ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS


ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS
A. DEFINISI
Hepatitis virus akut adalah penyakit infeksi yang penyebarannya luas, walaupun efek utamanya pada hati.( Syivia .A. price : 2005 hal : 485 )
Hepatitis virus akut adalah penyakit pada hati yang gejala utamanya berhubungan erat dengan adanya nekrosis pad hati. Biasanya disebabkan oleh virus yaitu virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C, dll.( Arief Mansjoer, 2001 : 513 )
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001)

B. ETIOLOGI

Type A
Type B
Type C
Type D
Type E
Metode transmisi
Fekal-oral melalui orang lain
Parenteral seksual, perinatal
Parenteral jarang seksual, orang ke orang, perinatal
Parenteral perinatal, memerlukan koinfeksi dengan type B
Fekal-
oral
Kepa-
rahan
Tak ikterik dan asimto- matik
Parah
Menyebar luas, dapat berkem-
bang sampai kronis
Peningkatan insiden kronis dan gagal hepar akut
Sama dengan D
Sumber virus
Darah, feces, saliva
Darah, saliva, semen, sekresi vagina
Terutama melalui darah
Melalui darah
Darah, feces, saliva

2.Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.

3.Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut.

C.TANDA DAN GEJALA
1.Masa tunas
Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
2.Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.
3.Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
4.Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.

D.PATOFOSIOLOGI
Patways
Klik Untuk Melihat Pathway

Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh usus disertai nkrosis dan inflamasi pada sel – sel hati yang menghsilkan kumpulan perubahanklinis, biokimia serta seluler yang khas. Disini hepatitis dibagi menjadi dua yaitu hepatitis A dan hepatitis B. Hepatitis A dinamakan hepatitis hepatitis infekglusa, dosebabkan oleh virus RNA dari vamili anterovirus. Cara penularanya melalui fekal orl terutama lewat konsumsi makanan dan minuman yang tercemar virus tersebt. Masa inkubasi diperkirakan 1 – 7 minggu dengan rata – rata 30 hari. Ketika gejala muncul, bentuknya berupa infeks saluran nafas atas yang ringan seperti flu dengan panas yang tidak terlalu tinggi. Anoreksia merupakan gejala dini dan diperkirakan terjadi akibat pelepasan toksin oleh hati yang rusak tersebut untuk melakukan detoksifikasi produk yang abnormal. Sedangkan Hepatitis B berbeda dengan hepatitis A, ditularkan melalui darah (jalur perkutan dan permukosa). Virus tersebut pernah ditemukan oleh darah, saliva, semen serta sekretvagina dan dapat ditularkan lewat mmbran mukosa serta pada luka kulit. Memiliki masa inkubasi panjang. Gejala dan tanda samar dan bervariasi. Panas dan gejala pernapasan jarang ditemukan

E.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Laboratorium
a.Pemeriksaan pigmen
- urobilirubin direk
- bilirubun serum total
- bilirubin urine
- urobilinogen urine
- urobilinogen feses
b.Pemeriksaan protein
- protein totel serum
- albumin serum
- globulin serum
- HbsAG
c. Waktu protombin
- respon waktu protombin terhadap vitamin K
d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
- AST atau SGOT
- ALT atau SGPT
- LDH
- Amonia serum
2. Radiologi
- foto rontgen abdomen
- pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
- kolestogram dan kalangiogram
- arteriografi pembuluh darah seliaka
3. Pemeriksaan tambahan
- laparoskopi
- biopsi hati

F. KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati
1.Aktivitas
- Kelemahan
- Kelelahan
- Malaise
2. Sirkulasi
- Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
- Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
3. Eliminasi
- Urine gelap
- Diare feses warna tanah liat
4. Makanan dan Cairan
- Anoreksia
- Berat badan menurun
- Mual dan muntah
- Peningkatan oedema
- Asites/Acites
5. Neurosensori
- Peka terhadap rangsang
- Cenderung tidur
- Letargi
- Asteriksis
6. Nyeri / Kenyamanan
- Kram abdomen
- Nyeri tekan pada kuadran kanan
- Mialgia
- Atralgia
- Sakit kepala
- Gatal ( pruritus )
7. Keamanan
- Demam
- Urtikaria
- Lesi makulopopuler
- Eritema
- Splenomegali
- Pembesaran nodus servikal posterior
8. Seksualitas
- Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus

G. INTERVENSI
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
a.Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b.Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi paling sering
R/adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan kapasitasnya.
c.Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
R/akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
d.Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
e.Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.

