PERILAKU KEKERASAN

Apa itu perilaku Kekerasan ?
  1. Menurut Maramis , 2005 Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan yang dapat timbul secara mendadak atau didahului tindakan ritualistik atau meditasi pada seseorang (pria) yang masuk dalam suatu kesadaran yang menurun atau perkabut (Trance Like State) tanpa dasar epilepsi
  2. Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000, p. 147).
  3. Perilaku kekerasan merupakan kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali baik secara verbal maupun tindakan dengan mencederai diri, orang lain dan merusak lingkungan (Depkes RI, 2007 p. 76).
  4. Resiko terhadap tindak kekerasan adalah keadaan dimana individu melakukan atau menyerang orang atau lingkungan (Carpenito 2000, p. 1433).
  5. Resiko menciderai diri yaitu suatu kegiatan yang dapat menimbulkan kematian baik secara langsung maupun tidak langsung yang sebenarnya dapat dicegah (Depkes RI, 2000, p. 192).
  6. Resiko menciderai diri adalah suatu risiko perbuatan dimana seseorang berperilaku pada dirinya dapat berupa fisik, emosi dan atau perbuatan seks yang berbahaya pada dirinya (Nanda, 2005, p. 203).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan yaitu suatu tindakan kekerasan yang dinyatakan baik verbal maupun non verbal yang ditujukan pada diri sendiri atau orang lain.

Rentang respon Marah?
Rentang respon marah menurut Keliat (2005, p. 21)


Dari rentang respon marah dapat berbentuk adaptif dan maladaptif
a. Asertif
Kemarahan yang diungkap pada orang lain dengan kata-kata yang tidak menyinggung sehingga memberikan kelegaan dan tidak menimbulkan masalah baru.
b. Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan karena tujuan tidak realistis atau hambatan dalam proses keinginan.
c. Pasif
Merupakan perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk mengungkapkan perasaannya sebagai (usaha untuk mempertahankan hak-haknya)
d. Agresif
Perilaku yang menyertai rasa marah dan merupakan dorongan mental untuk bertindak (dapat konstruktif atau destruktif) dan masih terkontrol.
e. Perilaku kekerasan
Merupakan respon terhadap kemarahan yang maladaptif ditandai dengan perasaan marah meluap-luap dan hostilitas yang kuat disertai hilangnya kontrol diri yang dapat merusak diri, orang lain dan lingkungan.

Apa Penyebab Perilaku Kekerasan ?
Menurut Depkes RI (2002, p. 149) :
1. Faktor Predisposisi / Pendukung
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.
a. Faktor Biologis
  • Instinctual drive theory (teori dorongan naluri). Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
  • Pyschomatis theory (teori psikomatik pengalaman marah). Adalah akibat respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor Psikologis
1) Frustration Aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu yang gagal/terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilau agresif karena perasaan frustasi akan berurang melalui perilaku kekerasan.
2) Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar. Hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas/situasi yang mendukung.
3) Exstensial theory (teori eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui berperilaku dekstruktif.
c. Faktor Sosial Kultural
1) “Social environment theory” (teori lingkungan sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah.
2) “Sosial learning theory” (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi.
2. Faktor Prespitasi / Pencetus
Stresor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik. Stresor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dari dalam. Contoh stressor dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain. Sedangkan stresor yang berasal dari dalam adalah putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik dan lain-lain. Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
3. Mekanisme koping
(Menurut Depkes RI 2000 : 152)
  • Represi : Menekan perasaan/pengalaman yang menyakitkan/konflik/ingatan dari kesadaran yang cenderung memerkuat mekanisme ego lainnya.
  • Supresi : Menekan erasaan/pengalaman yang menyakitkan dinginkannya sebagaimana yang pernah dikomunikasikan sebelumnya.
  • Deniel : Perilaku menolak realitas yang terjadi pada dirinya dengan berusaha mengatakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
  • Displacement : Mengalihkan emosi yang diarahkan pada benda/objek yang kurang tidak berdaya.
4. Perilaku
(Menurut Depkes RI 2002: 153)
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang / menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereasi terhadap sekresi ehineprin yang menyebaban tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urin dan saliva meningkat.
b. Menyatakan secara asertive (assertivenes)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asertif.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasaan / anak yang ditunjukkan pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Apa Gejala Atau Keluan Dari perilaku Kekerasan ?
Gambaran Perilaku kekerasan menurut Keliat, (2005, p. 27) adalah sebagai berikut :
  • Tanda-tanda yang menyertai marah yaitu : Muka merah, bicara kasar, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, klien sering memaksakan kehendak merampas makanan, memukul jika tidak senang.
  • Gejala yang muncul : Stress, mengungkapkan secara verbal, menuntut, menentang.
Gambaran Perilaku kekerasan menurut Akemat (2004, p. 45) adalah sebagai berikut :
1. Dimensi emosi
Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel, merasa kuat.
2. Dimensi fisik
Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan obat, TD meningkat.
3. Dimensi intelektual
Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan
4. Dimensi Spiritual
Kemahakuasaan, Kebijakan/kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral, kebejatan, kreatifitas terhambat.
5. Dimensi sosial
Menarik diri, Pengasingan, Agitasi, Penolaan, Kekerasan, Ejekan, Humor



