Menurut Mott et al (1990), anak prasekolah umumnya mengalami gangguan-gangguan tidur seperti mimpi buruk & takut gelap, teror malam hari & berjalan malam hari, dan sulit tidur.
a. Mimpi buruk dan takut gelap
Takut kegelapan dan kecemasan lainnya dapat menimbulkan mimpi buruk pada anak. Mimpi buruk umum terjadi pada anak prasekolah, karena pada usia ini imajinasi anak sedang aktif. Menurut Beltramini & Hertzig, (1983), Anak prasekolah mengalami mimpi buruk sedikitnya satu kali dalam dua minggu. Menurut Rosmayanti (2005), dalam psikologi perkembangan, ada dua macam mimpi buruk yaitu Nightmare dan Night terror.
Nightmare merupakan mimpi yang betul-betul buruk. Biasanya nightmare lebih sering dialami anak 5 tahun ke atas serta orang dewasa, dan umumnya terjadi menjelang pagi atau saat tidur akan berakhir. Karena kejadian yang dialami dalam mimpi sangat buruk, anak bisa mengingat dan mengalami ketakutan hingga berhari-hari. Akibatnya, anak bisa takut tidur atau takut tidur sendirian karena mimpi buruk itu selalu membayangi. Sedangkan Night terror merupakan reaksi anak akibat dari adanya mimpi buruk misalnya anak tiba-tiba terbangun kaget, berteriak dan tampak panik pada waktu mengalami mimpi. Night terror biasanya muncul saat anak baru 1 atau 2 jam tidur. Namun biasanya hal ini akan segera hilang saat melihat ibu/ayah ada di sisinya atau datang dan menenangkannya. Setelah itu, umumnya anak bisa kembali tidur seperti tak terjadi apa-apa. Setelah bangun tidur dia pun akan lupa dengan mimpinya itu (Anonim, 2005).
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan anak mengalami mimpi buruk yaitu makan kekenyangan, pengalaman insidentil, terlalu senang, kejadian traumatis dan fantasi anak (Anonim, 2005). Ketika anak makan kekenyangan, maka apabila anak tidur dengan hal tersebut maka anak tidak akan nyaman karena lambungnya masih terus bekerja keras untuk mencerna makanan. Perasaan tidak nyaman itulah yang dapat memicu mimpi buruk. Sedangkan Pengalaman Insidentil merupakan suatu kejadian yang dialami anak terutama yang tidak menyenangkan dimana hal ini akan menyebabkan anak mengalami mimpi buruk. Misalnya, sebelum tidur anak menyaksikan film horor, bertengkar dengan teman, dimarahi orang tuanya, atau melihat pertengkaran antara ayah dan ibunya. Bila kejadian tersebut membekas dalam pikirannya, maka dapat berujung pada mimpi buruk. Anak yang sebelum tidur terlalu Senang karena begitu semangat dalam bermain sambil tertawa-tawa sehingga dapat juga memicu timbulnya mimpi yang tidak menyenangkan saat tidur malam.
Kejadian traumatis juga dapat mempengaruhi kebutuhan tidur anak. Ketika anak yang melihat ibu/ayahnya mengalami kecelakaan atau meninggal dunia atau anak sendiri yang mengalami kecelakaan. Kejadian-kejadian tersebut dapat tersimpan lama di dalam otaknya sehingga anak sering dihantui oleh mimpi buruk. Kejadian traumatis yang cukup berat bahkan bisa mengakibatkan kondisi psikologis anak terganggu. Akibatnya, anak tidak hanya dihantui pada saat tidur tapi juga dalam keadaan terjaga. Mimpi buruk juga dapat terjadi karena adanya fantasi anak, dimana anak usia prasekolah memiliki fantasi yang sangat besar. Terkadang sesuatu yang bagi orang dewasa biasa-biasa saja, difantasikan menjadi sesuatu yang menakutkan. Misalnya, adegan di film-film kartun yang menggambarkan perilaku-perilaku kasar seperti binatang yang dipukul dengan palu besar hingga tubuhnya rusak lalu bisa kembali seperti semula dalam waktu singkat.