2.Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya)
a.Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri
R/nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
b.Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
- Akui adanya nyeri
- Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri
c.Berikan informasi akurat dan
- Jelaskan penyebab nyeri
- Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
d. Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri.

3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar.
Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi peningkatan suhu
a. Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
b. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi

c. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.

4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
a. Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung lebih tenang
b. Sarankan klien untuk tirah baring
R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit.
c. Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-kemampuan dan minat-minat
R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang kurang penting
d. Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu puncak energi, waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan
R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang dapat menimbulkan keletihan
e. Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap asertif, teknik relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis

5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
Hasil yang diharapkan :
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
- Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril, lanolin)
- Keringkan kulit, jaringan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung syaraf
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi
c. Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak pruritus
d. Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan

6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru dan akumulasi sekret.
Hasil yang diharapkan :
Pola nafas adekuat
Intervensi :
a. Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen
b. Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
c. Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret
d. Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
e. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia

7. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus
Hasil yang diharapkan :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
a. Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani semua cairan tubuh
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen
- Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh
- Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun
R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis
b. Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit
c.Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi
d. Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.
Hadim Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung.
Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.
Susan, Martyn Tucker et al, Standar Perawatan Pasien, jakarta, EGC, 1998.
Reeves, Charlene, et al,Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Joko Setiyono, Edisi I, jakarta, Salemba Medika.
Sjaifoellah Noer,H.M, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, jakarta.

Source :keperawatan-gun.blogspot.com

PROSEDUR PENATALAKSANAAN DEMAM REUMA AKUT

PROSEDUR PENATALAKSANAAN
DEMAM REUMA AKUT
( “ACUTE RHEUMATIC FEVER” )
DEFINISI
Adalah penyakit Peradangan difus yang merupakan komplikasi lambat non-supuratif dari radang tenggorokan karena kuman Streptokokus Grup A ( mungkin melalui proses “imunologi” ), dengan periode laten 1 – 5 minggu.
PATOGENESA / PATOFISIOLOGI
Dimulai radang tenggorokan karena infeksi kuman Streptokokus Grup A ( > 70 tipe serologi ) yang berupa : radang tenggorokan berat yang khas, dan tidak khas, ataupun tanpa gejala sama sekali. Karena antigen secara imunologi mirip jaringan penyangga manusia, antibodi memberikan reaksi silang dengan jaringan tersebut menimbulkan respon keradangan non-supuratif difus setelah periode laten 1 – 5 minggu.
Radang tenggorokan --> “Nephritogenic” --> Glomerulonephritis
Radang kulit ( impetigo ) -->
Radang tenggorokan --> “Rheumatogenic” --> Demam Reuma

Insidens Demam Reuma Akut terbanyak antara umur : 5 – 15 tahun, jarang sebelum umur 3 – 4 tahun dan sesudah umur 25 tahun.

GEJALA KLINIS / “SYMPTOM” :
Manifestasi ( Kriteria Jones ) :
Mayor
I. Karditis :
1. Bising :
a. - Bising sistolik apikal yang bermakna ( Regurgitasi Mitral ),
- Bising mid-diastolik apikal ( bising Carey – Coombs ),
- Bising diastolik basal ( Regurgitasi Aorta ), pada penderita tanpa riwayat :
- demam reuma
- penyakit jantung reumatik.
b.Pada penderita yang sebelumnya demam reuma & penyakit jantung reumatik :
- perubahan sifat bising
- bising yang baru.