Kepustakaan :
  1. Akemat. (2004). Pelatihan Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Jiwa. Semarang : RSJ dr. Amino gondo hutomo.
  2. Carpenito. L. J. ( 2000 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. (terjemahan). Jakarta : EGC.
  3. Carpenito. L.J. (1998). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik Klinik, Jakarta : EGC.
  4. Depkes RI. ( 2000 ). Buku Pedoman Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan
  5. Profesional (MPKP). Magelang : RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang.
  6. Depkes RI. ( 2002 ). Buku Pedoman Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan
  7. Profesional (MPKP). Magelang : RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang.
  8. Depkes RI. ( 2003 ) Buku Pedoman Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan
  9. Profesional (MPKP). Magelang : RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang.
  10. Depkes RI. ( 2007 ). Standart Asuhan Keperawatan Jiwa. Magelang RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang.
  11. Keliat. ( 1998 ). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (terjemahan). Jakarta EGC.
  12. Keliat. ( 2005 ). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (terjemahan). Jakarta EGC.
  13. Maramis. ( 2005 ). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airl¢ngga University Press.
  14. Nanda. ( 2005 ), Nursing Diagnosis And Definitions and Clarification. Philadhelpia.

KOMPRES HANGAT - PANAS

1. Definisi Kompres

Compres : a pad of cloth applied firmly to a part of the body; compres may be dry or wet, cold or warm (Smith, 1996).
Berdasarkan definisi di atas bahwa kompres dapat diberikan dalam keadaan kering atau basah dan dingin atau hangat. Kompres menggunakan media panas dapat berupa kantong air panas/botol berisi air panas, uap panas, lumpur panas, handuk panas, electric pads dan lain-lain.
2. Manfaat/efek Panas
Panas digunakan secara luas dalam pengobatan karena memiliki efek dan manfaat yang besar. Adapun manfaat/efek panas adalah (Gabriel, 1996) :
a. Efek Fisik
Panas dapat manyebabkan zat cair, padat dan gas mengalami pemuaian ke segala arah.
b. Efek Kimia
Panas dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Pada jaringan akan terjadi metabolisme seiring dengan peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh.
c. Efek Biologis
Panas dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah.
Secara fisilogis respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon dari panas inilah yang dipergunakan untuk keperluan terapi pada berbagai kondisi dan keadaan yang terjadi dalam tubuh.


3. Mekanisme Kerja Panas
Energi panas yang hilang atau masuk ke dalam tubuh melalui kulit dengan empat cara yaitu : secara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi (Gabriel, 1996).
Adapun prinsip kerja kompres hangat dengan mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah, sehingga akan terjadi penurunan ketegangan otot. Kompres ini dilakukan dengan menggunakan buli-buli panas yang dibungkus dengan kain, bersuhu 36°-38° C, yang ditempelkan langsung pada sisi kanan dan sisi kiri perut secara bergantian antara sisi perut kanan dan sisi perut kiri setiap 5 menit selama 20 menit. Air panas diganti setiap lima sampai sepuluh menit untuk mempertahankan suhu buli-buli panas tetap hangat. Kompres diberikan sampai nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang (Perry and Potter, 1993).

PROSES MENUA - AGING PROCESS

Menurut Vincent J. Cristofalo (1990) dalam Hardywinoto (2005), beberapa karakteristik tentang proses penuaan yang terjadi pada hewan menyusui dan manusia adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan kematian sejalan dengan peningkatan usia.
b. Terjadinya perubahan kimiawi dalam sel dan jaringan tubuh mengakibatkan massa tubuh berkurang, peningkatan lemak dan lipofuscin yang dikenal sebagai age pigment, serta perubahan di serat kolagen yang dikenal dengan cross-linking.
c. Terjadinya perubahan progresif dan merusak.
d. Menurunnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan di lingkungannya.
e. Meningkatnya kerentanan terhadap bebagai penyakit tertentu.
Teori biologis tentang proses menua dapat di bagi menjadi teori intrinsic dan ekstrinsik. Intrinsic berarti perubahan yang berkaitan dengan usia timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri, sedangkan teori ekstrinsik menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan oleh pengaruh lingkungan. Teori biologis dapat dibagi dalam :