Bila anak berfantasi, adegan yang lucu bagi sebagian orang itu, bisa berubah menjadi adegan menakutkan dan terbawa-bawa ke alam mimpi anak. Hal ini terjadi karena anak belum mampu membedakan kejadian khayal dan kejadian sebenarnya (Anonim, 2005).
b. Teror malam hari dan berjalan malam hari
Menurut Mott et al (1990), selama teror malam hari anak merintih, menangis atau menjerit, Ketika orang tua masuk ke dalam kamar; anak sudah bangun, tampak bingung, merasa terganggu, takut. Biasanya anak segera dapat tidur kembali serta mengingat kejadian tersebut. Selain itu anak kadang ditemukan berjalan dengan bingung pada malam hari seperti mencari sesuatu. Setelah anak tenang maka anak akan kembali tidur. Episode ini bisa terjadi pada tahap non-REM dan umumnya pada siklus tidur awal dan juga terjadi menjelang pagi. Selama episode tersebut orang tua harus tetap berada di dekat anak untuk melindungi dari kemungkinan cedera, dan menyuruh anak untuk kembali tidur (Mott et al, 1990).
c. Sulit tidur
Anak usia prasekolah biasanya menolak untuk tidur dan suka menunda waktu tidur dengan cara memanjang waktu untuk melakukan rutinitas sebelum tidur misalnya berbicara, menyanyi, membaca cerita atau mendengarkan musik sehingga dapat membantu agar anak mudah untuk mulai tidur. Orang tua harus konsisten dengan jadwal tidur anak, membiarkan anak memilih yang rurtinitas yang sesuai tetapi tidak memberikan permintaan yang tidak terbatas sehingga anak akan mengalami kesulitan untuk tidur. Umumnya orang tua bisa membuat rencana mengenai ritual tidur anak (misalnya gosok gigi, mendengarkan cerita, ciuman selamat malam, dan mematikan lampu). Rutinitas anak harus diasosiasikan dengan tenang dan lembut sebelum pergi tidur (Mott et al, 1990).
d. Terbangun malam hari
Kejadian terbangun pada malam hari sedikitnya satu kali seminggu dan terbangun satu kali atau lebih setiap malam banyak dialami oleh anak prasekolah daripada anak usia lain. Kemungkinan anak bangun karena mengompol atau ingin buang air kecil. Anak membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk kembali tidur (Beltramini & Hertzig, 1983). Selanjutnya Kozier et al (1995) menyatakan bahwa buang air kecil sewaktu tidur biasanya terjadi pada anak yang berusia di atas 3 tahun sekitar 1-2 jam setelah anak tertidur.
Adapun masalah-masalah tidur yang umum terjadi pada anak adalah sulit tidur, masalah terbangun, gangguan siklus tidur bangun masalah tidur yang lain seperti mimpi buruk, teror malam hari, berjalan waktu tidur, merasa lelah sepanjang hari dan berbicara waktu tidur (Anonim, 2005).
Sulit tidur dapat diartikan sebagai kesulitan untuk memulai tidur pada anak. Anak biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur, menolak untuk tidur ataupun hanya mau tidur jika orangtua ikut berbaring bersama mereka. Masalah ini dialami oleh anak usia prasekolah sebanyak 16 %. Masalah terbangun merupakan suatu masalah yang terjadi ketika tidur anak terganggu setelah anak tertidur. Anak sering terbangun pada malam hari dan mengganggu orangtua mereka dengan cara menangis atau memanggil orangtua.Untuk gangguan siklus tidur bangun dapat ditandai dengan waktu bangun tidur anak yang terlalu awal (sebelum pukul 5 pagi). Sementara itu Alessandro & Huth (2005), mengidentifikasi masalah tidur lain yang umum dialami anak adalah mimpi buruk, teror malam hari, berjalan waktu tidur, merasa lelah sepanjang hari dan berbicara waktu tidur. Teror malam hari tidak sama dengan mimpi buruk. Mimpi buruk terjadi fase tidur Rapid Eye Movement (REM). Sedangkan teror malam hari terjadi sebelum memasuki fase tidur REM. Setelah mimpi buruk anak akan terbangun dengan ingatan yang menakutkan tentang mimpinya, sedangkan pada teror malam hari biasanya anak merasa takut tetapi tidak bisa mengingat penyebabnya (Alessandro & Huth, 2005).
KEBUTUHAN DAN KEBIASAAN TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH
KONSEP TIDUR
TAHAP -TAHAP TIDUR
Reference :
Anonim, (2005). Masalah-masalah tidur pada anak. From: http://www.google.com
Anonim, (2005). Sleep Disorder. From: http:// www.yahoo.com
Anonim, (2005). Sleep Problems in Young Children. From: http:// www.google.com
Haslam, David. (1998). Psikologi popular: Mengatasi anak sulit tidur. Jakarta: Arcan.
Beltramini, A.U., & Hertzig, M.E. (1983). Sleep and Bedtime Behavior in preshool-Aged Children. Pediatrics Vol. 71 no. 2 February 1983. New York.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder S. (2004). Fundamental of nursing concept, process, and practice. (7th ed). Canada: Upper Saddle River.
Mott, S., James, S., Sperhae, A. (1990). Nursing care of children and family. California: Addison Wesley Nursing.