Katup yang terkena :
- Mitral 75 – 80% kasus
- Aorta 30%
- Trikuspid & Pulmonal < 5% 2. Kardiomegali : Pada penderita tanpa riwayat demam reuma & penyakit jantung reumatik sebelumnya. Ukuran jantung bertambah besar pada penderita demam reuma & penyakit jantung reumatik sebelumnya. 3. Perikarditis : - “Friction rub” - efusi perikardial - perubahan EKG - perubahan ekhokardiografi 4. Gagal Jantung Kongestif II. Poliartritis : “polymigratory arthritis” pada sendi besar manifestasi mayor yang paling sering III.Khorea : gerakan cepat, tanpa tujuan dan tanpa disadari sering disertai kelemahan otot dan kelainan tingkah laku. DD : - Tics - Atetosis - Hiperkinesis - Khorea Huntington - Lupus Eritematosus Sistemik - Penyakit Wilson - Reaksi obat IV. Eritema Marginatum V. Nodul subkutan : di permukaan ekstensor – siku, lutut, dll.
CARA PEMERIKSAAN / DIAGNOSA :
Kriteria DEMAM REUMA menurut WHO / AHA
Manifestasi Mayor :
1. Karditis
2. Poliartritis
3. Khorea
4. Eritema marginatum
5. Nodul subkutan

Manifestasi Minor :
Klinis :
- Demam Reuma sebelumnya atau Penyakit Jantung Reumatik
- Artralgia
- Demam

Laboratorium :
- LED meningkat
- Lekositosis
- Interval PR memanjang ( pada EKG )

Bukti penyokong Infeksi Streptokokus :
- Titer antibodi Anti-Streptokokus meningkat
- Biakan tenggorok Streptokokus ( + )
- Baru menderita Demam Skarlet.

Probabilitas tinggi Demam Reuma Akut :
2 kriteria Mayor atau
1 kriteria Mayor + 2 kriteria Minor
apabila + infeksi Streptokokus Grup A sebelumnya.

Pada 3 kategori dibawah, diagnosa Demam Reuma ditegakkan tanpa ada kriteria-kriteria seperti tersebut diatas :
1. Khorea : tapi harus disingkirkan :
- Sindroma tiks multipel
- Sebab lain gerakan khoreiform ( lupus, dsb. )
2. “Insidious or Late Onset Carditis” :
- tidak ada ( tidak jelas ) riwayat Demam Reuma.
- Manifestasi :
a. Gagal jantung
b. Penyakit katub jantung
DD :
- Miokarditis
- Endokarditis infeksi
3. “Rheumatic Reccurence” :
1 atau 2 + infeksi Streptokokus sebelumnya.

KOMPLIKASI :
- Gagal jantung
- Perikarditis.

PERAWATAN DEMAM REUMA :
Rawat Inap :
1. Pengobatan Infeksi Tenggorokan :
• Penisilin Prokain 1 x 600.000 U intramuskular/hari selama 10 hari.
• Diteruskan Benzatin benzilpenisilin 1.200.000 U intramuskular/bulan.
• Bila ada alergi Penisilin ---> Eritromisin 4 x 250 mg/hari selama 10 hari.
2.Pengobatan Keradangan Non-supuratif :
Aspirin 6 – 8 gram/hari ( 4 – 5 x /hari ).
Kortikosteroid ( apabila ada Karditis ) :
- Prednison 60 – 120 mg/hari ( 4 x /hari ), sampai laju endap darah normal, diteruskan “maintenance” beberapa minggu.
3.Tirah baring.
Perjalanan penyakit 6 – 12 minggu.
Tirah baring sampai tanda-tanda demam reuma aktif menghilang, dengan kriteria sebagai berikut :
- Suhu normal tanpa obat
- Laju endap darah normal
- Denyut nadi istirahat < 100/menit - EKG kembali seperti semula. PENCEGAHAN PRIMER DEMAM REUMA AKUT Tx Infeksi saluran napas oleh karena Streptokokus Grup A - Benzatin benzilpenisilin 1 x 1.200.000 U intramuskular, dosis tunggal, atau - Penisilin V ( Fenoksi Metil Penisilin ) oral 4 x 250/hari selama 10 hari, atau - Eritromisin 4 x 250 mg/hari selama 10 hari. PENCEGAHAN SEKUNDER DEMAM REUMA AKUT Pada penderita yang telah mengidap Penyakit Jantung Reumatik. 1. Benzatin benzilpenisilin 1.200.000 U/bulan atau Fenoksi Metil Penisilin 2 x 250 mg/hari, atau 2. Sulfadiazine 2 x 500 mg/hari atau 3. Eritromisin 2 x 250 mg/hari. Pencegahan sekunder : - Sampai umur 25 tahun - Sampai 5 tahun setelah serangan terakhir ( demam reuma usia dewasa ) - Seumur hidup pada daerah “overcrowded” dengan prevalensi infeksi tenggorokan oleh karena streptokokus yang tinggi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KISTOMA OVARII

KISTOMA OVARI

A. PENGERTIAN

Kistoma ovari merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas (Winkjosastro. et.all. 1999).

Dalam kehamilan tumor ovarium yang dijumpai yang paling sering adalah kista dermonal, kista coklat atau kista lutein, tumor ovarium yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam panggul.

B. ETIOLOGI

Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu : (Ignativicus, bayne, 1991)

1. Kista non neoplasma

Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon esterogen dan progresterone diantaranya adalah :

a. Kista non fungsional

Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang di dalam korteks

b. Kista fungsional

- Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.

- Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone setelah ovulasi.

- Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada mola hidatidosa.

- Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.

2. Kista neoplasma (Winjosastro. et.all 1999)

a. Kistoma ovarii simpleks

Adalah suatu jenis kista deroma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista

b. Kistodenoma ovarii musinoum

Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya I elemen mengalahkan elemen yang lain

c. Kistodenoma ovarii serosum

Berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal ovarium)

d. Kista Endrometreid

Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid

e. Kista dermoid

Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.

f. Kista endrometroid

Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid

g. Kista dermoid

Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis


C. PATHOFISIOLOGI

1. Kista non neoplasma (Ignativicius bayne, 1991)

a. Kista non fungsional

Kista inkulasi dalam konteks yang dalam timbul ivaginasi dan permukaan epitelium yang berkurang. Biasanya tunggal atau multiple, berbentuk variabel dan terbatas pada cuboidal yang tipis, endometri atau epitelium tuba berkurang 1 cm sampai beberapa cm.

b. Kista fungsional

i. Kista folikel, kista di bentuk ketika folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus menstruasi. Bila ruptur menyebabkan nyeri akut pada pelvis, evaluasi lebih lanjut dengan USG atau laparaskopi. Operasi dilakukan pada wanita sebelum pubertas, setelah menopause atau kista lebih dari 8 cm.

ii. Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progresterone setelah ovulasi. Ditandai dengan keterlambatan menstruasi atau menstruasi yang panjang, nyeri abdomen bawah pelvis. Jika ruptur perdarahan intraperitorial, terapinya adalah operasi ooverektomi.

iii. Kista tuba lutein, ditemui pada kehamilan mola, terjadi pada 50 % dari semua kehamilan dibentuk sebagai hasil lamanya stimulasi ovarium, berlebihnya HCG. Tindakanya adalah mengangkat mola.

iv. Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium dengan produk kista yang banyak. Hiperplasi endometrim atau kariokarsinoma dapat terjadi pengobatan dengan kontrasepsi oral untuk menekan produksi 1.11dan oovorektomi.

2. Kista Neoplasma Jinak (Winkjosastro.et.all. 1999).

a. Kistoma ovarii simpleks. Kista ini bertangkai dan dapat menyebabkan torsi (putaran tingkai). Diduga kista ini adalah jenis kista denoma serosum yang kehilangan kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista. Tindakannya adalah pengangkatan kista dengan reseksi ovarium.

b. Kistoderoma ovarii musinosum. Asal kista ini belum pasti, namun diduga berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya 1 elemen mengalahkan elemen yang lain atau berasal dari epitel germinativum.

c. Kristoderoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal ovarium). Bila kista terdapat implantasi pada peritoneum disertai asites maka harus dianggap sebagai neoplasma yang ganas dan 30 % sampai 50 % akan mengalami keganasan.

d. Kista endrometroid. Kista biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada dinding dalam terdapat satu lapisan sel-sel yang menyerupai lapisan epitel endometrium,

e. Kista dermoid. Pada suatu teratoma kistik yang jinak dimana struktur-struktur ektoderma dengan deferensiasi sempurna seperti epitel kulit, rambut, gigi dan produk glandula sebastea putih menyerupai lemak nampak lebih menonjol dari pada elemen-elemen aktoderm. Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.

D. GAMBARAN KLINIS

Mayoritas penderita tumor ovarium tidak menunjukan adanya gejala sampai periode wamtu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ini berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosa sering ditemukan pada saat pasien dalam keadaan stadium lanjut sampai pada waktu klien mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah, rasa sebah pada perut dan timbul benjol pada perut.

Pada umumnya kista denoma ovarii serosim tak mempunyai ukuran yang amat besar dibandingkan dengan kista denoma musinosu,. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula berbagala karena ovarium pun dapat berbentuk multivokuler. Meskipun lazimnya berongga satu, warna kista putih keabu-abuan. Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler kedalam rongga kista sebesar 0 % dan keluar pada permukaan kista sebesar 5 % isi kista cair kuning dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya sendiripun kecil tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papiloma).

E. PROSES PENYEMBUHAN LUKA

Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah sama dengan yang lainnya. Perbedaan terjadi menurut waktu pada tiap-tiap fase penyembuhan dan waktu granulasi jaringan (long. 1996).

Fase-fase penyembuhan luka antara lain :

1. Fase I

Pada fase ini Leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak terbentuk fibrin yang menumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan membantu menutupi luka, kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan jahitan dengan baik.

2. Fase II

Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan ceruk mulai kolagen serabut protein putih semua lapisan sel epitel bergenerasi dalam satu minggu, jaringan ikat kemerahan karena banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan baik dalam 6-7 hari, jadi jahitan diangkat pada fase ini, tergantung pada tempat dan liasanya bedah.

3. Fase III

Kolagen terus bertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah baru dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas, terjadi pada minggu ke dua hingga enam post operasi, pasien harus menjaga agar tak menggunakan otot yang terkena.

4. Fase IV

Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan, pasien akan mengeluh, gatal disekitar luka, walau kolagen terus menimbun, pada waktu ini menciut dan menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur karena penciutan luka dan akan terjadi ceruk yang berlapis putih.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kadang kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

Pola aktifitas klien di rumah setelah pemulangan (long, 1996) :

- Berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu dirumah, tetapi tidak boleh mengendarai / menyetir untuk 3-4 minggu.

- Hindarkan mengangkat benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis.

- Aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi.(Long, 1996)

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN FOKUS INTERVENSI

1. Resiko aspirasi b. d penurunan kesadaran (Carpenito, 2001).

Tujuan : tidak terjadi aspirasi yang b.d. penurunan kesadaran

KH : tidak mengalami aspirasi, pasien dapat mengungkapkan tindakan untuk menghindari aspirasi

Intervensi :

a. Perthankan posisi baring miring jika tidak ada kontra indikasi karena udara.

b. Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang menyumbat jalan nafas.

c. Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi jika tidak ada kontraindikasi.

d. Kebersihan sekresi dari mulut dan tenggorokan dengan tissu atau penghisap dengan perlahan-lahan

e. Kaji kembali dengan sering adanya obstruksi benda-benda dari mulut dan tenggorokan.

2. Resiko injur b.d. penurunan kesadaran (Carpenito, 1995)

Tujuan : tidak terjadi injuri b.d. penurunan kesadaran

KH : GCS normal (E4, V5, M6)

Intervensi :

a. Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar pengaman terpasang

b. Jauhkan benda-benda yang dapat melukai pasien dan anjurkan keluarga untuk menemani pasien.

3. Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen b.d. insisi abdomen (long, 1996)

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi

KH : Skala nyeri 0, pasien mengungkapkan nyeri berkurang, TTV normal.

Intervensi :

a. Jelaskan penyebab nyeri pada pasien

b. Kaji skala nyeri pasien

c. Ajarkan teknik distraksi selama nyeri

d. Berikan individu kesempatan untuk istirahat yang cukup.

e. Berikan obat analgesik sesuai program.

f. Evaluasi efektifitasnya setelah 30 menit pemberi obat analgesik.

4. Resiko infeksi b.d. infeksi kuman sekunder terhadap pembedahan (Carpenito, 1995).

Tujuan : tidak terjadi infeksi

KH : Tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit )

Intervensi :

a. Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV.

b. Gunakan teknik antiseptik dalam merawat pasien.

c. Instruksikan keluarga dan orang lain untuk mencuci tangan sebelum mendekati pasien.

d. Tingkatkan asupan makanan yang bergizi.

e. Berikan terapi antibiotik sesuai program.

5. Resiko konstipasi b.d. pembedahan abnormal (Doengoees, 2000).

Tujuan : tidak terjadi konstipasi.

KH : Peristaltik usus bormal (5-35x/menit), pasien menunjukan pola eliminasi seperti biasanya.

Intervensi :

a. Monitor peristaltic usu, karakteristik feses dan frekuensinya.

b. Dorong pemasukan cairan adekua, termasuk sari buah bila pemasukan peroral dimulai.

c. Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.

6. Gangguan pemenuhan kebutuhan diri (mandi, makan, minum, BAK, BAB, berpakaian) d.b. keletihan pasca operasi dan nyeri. (Carpenito, 2001).

Tujuan : kebersihan diri pasien terpenuhi

KH : pasien dapat berpartisipasi secara fisik maupun verbal dalam aktifitas pemenuhan kebutuhan dirinya.

Intervensi :

a. Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaanya tentang kurangnya kemampuan perawatan diri.

b. Berikan bantuan dalam perawatan diri pasien.

7. Cemas d.b. kurangnya informasi (Doengoes, 2000).

Tujuan : pasien mengetahui tentang efek samping dari operasinya

KH : pasien mengatakan memahami tentang kondisinya

Intervensi :

a. Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa depan.

b. Diskusikan dengan lengkap tentang masalah yang diantisipasi selama masa penyembuhannya.

c. Diskusikan melakukan kembali aktifitasnya.

d. Identifikasi keterbatasan individu.

e. Idendifikasi kebutuhan diet

f. Dorong minum obat yang diberikan secara rutin

g. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.


PATHWAY


DAFTAR PUSTAKA

Capenito, LJ.(2001). Buku Saku Keperawatan, Edisi VIII. Penerjemah Monica Ester, SKp. Jakarta : EGC.

Engram, Barbara. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, Vol.3. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro.et.all. (1999). Ilmu kandungan, Edisi II. Jakarta : YBP SP

Long Barbara. C (1996). Keperawatan Medical Bedah, Edisi II, USA. The CV Mousby Company

Long Barbara. C (1996). Keperawatan Medical Bedah, Edisi III, USA. The CV Mousby Company

Ropper, Nancy. (1996). Prinsip-prinsip Keperawatan. Alih bahasa Andry Hartono Yogyakarta. Yayasan Essentia Medika

Ignatividus Donna, Bayne Varner Marihenn (1991). Medical Surgical Nursing : Anurse Process Approch. USA : W.B. Sounders Company.

Farrer, Helen. (2001). Maternity Care, Edisi II. Jakarta: EGC.