1. Teori Genetik
Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan jalannya proses penuaan. Setiap spesies mempunyai jam biologis sendiri dan masing-masing spesies mempunyai batas usianya. Teori genetic mengakui adanya mutasi somatic (somatic mutation), yang mengakibatkan kegagalan atau kesalahan di dalam penggandaan deoxyribonucleic acid atau DNA. Sel tubuh sendiri membagi diri maksimal 50 kali (Hayflick limit) (Hardywinoto, 2005).
2. Teori Non Genetik
Teori ini merupakan teori ekstrinsik dan terdiri dari berbagai teori seperti :
a. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor dan rokok, zat pengawet makanan, radiasi, sinar ultraviolet mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Radikal bebas merupakan molekul, fragmen molekul atau atom dengan electron bebas tak berpasangan. Rasikal bebas ini terjadi dengan system metabolic, akibat polusi asap industri atau kendaraan bermotor, radiasi, pestisida, zat pengawet makanan, kerusakan sel atau sel mati pada penyakit seperti hepatitis dan kanker. Radikal bebas sangat aktif, sehingga zat ini mudah terikat dengan molekul lain dan fungsi molekul berubah. Radikal bebas dapat terikat pada DNA dan RNA pada inti sel, sehingga terbentuk protein yang abnormal dan menimbulkan gangguan fungsi sel. Radikal bebas cepat dirusak oleh enzyme di dalam tubuh seperti superoxide dismutase, catalase dan glutathione peroxidase. Radikal bebas yang terikat merusak sel dan mengganggu fungsi sel dan dapat menimbulkan penyakit, degenerasi sel serta mempercepat proses penuaan. Radikal bebas terdapat dalam bentuk peroxydase dan molekul yang terjadi akibat reaksinya dengan sel di dalam sel.
b. Teori Cross-link (Cross-link Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku pada proses penuaan.
c. Teori Kekebalan (Immunologic Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada jaringan limfoid mengakibatkan tidak adanya keseimbangan dalam sel T sehingga produksi antibodi dan kekebalan menurun. Pada lanjut usia fungsi kekebalan dan mekanisme pertahanan tubuh menurun sejalan dengan bertambahnya usia dan hal ini terkait dengan meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit infeksi tertentu seperti meningitis, tuberculosis, pneumonia pneumokokus, influenza, AIDS dan bakteriaemia. Sistem kekebalan terlaksana berkat berfungsi dengan baik jaringan kelenjar limfa, limpa, sumsum tulang, tonsil, kelenjar thymus dan kelenjar limfa yang terletak dekat saluran pencernaan makanan dan saluran pernafsan. Jaringan ini terdiri dari sekumpulan sel yang berfungsi mengatur kekebalan tubuh dan berdiferensiasi menjadi sel plasma, granulosit dan limfosit, yang terdiri dari sel B pembentuk immunoglobulin dan sel T (Thymus derived) yang berada di reticulo endothelial system. Sel T juga mempengaruhi sel-sel lainya seperti monocyte, makrophag untuk membunuh antigen dan sel NK (Natural Killer) yang berfungsi menghancurkan sel tumor dan mematikan kuman. Sel B membentuk immunoglobulin, yang terbagi dalam IgM, IgA, IgD, IgE, IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4.
d. Teori Fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri dari teori oksidasi stress (oxidative stress theory) dan teori dipakai aus (wear-and-tear theory) (Hardywinoto, 2005). Penyebab terjadinya stress oksidasi adalah penyakit seperti parkinson dan degenerasi basal ganglion lainnya, penyakit Alzheimer dan penyakit motoneuron, keadaan ini menimbulkan terjadinya toksin dan keracunan, seperti keracunan MPP 5-OHDA, nitric oxide dan amyloid toxicity. Mekanisme dipakai dan aus merupakan hal yang dialami oleh organisme. Proses perbaikan dan pergantian sel dimungkinkan bila pada lanjut usia tersedia daya dan sarana yang memang ada pada saat itu atau telah disiapkan jauh sebelumnya. Perbaikan juga dimungkinkan oleh reaktivasi stem cell untuk mengembalikan fungsi sel yang berkurang atau rusak (Hardywinoto, 2005).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK

Menurut Yusuf (2004) faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa adalah:
a. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang dari keluarga miskin mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasanaya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan perbedaan kecerdasan dan kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya) dan pada keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung rendah kurang terorganisasi dari pada kelas menengah keatas. Pembicaraan antar keluarga juga jarang-jarang karena kegiatannya berfokus pada pencarian pendapatan, sehingga perkembangan bahasa anak kurang diperhatikan (Hetzer & Reindorf dalam Hurlock 1996).
Menurut Gegas (1979) dan Peterson serta Rollins (1987) dalam (Friedman, 1998) menyatakan bahasa dan kemampuan linguistik amat berkembang dikalangan anak dari kelas menengah keatas. Ibu dari kelas bawah lebih mengandalkan penggunaan perintah atau komando, padahal ibu dari kelas menengah keatas cenderung menjelaskan alasan adanya suatu aturan, selain itu perilaku ibu dan teknik dipengaruhi oleh banyaknya stres dan ketegangan yang dialmai ibu, sumber-sumber yang digunakan untuk membantu konseling, dan mendukung mereka, juga sosialisasi mereka sndiri sebagai anak yang menggambarkan suatu kelas sosial dimana mereka berasal.
Menurut (Friedman, 1998) sosial ekonomi adalah tingkatan kelas sosial masyarakat dibidang ekonomi yang terbagi dalam:
  1. Kelas sosial rendah dengan kreteria hanya mampu mencukupi kebutuhan primer saja (sandang, pangan, papan)
  2. Kelas sosial ekonomi menengah dengan kreteria mampu mencukupi kebutuhan primer dan sekunder (kebutuhan akan hiburan, rekreasi, menonton film dan lain-lain)
  3. Kelas sosial ekonomi atas dengan kreteria mampu mencukupi kebutuhan primer, sekunder, tersier (kebutuhan akan barang mewah: perhiasan, mobil, vila dan lain-lain)
Menurut Bank Rakyat Indonesia (2004) pendapatan dikatakan tinggi apabila pendapatan >3 juta, pendapatan sedang antara 1-3 juta, dan pendapatan rendah < 1 juta.
b. Hubungan Keluarga
Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan ibu yang mengajar, melatih dan memberikan contoh bahasa kepada anak. Hubungan yang sehat antara ibu dengan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari ibunya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Hubungan yang tidak sehat itu bisa berupa sikap ibu yang keras/kasar, kurang kasih sayang, atau kurang perhatian untuk memberikan latihan dan contoh dalam berbahasa yang baik kepada anak, maka perkembangan bahasa anak cenderung akan mengalami stagnasi atau kelainan seperti: gagap dalam berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan kata-kata, merasa takt untuk mengungkapkan pendapat dan berkata yang kasar atau tidak sopan.
Menurut Hurlock (1996) lingkungan yang pertama dan utama masa anak adalah lingkungan keluarga, utamanya ibu. Hubungan antar keluarga mempunyai peran yang penting dalam menentukan pola, sikap, dan perilakunya kelak dalam hubungan dengan ibu. Meskipun pola ini akan berubah dengan semakin besarnya anak dan meluasnya lingkungan, tetapi pola intinya cenderung tetap. Inilah sebabnya mengapa hubungan keluarga yang dini merupakan unsur penting bagi perkembangan anak. Hubungan keluarga merupakan faktor penting dalam perkembangan individu. Ada tiga bukti yang menunjukkan hal tersebut:
1. Kurang kasih sayang
Anak yang dimasukkan kedalam suatu lembaga sehingga kurang mempunyai kesempatan yang wajar untuk mengungkapkan kasih sayang untuk dicintai oleh orang lain sehingga membuat anak menjadi pendiam, lesu, tidak responsif terhadap senyuman dan tidak berusaha untuk memperoleh kasih sayang, serta lebih lambat perkembangannya dari anak yang berada di lingkungan yang berbahagia.
2. Perilaku akrab
Hubungan anak dengan ibu atau pengganti ibu yang akrab, hangat dan memuaskan. Semua anak memerlukan perawatan yang terus menerus, sehingga anak merasa aman, puas dan ada hubungan keterikatan yang sangat erat yang merupakan dasar untuk mengadakan persahabatan dan menerima perilaku yang lebih baik.
3. Besarnya keluarga
Pengaruh besarnya keluarga terhadap awal perkembangan anak, dari anak keluarga besar yang jarak usia semua anak sangat kecil, mengalami sedikit hubungan langsung dengan ibunya karena ibunya terlalu sibuk. Anak yang kurang kasih sayang ibu, kurang kesempatan untuk mengembangkan keterikatan emosi, juga kekurangan perhatian dan rangsang mengakibatkan anak lesu dan pasif.
c. Faktor Kesehatan
Kesehatan merupakan faktor keluarga yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, tetutama pada bahasa awal kehidupannya. Apabila anak mengalami sakit terus-menerus maka anak tersebut akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasa anak secara formal.
d. Faktor Intelegensi
Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi normal atau diatas normal. Namun begitu, tidak semua anak yang mengalami kelambatan perkembangan bahasanya dikategorikan anak yang bodoh.
e. Jenis Kelamin (seks)
Pada tahu pertama usia anak tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria dan wanita. Namun mulai usia 2 tahun, anak wanita menunjukkan perkembangan yang lebih.