Rosmayanti, (2005). Kebutuhan tidur pada bayi dan anak. Jakarta Selatan: Cikal Kemang from http://www.tabloid-nakita.com/ artikel. php3?edisi= 07325& rubrik=batita
a. Mimpi buruk dan takut gelap
Takut kegelapan dan kecemasan lainnya dapat menimbulkan mimpi buruk pada anak. Mimpi buruk umum terjadi pada anak prasekolah, karena pada usia ini imajinasi anak sedang aktif. Menurut Beltramini & Hertzig, (1983), Anak prasekolah mengalami mimpi buruk sedikitnya satu kali dalam dua minggu. Menurut Rosmayanti (2005), dalam psikologi perkembangan, ada dua macam mimpi buruk yaitu Nightmare dan Night terror.
Nightmare merupakan mimpi yang betul-betul buruk. Biasanya nightmare lebih sering dialami anak 5 tahun ke atas serta orang dewasa, dan umumnya terjadi menjelang pagi atau saat tidur akan berakhir. Karena kejadian yang dialami dalam mimpi sangat buruk, anak bisa mengingat dan mengalami ketakutan hingga berhari-hari. Akibatnya, anak bisa takut tidur atau takut tidur sendirian karena mimpi buruk itu selalu membayangi. Sedangkan Night terror merupakan reaksi anak akibat dari adanya mimpi buruk misalnya anak tiba-tiba terbangun kaget, berteriak dan tampak panik pada waktu mengalami mimpi. Night terror biasanya muncul saat anak baru 1 atau 2 jam tidur. Namun biasanya hal ini akan segera hilang saat melihat ibu/ayah ada di sisinya atau datang dan menenangkannya. Setelah itu, umumnya anak bisa kembali tidur seperti tak terjadi apa-apa. Setelah bangun tidur dia pun akan lupa dengan mimpinya itu (Anonim, 2005).
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan anak mengalami mimpi buruk yaitu makan kekenyangan, pengalaman insidentil, terlalu senang, kejadian traumatis dan fantasi anak (Anonim, 2005). Ketika anak makan kekenyangan, maka apabila anak tidur dengan hal tersebut maka anak tidak akan nyaman karena lambungnya masih terus bekerja keras untuk mencerna makanan. Perasaan tidak nyaman itulah yang dapat memicu mimpi buruk. Sedangkan Pengalaman Insidentil merupakan suatu kejadian yang dialami anak terutama yang tidak menyenangkan dimana hal ini akan menyebabkan anak mengalami mimpi buruk. Misalnya, sebelum tidur anak menyaksikan film horor, bertengkar dengan teman, dimarahi orang tuanya, atau melihat pertengkaran antara ayah dan ibunya. Bila kejadian tersebut membekas dalam pikirannya, maka dapat berujung pada mimpi buruk. Anak yang sebelum tidur terlalu Senang karena begitu semangat dalam bermain sambil tertawa-tawa sehingga dapat juga memicu timbulnya mimpi yang tidak menyenangkan saat tidur malam.
Kejadian traumatis juga dapat mempengaruhi kebutuhan tidur anak. Ketika anak yang melihat ibu/ayahnya mengalami kecelakaan atau meninggal dunia atau anak sendiri yang mengalami kecelakaan. Kejadian-kejadian tersebut dapat tersimpan lama di dalam otaknya sehingga anak sering dihantui oleh mimpi buruk. Kejadian traumatis yang cukup berat bahkan bisa mengakibatkan kondisi psikologis anak terganggu. Akibatnya, anak tidak hanya dihantui pada saat tidur tapi juga dalam keadaan terjaga. Mimpi buruk juga dapat terjadi karena adanya fantasi anak, dimana anak usia prasekolah memiliki fantasi yang sangat besar. Terkadang sesuatu yang bagi orang dewasa biasa-biasa saja, difantasikan menjadi sesuatu yang menakutkan. Misalnya, adegan di film-film kartun yang menggambarkan perilaku-perilaku kasar seperti binatang yang dipukul dengan palu besar hingga tubuhnya rusak lalu bisa kembali seperti semula dalam waktu singkat.
Bila anak berfantasi, adegan yang lucu bagi sebagian orang itu, bisa berubah menjadi adegan menakutkan dan terbawa-bawa ke alam mimpi anak. Hal ini terjadi karena anak belum mampu membedakan kejadian khayal dan kejadian sebenarnya (Anonim, 2005).
b. Teror malam hari dan berjalan malam hari
Menurut Mott et al (1990), selama teror malam hari anak merintih, menangis atau menjerit, Ketika orang tua masuk ke dalam kamar; anak sudah bangun, tampak bingung, merasa terganggu, takut. Biasanya anak segera dapat tidur kembali serta mengingat kejadian tersebut. Selain itu anak kadang ditemukan berjalan dengan bingung pada malam hari seperti mencari sesuatu. Setelah anak tenang maka anak akan kembali tidur. Episode ini bisa terjadi pada tahap non-REM dan umumnya pada siklus tidur awal dan juga terjadi menjelang pagi. Selama episode tersebut orang tua harus tetap berada di dekat anak untuk melindungi dari kemungkinan cedera, dan menyuruh anak untuk kembali tidur (Mott et al, 1990).
