus adalah istilah yang diberikan untuk semua kehamilan yang berakhir sebelum periode viabilitas janin, yaitu yang berakhir sebelum berat janin 500 gram. Bila berat badan tidak diketahui, maka perkiraan lama kehamilan kurang dari 20 minggu lengkap (139 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir normal yang dapat dipakai.
Penanganan abortus ditujukan untuk mengurangi resiko perdarahan.
USG dapat menentukan denyut jantung janin (> 5mm) dan membantu menentukan kelainan organik (anensefalus, NT >3mm), dan kemungkinan nir-mudigah / bligted ovum

Tinjauan teori selengkapnya Baca DI SINI

PROSEDUR / PROTAP
  1. Pada keadaan iminens, tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik (IA), namun dianjurkan untuk membatasi aktivitas. Upayakan untuk meminimalkan kemungkinan rangsangan prostaglandin. Tidak dianjurkan terapi dengan hormon Estrogen dan Progesteron. Dapat diindikasikan sirklase serviks pada trimester kedua untuk pasien dengan inkompentesi serviks.
  2. Perdarahan subkhorionik dengan janin normal sebagian besar akan berakhir dengan kehamilan normal. Sebaliknya pada nir-mudigah dianjurkan untuk evakuasi dengan obat misoprostol atau aspirasi.
  3. Pada keadaan insipiens, umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi janin, maka dapat diberikan misoprostol untuk mengeluarkan konsepsi, analgetik mungkin diberikan. Demikian juga, setelah janin lahir, kuretase mungkin diperlukan.
  4. Pada keadaan incompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar atau perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konseps segera diindikasikan untuk meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi dilakukan dengan aspirasi vakum,karena tidak memerlukan anestesi.
  5. Missed abortion sebaiknya dirawat di rumah sakit karena memerlukan kuretase dan ada kemungkinan perdarahan banyak serta risiko tranfusi.
  6. Prinsip penanganan terapi abortus septik
  • harus dikendalikan dengan antibiotik : Cefalosporin generasi II seperti Cefoperazone
  • Volume intravaskuler efektif harus dipertahankan untuk memberikan perfusi jaringan yang adekuat
  • Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim
Tag : Kehamilan, Hamil, abortus, Aborsi,terapi Estrogen, Terapi Progesteron, janin, Kuretase, Resiko abortus

Untuk Asuhan Keperawatan Abortus baca DI SINI

ASUHAN KEPERAWATAN THALASEMIA


Ilustrasi (Google)
A. Konsep Dasar
Thalasemia adalah suatu penyakit konginetal heriditer yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau lebih rantai poplipeptida haemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadi anemia hemolitik. Dengan kata lain thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah sehingga umur eritrosit menjadi pendek. Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb. Thalasemia dibagi menjadi dua golongan yaitu Thalasemia mayor yang memberikan gejala yang jelas bila dilakukan pengkajian dan Thalasemia minor yang sering tidak memberikan gejala yang jelas.
Konsep dasar selanjutnya bisa anda baca di SINI

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Resiko tinggi terhadap trauma/penghentian pernafasan berhubungan dengan kehilangan kondisi otot besar atau kecil
  2. Resiko tinggi terhadap tak efektifnya pola nafas
  3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi informasi
  4. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perubahan kesadaran,kerusakan kognitif salama kejang,kerusakan mekanisme perlindungan diri

Untuk Askep/Asuhan Keperawatan Selengkapnya Download DI SINI

Tag : Askep Thalasemia, Askep Talasemia, anemia hemolitik, eritrosit menjadi pendek