c. Sulit tidur
Anak usia prasekolah biasanya menolak untuk tidur dan suka menunda waktu tidur dengan cara memanjang waktu untuk melakukan rutinitas sebelum tidur misalnya berbicara, menyanyi, membaca cerita atau mendengarkan musik sehingga dapat membantu agar anak mudah untuk mulai tidur. Orang tua harus konsisten dengan jadwal tidur anak, membiarkan anak memilih yang rurtinitas yang sesuai tetapi tidak memberikan permintaan yang tidak terbatas sehingga anak akan mengalami kesulitan untuk tidur. Umumnya orang tua bisa membuat rencana mengenai ritual tidur anak (misalnya gosok gigi, mendengarkan cerita, ciuman selamat malam, dan mematikan lampu). Rutinitas anak harus diasosiasikan dengan tenang dan lembut sebelum pergi tidur (Mott et al, 1990).
d. Terbangun malam hari
Kejadian terbangun pada malam hari sedikitnya satu kali seminggu dan terbangun satu kali atau lebih setiap malam banyak dialami oleh anak prasekolah daripada anak usia lain. Kemungkinan anak bangun karena mengompol atau ingin buang air kecil. Anak membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk kembali tidur (Beltramini & Hertzig, 1983). Selanjutnya Kozier et al (1995) menyatakan bahwa buang air kecil sewaktu tidur biasanya terjadi pada anak yang berusia di atas 3 tahun sekitar 1-2 jam setelah anak tertidur.
Adapun masalah-masalah tidur yang umum terjadi pada anak adalah sulit tidur, masalah terbangun, gangguan siklus tidur bangun masalah tidur yang lain seperti mimpi buruk, teror malam hari, berjalan waktu tidur, merasa lelah sepanjang hari dan berbicara waktu tidur (Anonim, 2005).
Sulit tidur dapat diartikan sebagai kesulitan untuk memulai tidur pada anak. Anak biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur, menolak untuk tidur ataupun hanya mau tidur jika orangtua ikut berbaring bersama mereka. Masalah ini dialami oleh anak usia prasekolah sebanyak 16 %. Masalah terbangun merupakan suatu masalah yang terjadi ketika tidur anak terganggu setelah anak tertidur. Anak sering terbangun pada malam hari dan mengganggu orangtua mereka dengan cara menangis atau memanggil orangtua.Untuk gangguan siklus tidur bangun dapat ditandai dengan waktu bangun tidur anak yang terlalu awal (sebelum pukul 5 pagi). Sementara itu Alessandro & Huth (2005), mengidentifikasi masalah tidur lain yang umum dialami anak adalah mimpi buruk, teror malam hari, berjalan waktu tidur, merasa lelah sepanjang hari dan berbicara waktu tidur. Teror malam hari tidak sama dengan mimpi buruk. Mimpi buruk terjadi fase tidur Rapid Eye Movement (REM). Sedangkan teror malam hari terjadi sebelum memasuki fase tidur REM. Setelah mimpi buruk anak akan terbangun dengan ingatan yang menakutkan tentang mimpinya, sedangkan pada teror malam hari biasanya anak merasa takut tetapi tidak bisa mengingat penyebabnya (Alessandro & Huth, 2005).
KEBUTUHAN DAN KEBIASAAN TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH
KONSEP TIDUR
TAHAP -TAHAP TIDUR
Reference :
Anonim, (2005). Masalah-masalah tidur pada anak. From: http://www.google.com
Anonim, (2005). Sleep Disorder. From: http:// www.yahoo.com
Anonim, (2005). Sleep Problems in Young Children. From: http:// www.google.com
Haslam, David. (1998). Psikologi popular: Mengatasi anak sulit tidur. Jakarta: Arcan.
Beltramini, A.U., & Hertzig, M.E. (1983). Sleep and Bedtime Behavior in preshool-Aged Children. Pediatrics Vol. 71 no. 2 February 1983. New York.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder S. (2004). Fundamental of nursing concept, process, and practice. (7th ed). Canada: Upper Saddle River.
Mott, S., James, S., Sperhae, A. (1990). Nursing care of children and family. California: Addison Wesley Nursing.
Rosmayanti, (2005). Kebutuhan tidur pada bayi dan anak. Jakarta Selatan: Cikal Kemang from http://www.tabloid-nakita.com/ artikel. php3?edisi= 07325& rubrik=batita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar